Rezim Zionis; Masyarakat yang Terfragmentasi dan Tercabik-cabik
Institut Strategis dan Keamanan Israel dalam laporannya yang dirilis Senin (17/4/2023) menjelaskan, "Kondisi Israel saat ini porak-poranda, dan setiap orang melihat masyarakat ini hancur dan secara bertahap kehilangan kemampuannya untuk berfungsi".
Negara-negara sahabat yang menandatangani perjanjian Ibrahim dengan Israel juga skeptis tentang kelanjutan kelangsungan hidup strategis Israel di kawasan. Mereka dengan syok menyaksikan konflik internal kami, bentrokan yang membuat sejumlah dari mereka menyebutnya sebagai ancaman bagi keruntuhan kemampuan militer Israel.
Lembaga Tink Thank AS, The National Interest dalam laporannya seraya menyebutkan bahwa pembentukan Israel mendekati tahun ke-75 menjelaskan, sampai saat ini kendala utama belum juga berubah.
Menurut laporan ini, meskipun apa yang disebut deklarasi kemerdekaan Israel pada 15 Mei 1948 yang menetapkan bahwa konstitusi harus disetujui selambat-lambatnya 1 Oktober tahun yang sama, dokumen semacam itu belum lahir, dan akibatnya, banyak perubahan mendasar dan kelembagaan di bidang masyarakat dimungkinkan dilakukan dengan pemungutan suara sederhana di Knesset. Perbedaan sosial dan supremasi komunitas etnis yang berbeda di Palestina pendudukan adalah beberapa tantangan penting yang ada. Konfrontasi antara agama, politik, dan hubungan antara arus Zionis sekuler dan arus keagamaan dan agama-agama lain, terutama Yahudi "Ashkenazi" barat dan Yahudi "Sefardi" timur, adalah krisis internal terpenting [dalam rezim Zionis] yang kini telah muncul, dan supaya konsekuensinya tidak merusak demografi masyarakat dan agama Yahudi, maka [pemimpin Tel Aviv] mulai menutupinya.
Konfrontasi ini telah menyebabkan munculnya pendekatan baru Zionisme sekuler, yang telah mempengaruhi dimensi tertentu dari wacana keagamaan Yahudi, dan tujuannya adalah untuk menarik kelas Yahudi yang berbeda, sedangkan proses konflik internal para imigran Yahudi dari Rusia dan upaya mereka untuk menguasai pusat-pusat kekuasaan dan pengambilan keputusan seiring dengan persoalan pemukim gerakan Ghost Amunim yang merupakan pembawa bendera permukiman di Tepi Barat semakin hari semakin meningkat. Konflik ini telah melahirkan trend baru bernama “Zionisme Religius” yang mengintegrasikan diskursus agama Yahudi dan sekuler dengan syarat tetap teguh pada prinsip-prinsip Zionisme, sedangkan prinsip-prinsip Zionisme bertentangan dengan ide dan prinsip partai-partai Haredi.
Partai-partai agama Zionis dan Haredi masing-masing mencoba untuk memperkuat peran dan dominasi mereka di kancah pertempuran politik, dan ini telah menyebabkan konflik berkobar di tingkat budaya, masyarakat, dan kelas Yahudi. Hal ini mencerminkan besarnya krisis pemerintahan di Israel. Perbedaan antara kaum kanan dan sekularis adalah perbedaan lama dan serius yang telah ada sejak pendudukan Palestina, tetapi karena kaum sekuler memiliki mayoritas, hal itu tidak muncul.
Namun kini melalui apa yang dilakukan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu adalah berkuasanya kubu sayap kanan ekstrim dan ekstremis agama. Hasil dari perolehan kekuasaan ini adalah perbedaan-perbedaan yang terlihat pada arena politik rezim Zionis saat ini berupa instabilitas politik. Setelah terbentuknya kabinet baru rezim Zionis, kaum sekular menyaksikan kebangkitan ekstrimis yang dibenci baik di arena sosial Zionis maupun di arena internasional karena ekstremisme mereka.
Kini mereka merasa bahwa berlanjutnya proses ini akan menyulitkan kehadiran Zionis sekular. Pada dasarnya berkuasanya kaum agamis telah menciptakan kekhawatiran di tengah masyarakat Zionis, serta menyebabkan bipolaritas arena politik mencapai arena sosial, dan sekarang puluhan ribu orang telah turun ke jalan dalam bentuk demonstrasi menentang kabinet yang ekstrem, dan itu terus berlanjut meskipun reformasi peradilan oleh Netanyahu ditunda. (MF)