Mengapa AS Tidak Bisa Menutup Mata terhadap Penindasan Palestina Kali Ini?
https://parstoday.ir/id/news/world-i175684-mengapa_as_tidak_bisa_menutup_mata_terhadap_penindasan_palestina_kali_ini
Laporan tahunan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat tentang hak asasi manusia yang baru-baru ini diterbitkan menegaskan kekerasan dan penindasan terhadap warga Palestina.
(last modified 2025-11-30T07:49:40+00:00 )
Aug 14, 2025 09:28 Asia/Jakarta
  • Mengapa AS Tidak Bisa Menutup Mata terhadap Penindasan Palestina Kali Ini?

Laporan tahunan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat tentang hak asasi manusia yang baru-baru ini diterbitkan menegaskan kekerasan dan penindasan terhadap warga Palestina.

Tehran, Pars Today- Berdasarkan laporan Kementerian Luar Negeri AS disebutkan: kekerasan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat telah mencapai tingkat harian tertinggi sejak tahun 2005. Laporan ini menambahkan mengenai adanya warga Palestina yang menghilang oleh Israel atau atas perintahnya, dan sebagian besar warga Palestina ditangkap dalam serangan di Gaza lalu dipindahkan ke Israel.

Media-media Barat menyoroti laporan Kementerian Luar Negeri AS tersebut dan menganggapnya sebagai tanda perubahan sikap Washington terhadap Israel. Media-media Zionis juga memberikan reaksi beragam; sebagian mengabaikannya, sementara yang lain menganggapnya sebagai ancaman terhadap hubungan strategis dengan AS. Di sisi lain, kelompok-kelompok perlawanan Palestina seperti Hamas dan Jihad Islam memandang laporan ini sebagai bentuk legitimasi media terhadap perjuangan mereka.
 
Laporan ini diterbitkan ketika Farhan Haq, Wakil Juru Bicara PBB, sebelumnya mengatakan,"Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB mengenai Tepi Barat telah menyatakan bahwa kekerasan pasukan Israel dan para pemukim terhadaporang-orang Palestina masih terus berlanjut dan insiden kekerasan oleh para pemukim semakin meningkat."

Juru bicara PBB itu menambahkan kepada para wartawan: pekan lalu bahwa Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB mencatat sedikitnya 24 serangan para pemukim Zionis terhadap warga Palestina yang mengakibatkan korban jiwa, kerusakan materi, atau keduanya, dan mengulangi permintaannya untuk melindungi warga sipil di Tepi Barat, termasuk Quds.

Ada beberapa alasan pengakuan Kementerian Luar Negeri AS dalam laporan tahunannya atas penindasan dan kekerasan rezim Zionis terhadap warga Palestina. Alasan pertama, meningkatnya kekerasan di Tepi Barat. Menurut laporan ini, tingkat kekerasan harian terhadap warga Palestina di Tepi Barat telah mencapai titik tertinggi sejak tahun 2005. Alasan kedua, adanya bukti terkait penghilangan dan penangkapan warga Palestina. telah beredar laporan mengenai penghilangan warga Palestina dan pemindahan mereka ke Israel setelah ditangkap dalam serangan militer. Alasan ketiga, tekanan dari lembaga-lembaga internasional. PBB dan lembaga-lembaga HAM telah berulang kali memperingatkan tentang kekerasan para pemukim dan pasukan Israel. Bahkan Sekjen PBB menyatakan kekhawatiran tentang kemungkinan kekerasan seksual di penjara-penjara Israel. Alasan keempat, opini publik global. Dengan berkembangnya media independen dan media sosial, opini publik global menjadi lebih sensitif terhadap kondisi warga Palestina dan memaksa pemerintah untuk bereaksi. Pengakuan ini, meskipun terlambat, menunjukkan meningkatnya tekanan internasional untuk meminta pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM di Palestina yang diduduki.

