Balasan Bagi Para Pecinta Ahlul Bait Rasulullah Saw
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i33146
Zuhri salah seorang sahabat Imam Sajjad as pergi haji bersama beliau. Ketika wukuf di Arafah, kepadanya Imam Sajjad berkata, “Hai Zuhri, menurut perkiraanmu, berapa jumlah masyarakat yang ada di Arafah?”
(last modified 2023-03-06T09:21:54+00:00 )
Feb 19, 2017 11:58 Asia/Jakarta
  • Imam Sajjad as
    Imam Sajjad as

Zuhri salah seorang sahabat Imam Sajjad as pergi haji bersama beliau. Ketika wukuf di Arafah, kepadanya Imam Sajjad berkata, “Hai Zuhri, menurut perkiraanmu, berapa jumlah masyarakat yang ada di Arafah?”

Zuhri berkata, “Kira-kira ada empat ribu orang. Semuanya datang untuk menunaikan ibadah haji, mengorbankan hartanya di jalan Allah dan bermunajat kepada Allah dengan tangisan.”

Imam Sajjad berkata, “Betapa banyak tangisan dan betapa sedikit para jemaah haji.”

Dengan takjub Zuhri berkata, “Orang sebanyak ini, sedikit?”

Imam Sajjad mengusap wajah Zuhri dan berkata, “Lihatlah!”

Zuhri melihat orang-orang yang hadir dan hampir saja dia mati karena takjub dan takut.

Dia berkata, “Wahai Imamku! Aku melihat mereka semua berupa monyet, kecuali sedikit saja [yang berupa orang].”

Imam Sajjad sekali lagi mengusap wajah Zuhri dan berkata, “Lihatlah!”

Kali ini Zuhri melihat semuanya berupa babi. Ketika Imam Sajjad as mengusap wajah Zuhri yang ketiga kalinya, dia melihat semuanya berupa binatang berkaki empat. Zuhri telah kehabisan kemampuan dan berkata, “Jiwaku sebagai tebusanmu, mukjizat Anda telah membuat saya merasa takjub.”

Imam Sajjad as berkata, “Hai Zuhri, sudahkah engkau melihat bahwa dari semua orang yang ada ini hanya sedikit saja pelaku haji yang hakiki?”

Kemudian beliau melanjutkan, “Barang siapa yang mencintai orang-orang yang mencintai kami dan menjauhi musuh-musuh kami dan dia datang untuk menunaikan ibadah haji, maka dia adalah pelaku haji yang hakiki dan sisanya sebagaimana yang telah engkau lihat. Hai Zuhri! Ayahku menukil dari Rasulullah Saw bahwa orang-orang munafik yang memusuhi keluarga Muhammad adalah bukan pelaku haji yang hakiki. Pelaku haji yang hakiki adalah musuh para penentang keluarga ini. Orang-orang ini akan hadir di padang mahsyar dengan wajah yang bersinar dan kadar cahayanya seukuran kecintaannya kepada kami Ahlul Bait.”

Apakah Ini Ayahku?

Dinukil bahwa Imam Sajjad as pasca tragedi Karbala, setiap kali teringat tragedi buruk ini, beliau benar-benar sedih. Setiap kali memegang air untuk meminumnya, pertama dalam beberapa saat beliau menangis mengingat bibir-bibir kering ayah, paman dan sahabat-sahabat lainnya, kemudian meminum air itu...

Ibnu Qaulawiyeh Qummi menukil dari beliau, “Ketika kami digirim dari tempat pembunuhan menuju Kufah, aku melihat ke arah ayah dan keluarga yang jasadnya bergelimang darah dan tergeletak di atas tanah yang panas membakar. Kondisiku begitu buruk dan hampir saja jiwaku keluar dari badanku. Bibiku Zainab, begitu melihat kondisiku demikian, beliau berkata, “Hai kenangan ayah dan ibu dan saudara-saudaraku, kondisi apakah yang aku lihat ini pada dirimu?”

Aku berkata, “Hai bibi! Bagaimana aku tidak menjerit, saat ini aku melihat imamku, saudara-saudaraku, paman-pamanku dan keluargaku bergelimang darah, sementara badan mereka tergeletak di atas tanah yang panas dan tidak ada orang yang mengkafani dan menguburkan mereka?”

Pada saat itu bibiku membacakan hadis Ummu Aiman bahwa “Di bumi Karbala, di atas kuburan ayahmu dipasang sebuah tanda yang tidak akan hilang selamanya.”

Berbicara Atau Diam

Sejumlah anak muda sedang duduk di masjid dan berbincang-bincang. Pembicaraan mereka tentang berbicara atau diam. Sebagian orang sepakat dengan berbicara dan sebagian lainnya sepakat dengan diam. Masing-masing menyampaikan argumentasi untuk membuktikan keyakinannya.

Salah seorang pemuda berkata, “Luqman Hakim berkata bahwa bila berbicara adalah perak, maka dia adalah emas.”

Pemuda lainnya berkata, “Pembicaraanmu ini tidak membutuhkan tafsir dan penjelasan. Karena dengan diam tidak akan bisa menyelesaikan semua pekerjaan.”

Pemuda ketiga berkata, “Seorang lelaki datang menemui Rasulullah Saw dan meminta untuk dinasihati dengan nasihat apa saja. Rasulullah Saw berkata kepadanya, “Jagalah lidahmu. Dan beliau mengulangi kata-kata ini tiga kali.”

Pemuda lainnya lagi berkata, “Mungkin orang itu adalah orang yang banyak berbicara dan nasihat Rasulullah khusus untuk dia. Tidak semua orang adalah orang yang banyak bicara.”

Satunya lagi berkata, “Bila seseorang tidak mau menjaga lidahnya, maka ia akan kehilangan kepalanya.”

Yang satunya lagi berkata, “Bila semua kepala harus dijaga, maka jalan hidayah akan tertutup dan banyak pembicaraan yang benar yang tidak disampaikan.”

Kesimpulannya, pembicaraan saat itu sangat seru. Setiap orang menyampaikan argumentasinya sampai ketika salah satu dari mereka mengusulkan untuk menemui Imam Sajjad as dan menanyakan pendapatnya. Mereka melakukan hal ini dan Imam Sajjad berkata:

“Aslinya harus didasarkan pada niat yang baik dan harus diperhitungkan kondisi pekerjaannya.”

Kemudian beliau mengisyaratkan pada pesan Imam Ali as dan berkata, “Perbicaraan yang tidak mengandung pelajaran di dalamnya tidak ada faedahnya dan diam yang tidak ada pemikiran di dalamnya merupakan sebuah kelalaian.”

Kemudian beliau menambahkan, “Dalam berbicara dan diam, ada kebaikan dan keburukannya. Bila keduanya jauh dari keburukan, maka berbicara lebih baik. Karena Allah memerintahkan para nabi untuk berbicara dengan masyarakat dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Keutamaan dia juga dijelaskan dengan pembicaraan, tapi keutamaan berbicara tidak bisa dijelaskan dengan diam.”

Para pemuda menikmati ucapan Imam Sajjad as dan berkata, “Wahai putra Rasulullah! jawaban Anda cukup memuaskan dan kami telah mendapatkan jawaban kami dengan bentuk yang terbaik.” (Emi Nur Hayati)

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Sajjad as