Ketakutan di Jalur Gaza; Cerita Miris Dokter-Dokter Eropa soal Bencana Kemanusiaan
https://parstoday.ir/id/news/other-i175612
Pars Today – Dokter-dokter Eropa yang kembali dari Jalur Gaza mengaku tidak bisa melupakan pemandangan mengerikan terpotong-potongnya tubuh anak-anak dan perempuan.
(last modified 2025-08-13T06:07:01+00:00 )
Aug 12, 2025 21:18 Asia/Jakarta
  • Ketakutan di Jalur Gaza; Cerita Miris Dokter-Dokter Eropa soal Bencana Kemanusiaan

Pars Today – Dokter-dokter Eropa yang kembali dari Jalur Gaza mengaku tidak bisa melupakan pemandangan mengerikan terpotong-potongnya tubuh anak-anak dan perempuan.

Mereka mengungkapkan pertanyaan paling besar yaitu apakah masih ada sedikit rasa kemanusiaan yang tersisa di Eropa?
 
Dokter-dokter yang secara sukarela bekerja di Jalur Gaza dari berbagai negara dunia, dan baru saja kembali dari wilayah itu merupakan saksi mata paling utama atas kejahatan-kejahatan genosida Rezim Zionis terhadap warga Gaza yang mengungkap berbagai dimensi bencana kemanusiaan wilayah itu.
 
Sehubungan dengan ini, surat kabar Prancis, Le Monde, melaporkan, lima dokter dan dua perawat yang sejak November 2023 menjalankan sejumlah misi kemanusiaan di Jalur Gaza, berbicara soal bencana kemanusiaan di wilayah ini, dan tidak adanya fasilitas yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.
 
 
Tak Ada Kata yang Bisa Mengungkapkan Neraka Gaza
 
Mehdi El Melali, dokter asal Prancis, bagian Unit Gawat Darurat, yang bertugas di Gaza selama tiga minggu dalam wawancara dengan Le Monde mengatakan, “Tak ada kata apa pun yang bisa melukiskan secara tepat neraka di Jalur Gaza.”
 
Francois Jourdel, dokter bedah ortopedi Prancis mengatakan, “Setelah berangkat ke Gaza, saya berubah menjadi manusia yang lain, saya tidak bisa hidup seperti dulu. Gaza adalah tempat dimana pemboman terus berlanjut, masyarakat tidak bisa lari, dan seluruh penduduk terdampak bencana kemanusiaan.”
 
 
Pemandangan Mengerikan Terpotong-potongnya Tubuh Pasien
 
Lima dokter dan dua perawat termasuk enam warga Prancis, serta satu warga Swiss, mengatakan, prosentase tinggi anak-anak di antara korban tewas dan luka di Gaza, sengat mengejutkan, dan kondisi ini menggambarkan substansi pemboman yang membabi buta serta tanpa tujuan pasukan Rezim Zionis terhadap Jalur Gaza.
 
Hal pertama yang disaksikan oleh para dokter setelah memasuki Gaza, adalah ketelantaran dan sisa-sisa gedung hancur. Telinga mereka terus mendengar suara keras drone-drone dan ledakan yang membelah langit, dan suara ini masih terngiang di telinga mereka sampai sekarang.
 
Francois Jourdel, yang berangkat ke Gaza bersama Doctors Without Borders, MSF, menuturkan, “Setiap menit terdengar 5-6 kali suara rudal, pemboman begitu hebat seperti sebuah gempa besar, dan menggetarkan semua rumah sakit dengan gelombang keras, dan tubuh para pasien terpotong-potong.”
 
 
Saat Kematian Menjadi Hal Biasa
 
Sonam Dreyer-Cornut, perawat berusia 36 tahun asal Swiss mengatakan, “Setelah masa tugas saya berakhir yaitu dua bulan setelah blokade total Jalur Gaza, saya meninggalkan wilayah itu, dan saat itu tidak ada tepung yang tersisa, dan masyarakat sangat kelaparan. Di Gaza, hidup seperti sebuah jasad terpotong-potong, anak-anak di Jalur Gaza, tidak memahami arti seorang anak-anak, dan selalu kelaparan dan berada dalam kondisi cemas.”
 
 
Apakah Masih Tersisa Kemanusiaan di Eropa?
 
Aurélie Godard, dokter ahli anestesi dan unit perawatan khusus, yang tiga kali menjalankan misi di Jalur Gaza pada tahun 2024 menceritakan, “Tidak ada tempat lagi yang bernama Rafah. Khan Yunis, sepenuhnya hancur, wilayah utara Gaza adalah sebuah gurun, dan masyarakat bernapas dengan sulit serta tanpa harapan."
 
Samir Ado, dokter bedah ortopedi berusia 58 tahun yang menjalankan misi pertamanya di zona perang, di rumah sakit Nasser, Khan Yunis, selatan Jalur Gaza mengatakan, “Terkait semua yang dilihat di Gaza diceritakan kepada media, begitu juga semua yang terkait dengan kelaparan anak-anak yang anggota badannya putus, dan ketakutan akibat perang, tapi tidak terdengar jawaban apa pun, dalam kondisi semacam ini apakah masih tersisa rasa kemanusiaan di Eropa?”
 
Mehdi El Melali, dokter asal Prancis, dalam kelanjutan wawancaranya dengan Le Monde menjelaskan, “Saya masih mengingat detik-detik yang sangat mengerikan di Jalur Gaza, dan kesabaran yang dimiliki penduduknya telah membuat kami takjub.” (HS)