Menlu Arab Saudi dan Dukungan terhadap Kesepakatan Abraham
(last modified Sun, 27 Feb 2022 04:41:33 GMT )
Feb 27, 2022 11:41 Asia/Jakarta

Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Faisal bin Farhan dalam wawancaranya dengan Kantor Berita Jerman menilai positif kesepakatan rezim Zionis Israel dengan negara-negara Arab dan menyebutnya sebagai faktor perdamaian di kawasan.

Kesepakatan Abraham ditandatangani antara Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) serta Bahrain pada September 2020. Saat itu, ada pandangan bahwa Uni Emirat Arab dan khususnya Bahrain mulai melakukan normalisasi hubungan dengan Tel Aviv atas lampu hijau Arab Saudi dan dukungan negara ini. Saat itu, juga beredar berita bahwa Arab Saudi akan bergabung dengan kesepakatan normalisasi ini. Meski demikian Arab Saudi sampai saat ini masih menolak normalisasi hubungan dengan rezim Zionis Israel.

Kesepakatan Abraham

Ada banyak faktor terkait masalah ini.

Pertama, Arab Saudi mengklaim bahwa beberapa negara Arab memiliki penduduk mayoritas Sunni di dunia Arab. Kesepakatan Abraham jelas bertentangan dengan kepentingan negara Palestina dan sepenuhnya sejalan dengan kepentingan rezim Zionis. Dengan demikian, Arab Saudi khawatir akan kehilangan posisinya di dunia Arab dengan bergabung dalam Perjanjian Abraham.

Alasan lain adalah di dalam negeri Arab Saudi tidak ada konsensus mengenai normalisasi hubungan dengan rezim Zionis Israel. Beberapa laporan menunjukkan bahwa ada perselisihan serius antara Raja Salman dari Arab Saudi dan Putra Mahkota Mohammad bin Salman (MBS) mengenai normalisasi hubungan dengan rezim Zionis. Sementara Muhammad bin Salman adalah pendukung kesepakatan Abraham, Raja Salman menentangnya, dan dengan demikian Arab Saudi sampai saat ini belum bergabung dengan kesepakatan Abraham.

Yang penting adalah bahwa meskipun Arab Saudi belum bergabung dengan Perjanjian Abraham, kita telah melihat perubahan nyata dalam hubungannya dengan rezim Zionis, terutama dalam satu tahun terakhir. Salah satu perubahan tersebut adalah Arab Saudi membuka zona udaranya untuk pesawat Israel sehingga pesawat Israel yang terbang ke Bahrain dan UEA bisa terbang di atas Arab Saudi, dan rezim Zionis melihat ini sebagai sebuah pencapaian.

Sekitar satu setengah tahun setelah kesepakatan Abraham, Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan sekarang mengklaim bahwa kesepakatan itu menghasilkan lebih banyak perdamaian dan keamanan di kawasan itu. Namun, sejak penandatanganan perjanjian ini, tingkat kerusuhan dan kekerasan terkait hubungan antara rezim Zionis dan Palestina malah meningkat.

Salah satu indikasi kekerasan luas ini adalah perang pada Mei 2021 antara Israel dan faksi Palestina yang menimbulkan korban dan kerugian ekonomi besar bagi rakyat Palestina. Selain itu, dalam satu setengah tahun terakhir, kita telah menyaksikan bahwa rezim Zionis telah mengintensifkan kekerasan yang sedang berlangsung terhadap rakyat Palestina dengan terus menyita tanah Palestina.

Poin penting yang dapat dilihat dalam pernyataan Menlu Saudi dalam wawancara dengan Kantor Berita Jerman adalah bahwa Faisal bin Farhan, sementara mendukung normalisasi hubungan dengan Israel, menyatakan bahwa perdamaian tidak akan mungkin terjadi tanpa menyelesaikan masalah Palestina. Dengan kata lain, pernyataan Faisal bin Farhan ini menunjukkan bahwa Arab Saudi telah mengambil keputusannya untuk menormalkan hubungan dengan rezim Zionis, tetapi masih khawatir dengan masalah Palestina akan melemahkan posisi negara ini, mengingat posisinya di dunia Islam dan khususnya di dunia Arab.

Oleh karena itu, sepertinya Arab Saudi masih melanjutkan metede bawah tanah dan rahasianya untuk memperluas hubungan dengan rezim Zionis Israel, yang merupakan semacam bentuk bergabung dengan perjanjian untuk menormalkan hubungan dengan rezim ini, tetapi menolak untuk mempublikasikan ini karena konsekuensi regional yang akan berdampak pada Arab Saudi. (MF)