Dampak dari penerbitan laporan ini oleh Kementerian Luar Negeri AS juga dapat ditinjau dari beberapa sisi. Di dalam AS, laporan ini membuat beberapa anggota Kongres dan lembaga HAM menyerukan peninjauan kembali bantuan militer dan diplomatik AS kepada Israel. Selain itu, dalam pernyataan-pernyataan terbaru, sikap Kementerian Luar Negeri AS terhadap tindakan Israel, khususnya terkait pembangunan permukiman dan serangan terhadap warga sipil, menjadi lebih berhati-hati dan kritis.

Di tingkat regional dan internasional, dukungan terhadap warga Palestina meningkat setelah laporan ini diterbitkan. PBB, dengan merujuk pada laporan ini, menyatakan kekhawatiran tentang kekerasan seksual di penjara-penjara Israel dan menyerukan langkah-langkah pencegahan. Dewan HAM PBB, dengan merujuk pada laporan AS, menyerukan pembentukan komite pencari fakta untuk menyelidiki kasus penghilangan, penangkapan sewenang-wenang, dan kekerasan seksual di penjara-penjara Israel. Negara-negara kawasan seperti Iran, Turki, dan Qatar menggunakan laporan ini sebagai bukti pelanggaran HAM oleh Israel.

Selain itu, beberapa pemerintah dan lembaga internasional menyerukan penyelidikan independen mengenai kekerasan Israel terhadap warga Palestina. Lembaga-lembaga internasional mendukung kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel dan mengecam pelanggaran yang dilakukan Israel.

Beberapa negara Eropa setelah laporan ini diterbitkan menyerukan penyelidikan independen mengenai kekerasan di Tepi Barat dan Gaza. Uni Eropa dalam pernyataannya menekankan perlunya menghormati hak-hak warga sipil dan menyerukan penghentian pembangunan permukiman serta kekerasan para pemukim.

Beberapa partai sayap kiri di Parlemen Eropa menyerukan peninjauan kembali kerja sama militer dan keamanan dengan Israel, khususnya dalam bidang ekspor senjata. Sikap ini menunjukkan bahwa bahkan sekutu tradisional Israel di Eropa pun tidak dapat berdiam diri menghadapi tekanan opini publik dan bukti-bukti pelanggaran HAM.

Namun di tingkat global, penerbitan laporan ini membuat opini publik di negara-negara Barat menjadi lebih peka terhadap kondisi warga Palestina. Kelompok-kelompok pendukung HAM dan keadilan sosial di AS dan Eropa menggunakan laporan ini untuk menekan pemerintah agar menghentikan dukungan tanpa syarat terhadap Israel. Di media sosial juga muncul gelombang simpati terhadap korban kekerasan dan tagar seperti #FreePalestine kembali menjadi tren.

Pengakuan terhadap penindasan dan tindakan kekerasan terhadap warga Palestina dalam laporan tahunan Kementerian Luar Negeri AS, meskipun dipandang positif dari sudut transparansi, telah membuat sebagian pelaku regional menganggap AS bukan mitra yang netral dan mempertanyakan perannya dalam mediasi. Lembaga-lembaga internasional dan kelompok HAM kini meminta AS untuk melangkah lebih jauh dari sekadar membuat laporan, dengan melakukan tindakan nyata seperti menghentikan bantuan militer atau mendukung penyelidikan independen.

Kini, demi menjaga posisinya di Asia Barat, AS terpaksa mengambil sikap yang lebih seimbang dan dalam beberapa kasus meminta rezim Zionis untuk mematuhi kesepakatan gencatan senjata.

Secara keseluruhan, pengakuan ini tidak hanya mengubah lanskap diplomasi di kawasan, tetapi juga menempatkan AS pada posisi di mana ia harus menyeimbangkan antara dukungan tradisional terhadap Israel dan menjaga klaimnya di panggung global dalam bidang HAM. Meskipun demikian, sikap dan kebijakan pemerintahan Trump, baik pada periode pertama maupun kini pada periode kedua kepresidenan Donald Trump, menunjukkan bahwa dukungan tanpa syarat dan menyeluruh terhadap Israel tetap menjadi prinsip utama kebijakan Washington di kawasan Asia Barat.(PH)