Hasil sebaliknya dari Pemaksaan Perang Netanyahu terhadap Gaza
(last modified Sat, 25 Nov 2023 13:55:59 GMT )
Nov 25, 2023 20:55 Asia/Jakarta
  • Gaza
    Gaza

Setelah perundingan panjang dan terlambat satu hari, akhirnya gencatan senjata empat hari antara Israel dan Hamas diberlakukan secara resmi sejak pukul 07:00 pagi hari Jumat (24/11/2023) waktu setempat.

Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata ini, 50 tawanan Israel baik perempuan atau pun anak-anak di bawah usia 19 tahun akan dibebaskan dengan imbalan pembebasan 150 tawanan perempuan dan anak-anak Palestina di bawah usia 19 tahun yang mendekam di penjara Israel.

Di antara kesepakan gencatan senjata sementara ini adalah dihentikannya penerbangan jet tempur dan drone Israel di selatan Jalur Gaza selama empat hari  selama enam jam sehari mulai pukul 10 pagi hingga 4 sore.

Selama hari-hari gencatan senjata sementara, seluruh aktivitas lalu lalang warga di Jalur Gaza harus dijamin, dan khususnya di jalan Salahuddin, tidak ada yang diserang, dan lalu lalang di utara Gaza ke selatan juga bebas.

Dalam kurun waktu tersebut, penjajah Zionis tidak diperbolehkan menyerang siapa pun atau menangkap siapa pun di seluruh wilayah Jalur Gaza.

Tentara Israel

Menurut sebagian besar ahli, terlepas dari kenyataan bahwa rezim Zionis telah membunuh dan melukai lebih dari 50.000 penduduk Gaza dan menyebabkan lebih dari satu setengah juta orang kehilangan tempat tinggal dan mengungsi selama satu setengah bulan terakhir setelah memaksakan perang habis-habisan di Gaza, serta menimbulkan kerugian lebih dari 50 miliar dolar di Gaza, namun mereka tidak berhasil mencapai tujuan militer dan deklarasinya dengan memaksakan perang, dan karena itu, mereka mengalami kegagalan besar.

Salah satu tujuan rezim Zionis dalam melancarkan perang di Gaza adalah untuk menghancurkan Hamas sepenuhnya dan meningkatkan hukuman kolektif terhadap rakyat Gaza sedemikian rupa sehingga membuat mereka tidak menyukai Hamas dan kelompok perlawanan lainnya.

Namun kini hasilnya ternyata berbeda dari apa yang diharapkan oleh rezim Zionis. Meskipun tekanan diberikan kepada warga Gaza, popularitas Hamas dan muqawama di kalangan masyarakat Gaza tidak hanya menurun, namun sebaliknya malah meningkat.

The Daily 20 menulis dalam laporannya bahwa serangan rezim Zionis di Gaza meningkatkan popularitas Hamas di Tepi Barat.

Survei yang dilakukan oleh AWARD Foundation ini menunjukkan bahwa hampir semua warga Palestina yang menjawab memiliki opini negatif tentang kemungkinan hidup berdampingan dengan Israel.

Survei ini juga menunjukkan bahwa dukungan terhadap Hamas di Tepi Barat kini berada pada tingkat yang tinggi, dengan 90 persen mengatakan mereka mendukung Hamas dan banyak yang mengatakan bahwa mereka sangat mendukung Hamas.

Dalam perang yang lalu, popularitas Hamas dan muqawama meningkat setelah perang, dan pentingnya survei baru-baru ini disebabkan oleh fakta bahwa jumlah korban dan kerusakan yang ditimbulkan pada masyarakat Gaza sejak pendudukan Palestina belum pernah terjadi sebelumnya, dan oleh karena itu rezim Zionis tidak mengharapkan akibat dari perang-perang di masa lalu kali ini akan terulang kembali.

Salah satu pilihan rezim Zionis dan para pendukungnya adalah mereka dapat memberikan landasan bagi Otorita Ramallah untuk kembali menguasai Gaza, namun sebagian besar penduduk Jalur Gaza menolak berkuasanya kembali pemerintahan Otorita Ramallah yang bermitra dengan Israel, dan pasukan keamanannya melayani penjajah dan melindungi pemukim Zionis, memata-matai bangsa Palestina di Tepi Barat dan menentang segala perlawanan terhadap penjajah, pembangunan pemukiman Zionis dan pemindahan paksa.

Lebih dari 80 persen warga Jalur Gaza adalah imigran yang datang ke wilayah ini dari kota-kota Palestina, desa-desa dan kota-kota di selatan Palestina, dan mereka tidak akan pernah menerima alternatif untuk kembali ke kemerdekaan penuh Palestina.

Menurut banyak warga Palestina, alternatif bagi pemerintahan Hamas adalah kembali ke Palestina yang telah dibebaskan dari reruntuhan pemerintahan Zionis. Untuk mencapai tujuan ini, sebagian besar penduduk Jalur Gaza mendukung pemerintah saat ini karena ini menstabilkan opsi muqawama bagi mereka.

Penduduk Gaza utara, yang sebagian besar tinggal di kamp, ​​​​memiliki perlawanan lapangan yang unik karena tidak meninggalkan tanah mereka, dan meskipun terjadi pemboman yang mengerikan di kamp Jabalia, Gaza utara belum dievakuasi, dan proyek pemisahan Gaza utara dan selatan masih belum final, dan blokade relatif di utara belum menetralisir perlawanan, dan mereka siap untuk perang di dalam kota.

Rezim Zionis meski banyak melakukan upaya, tapi sampai saat ini belum berhasil menemukan tunel, pusat konsentrasi muqawama serta kamar komando pada komandan muqawama, dan pemboman rumah sakit dengan alasan palsu karena keberadaan tunel muqawama malah menjadi bumerang bagi Tel Aviv di opini publik. Oleh karena itu, pejuang muqawama dan Hamas meski menyambut gencatan senjata dan komitmen terhadapnya, tapi mereka tidak takut sama sekali akan berakhirnya gencatan senjata sementara ini. (MF)