Penandatanganan Kesepakatan Keamanan antara Bahrain dan Israel
Menteri Peperangan Rezim Zionis Israel, Benny Gantz dan Menteri Pertahanan Bahrain, Abdullah bin Hasan al-Nuaimi menandatangani kesepakatan keamanan antara kedua pihak di Manama pada 3 Februari 2022.
Bahrain bersama Uni Emirat Arab (UEA) pada September 2020 menandatangani kesepakatan normalisasi hubungan dengan rezim ilegal Israel di Gedung Putih dan disaksikan oleh Mantan presiden AS, Donald Trump.
Setelah penandatanganan kesepakatan ini, kedua pihak mulai melakukan langkah-langkah perluasan hubungan di antaranya pertemuan diplomatik dan pembukaan kedubes di Tel Aviv dan Manama.
Kesepakatan keamanan yang ditandatangani Menteri Peperangan Israel dan Menteri Pertahanan Bahrain merupakan kesepakatan kedua yang disepakati Manama dan Tel Aviv. Departemen Peperangan rezim Zionis di statemennya menyatakan, "Kesepakatan ini akan membantu meningkatkan kerja sama intelijen, pelatihan dan kerja sama di sektor industri pertahanan."
Benny Gantz seraya menjelaskan kesepakatan "bersejarah" ini menyebutkan, kesepakatan ini akan berujung pada dimulainya level baru hubungan antara kedua pihak.
Isu lain terkait hubungan Bahrain dan rezim Zionis adalah hubungan ini berbeda dengan hubungan rezim Israel dengan UEA, tidak mengalami banyak pertumbuhan. Bahrain berbeda dengan UEA, bukan saja tidak memiliki ekonomi yang kuat, bahkan tergantung pada bantuan asing. Selain itu, Bahrain dilanda aksi protes warga yang meletus sejak tahun 2011 dan sampai kini protes tersebut masih terus berlanjut.
Dengan kata lain, Bahrain menghadapi krisis legitimasi dan penerimaan internal. Ryan Bohl, pakar isu Asia Barat di lembaga Stratfor terkait hal ini menyebutkan, "Posisi Bahrain di perjanjian Abraham sepenuhnya unik karena kerajaan ini tidak sah di mata sebagian besar rakyatnya."
Oleh karena itu, hubungan dengan Uni Emirat Arab (UEA) lebih penting bagi rezim Zionis. Esensi hubungan Bahrain dan rezim ilegal Israel bersifat keamanan. Al Khalifa berusaha memanfaatkan hubungannya dengan Israel untuk memperkuat posisi dalam negerinya dan juga untuk menumpas aksi protes warganya.
Sementara rezim Zionis Israel membutuhkan hubungan dengan negara-negara seperti Bahrain karena hubungan ini akan menambah jumlah negara Arab yang bersedia melakukan normalisasi hubungan dengan rezim ilegal ini dan Tel Aviv dapat mencapai tujuan politik dan psikologisnya dari hubungan ini.
Sekaitan dengan ini, Benny Gantz dengan pesawat militer dan melintasi zona udara Arab Saudi tiba di Bahrain, dan ini merupakan pesawat militer pertama Israel yang melintasi zona udara Arab Saudi. Selain itu, pesawat yang membawa Benny Gantz ke Manama adalah Boeing 707 yang juga digunakan oleh Anwar Sadat berkunjung ke bumi Palestina pendudukan pada tahun 1977 untuk berdamai dengan rezim Zionis Israel.
Poin penting lain adalah rezim Al Khalifa saat meningkatkan hubungannya dengan rezim Zionis, rakyat negaranya bukan saja menentangnya, bahkan menilainya memperparah krisis legitimasi rezim Al Khalifa.
Kristian Coates Ulrichsen, pakar isu Asia Barat terkait hal ini mengatakan, "Bahrain selalu memiliki orientasi pan-Arab dan Islam yang kuat dalam kebijakan domestiknya. Protes Bahrain menunjukkan bahwa isu Palestina telah mempertahankan kekuatan mobilisasi di antara berbagai kelas warga Bahrain." (MF)