Apakah Suriah akan Menjadi Libya Kedua?
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i179316-apakah_suriah_akan_menjadi_libya_kedua
Pars Today – Suriah pasca-Bashar Assad, memasuki era krisis yang menurut para analis kawasan bahkan dapat membuat negara ini bernasib sama dengan Libya.
(last modified 2025-10-31T14:54:28+00:00 )
Okt 31, 2025 21:50 Asia/Jakarta
  • Apakah Suriah akan Menjadi Libya Kedua?

Pars Today – Suriah pasca-Bashar Assad, memasuki era krisis yang menurut para analis kawasan bahkan dapat membuat negara ini bernasib sama dengan Libya.

Suriah adalah negara yang mengalami peperangan lebih dari satu dekade, dan setelah tergulingnya Bashar Assad, Desember 2024, memasuki masa transisi, dan penuh gejolak.
 
Mantan Pemimpin Tahrir Al Sham, yang sekarang menjadi Penguasa Suriah, Abu Mohammed Al Joulani, atau Ahmed Al Sharaa, berusaha membentuk sebuah pemerintahan terpusat dan stabil.
 
Meskipun demikian terdapat indikasi-indikasi yang terus menguat di bidang kerapuhan keamanan, persaingan etnis, dan campur tangan asing, sehingga semakin mendekatkan Suriah ke skenario yang mirip dengan Libya pasca-Muammar Gaddafi.
 
Libya pasca-terbunuhnya Gaddafi, pada 2011, terbagi menjadi dua pemerintahan yang saling bersaing, dan sampai hari ini terus mengalami perang saudara, perebutan sumber minyak, dan pengaruh kekuatan asing. Negara ini sekarang telah berubah menjadi model yang memberikan peringatan bagi Suriah.
 
 
Kemiripan Struktural
 
Surat kabar Lebanon, Al Akhbar, dalam laporannya merinci serangkaian tantangan keamanan di Suriah, yang menjadi keraguan serius terkait kinerja struktur keamanan pemerintah Al Joulani. Struktur yang terinspirasi dari model Tahrir Al Sham, di Idlib, di masa perang sebelum jatuhnya Bashar Assad ini nampaknya efektif. Ketika kelompok ini berhasil mempersatukan puluhan kelompok bersenjata untuk mengelola Idlib, dan berubah menjadi pasukan reaksi cepat di utara Suriah.
 
Akan tetapi pada kondisi saat ini ketika front-front perang sudah tidak aktif, model ini bermasalah. Hari ini kelompok-kelompok bersenjata bersaing memperebutkan sumber dana mulai dari proyek-proyek ekonomi sampai kontrol pintu-pintu penyelundupan, dan persatuan mereka sudah pecah.
 
Desakan Washington untuk membicarakan masalah Kurdi, dukungan Israel atas Druze di Suwaida, dan tidak adanya ancaman perang luas, telah menyebabkan model keamanan Al Joulani, tidak efektif.
 
Sehubungan dengan ini stasiun televisi Al Jazeera, dalam laporannya berjudul “Mengapa Mesti Waspada atas Terulangnya Skenario Libya di Suriah?” menulis, sebagaimana di Libya, saat Pemerintah Persatuan Nasional Libya, di bawah pimpinan Abdul Hamid Dbeibeh, menguasai Tripoli, dan Khalifa Haftar, menguasai wilayah timur serta selatan, Suriah, juga terancam dibagi wilayahnya mirip Libya.
 
Pemerintahan sementara berkuasa di Damaskus, akan tetapi Pasukan Demokratik Suriah menguasai wilayah timur laut yang memiliki cadangan minyak dan gas. TV Al Jazeera mengingatkan bahwa Haftar, mendapatkan dukungan Rusia, dengan pangkalan Al Jufra dan Al Khadim, sementara Pasukan Demokratik Suriah, mendapat dukungan Amerika Serikat, di pangkalan Rmelan, dan Koniko. Pembagian sumber daya yang mirip di Libya ini akan membuka peluang pecahnya pertempuran luas. 
 
Media Jerman, Deutsche Welle, dalam laporan berjudul, “Utusan PBB: Suriah Terancam Berubah Menjadi Libya” mengutip Geir Pedersen, Utusan PBB, memperingatkan bahwa Suriah, berada di “ujung pisau”. Menurut Pedersen, Al Joulani, harus mereformasi kebijakannya sehingga bisa mencegah terciptanya sebuah rezim otoriter dan tertutup. Ia memperingatkan tidak adanya kepercayaan antara pemerintahan sementara, Kurdi, dan Druze, bisa saja menyeret kembali negara ini ke perang saudara. (HS)