Operasi Bendera Palsu Israel: Dari Pembunuhan Mengatasnamakan Hamas hingga Penyusupan ke Demonstrasi Pro-Palestina
(last modified Fri, 07 Jun 2024 09:36:45 GMT )
Jun 07, 2024 16:36 Asia/Jakarta
  • Operasi Bendera Palsu Israel
    Operasi Bendera Palsu Israel

Operasi Bendera Palsu (False Flag Operations) adalah operasi yang dilakukan oleh lembaga militer, paramiliter, intelijen atau politik sedemikian rupa sehingga memberikan kesan bahwa kelompok atau negara lain telah melakukan operasi tersebut.

Misalnya, penggunaan bendera dan seragam militer pihak lain oleh kekuatan salah satu pihak yang terlibat perang untuk menyerang dan membantai penduduk suatu desa dan kemudian menuduh pihak tersebut melakukan pembunuhan tersebut adalah contoh operasi bendera palsu.

 

Tujuan dari operasi ini adalah untuk menyembunyikan identitas pelaku utama atau untuk mendiskreditkan pihak lain dan menciptakan alasan untuk menyerangnya.

Daniel Hagari, jubir militer Israel tengah memberikan informasi palsu

 

Mossad sebagai dinas intelijen Israel memiliki catatan panjang dalam merancang dan melaksanakan operasi menipu seperti ini terhadap berbagai negara.

 

Di antara contoh terkenal beberapa tahun terakhir ini, kita dapat menyebutkan peristiwa serangan kimia di Idlib (Suriah) dengan tujuan menuduh pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

 

Kisah palsu pengeboman pada pertemuan kelompok teroris Mujahidin-e-Khalq (MKO) di pinggiran kota Paris adalah salah satu konspirasi Israel melawan Iran.

 

Pada hari Sabtu tanggal 9 Tir 1397 Hs (30 Juni 2018), beberapa jam setelah pertemuan kelompok teroris ini diadakan di pinggiran kota Paris, polisi Prancis mengumumkan bahwa, dengan menggunakan informasi Israel dan bersama dengan badan keamanan Belgia, Austria dan Jerman, operasi pengeboman yang dilakukan dalam pertemuan ini telah dijinakkan

 

Dalam kasus tersebut, media barat yang mengutip penangkapan pasangan asal Iran di Belgia mengklaim bahwa mereka telah mencoba melakukan pengeboman. Pada fase selanjutnya dari skenario anti-Iran ini, media Barat mengklaim bahwa pasangan ini memiliki hubungan dengan seorang diplomat Iran yang berbasis di Wina. Pada saat yang sama, diumumkan bahwa diplomat Iran ditangkap di Jerman.

 

Belakangan, lembaga-lembaga Iran mengungkapkan bahwa ini adalah bagian dari operasi bendera palsu Israel.

 

Sementara itu; Sebelumnya pada bulan Juli 2014, Tel Aviv menuduh Hamas menculik beberapa pemukim Israel di Tepi Barat. Belakangan, terungkap melalui perkataan para pejabat Zionis bahwa operasi pengawasan untuk menemukan warga Israel yang hilang adalah operasi bendera palsu yang bertujuan untuk merambah tanah Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

 

Yair Lapid, mantan Perdana Menteri Israel, menyebut kekalahan Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) sebagai tujuan merancang skenario tersebut. Kasus serupa dapat ditemukan dengan mengacu pada sejarah.

 

Pada musim panas tahun 1954, organisasi kontra-intelijen tentara Israel, dalam operasi rahasia yang disebut Operasi Susannah, mencoba mengatur pemboman di Mesir melalui agen-agennya dan menyalahkan kelompok-kelompok Mesir, termasuk Ikhwanul Muslimin dan komunis Mesir. Sekelompok Yahudi Mesir dipilih untuk mengebom kantor-kantor Mesir, Amerika dan Inggris.

 

Tujuan operasi Susannah yang dilakukan Israel adalah untuk menciptakan ketidakamanan di Mesir agar Inggris dapat melanjutkan kehadiran militernya di kawasan Terusan Suez. Namun pada akhirnya operasi ini gagal dan Pinhas Lavon, Menteri Perang Israel saat itu, terpaksa mengundurkan diri.

 

Pinhas Lavon bersama Moshe Dayan

Beberapa agen Yahudi Mesir dan Israel ditangkap terkait hal ini. Dua tersangka bernama Yosef Carmon dan Meir Max Bineth juga melakukan bunuh diri di penjara. Meskipun Israel menolak untuk menerima tanggung jawab atas operasi tersebut selama 51 tahun, para penyintasnya menerima medali penghargaan pada tahun 2005 dari presiden Israel saat itu, Moshe Katsav.

 

Dalam kasus lain, pesawat tempur angkatan udara dan kapal militer angkatan laut rezim Zionis menyerang kapal pengintai teknis Amerika Serikat pada tanggal 8 Juni 1967, bersamaan dengan perang enam hari Arab-Israel; Serangan atas nama Arab. Dalam penyerangan tersebut, 34 awak kapal tewas dan 171 awak kapal luka-luka, serta kapal mengalami kerusakan parah.

USS Liberty yang rusak parah diserang Israel

 

Operasi tersebut dilakukan dengan tujuan agar AS ikut berperang dengan Mesir dan menggulingkan presiden negara tersebut saat itu, Gamal Abdel Nasser.

 

Menurut laporan yang tersebar, kasus baru operasi bendera palsu Zionis terjadi pada 7 Oktober 2023, dan awal perang Gaza. Zionis mengklaim dengan bantuan perusahaan propaganda mereka bahwa pasukan Hamas membunuh beberapa orang dengan menyerang sebuah festival musik di desa Reim dekat Jalur Gaza. Namun kebohongan ini segera terungkap.

 

Laporan surat kabar Zionis Haaretz berdasarkan penyelidikan polisi Israel, menunjukkan bahwa pasukan Hamas tidak mengetahui tentang diadakannya festival semacam itu dan helikopter tentara rezim lah yang menembaki para peserta festival tersebut. Sebanyak 364 orang tewas dalam festival ini.

 

Namun operasi bendera palsu tidak hanya bersifat militer. Beberapa laporan menunjukkan bahwa pasukan yang diorganisir oleh Israel, dengan menyusup ke demonstrasi mahasiswa pro-Palestina, menghancurkan gedung-gedung, menyerang tokoh-tokoh, dan memblokir penghalang jalan untuk meningkatkan tingkat konflik dengan pendukung Palestina dan membuat masyarakat Barat tidak puas dengan pendukung Palestina. (MF)