Kesempurnaan Ibu Imam Baqir as
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i33230-kesempurnaan_ibu_imam_baqir_as
Ibu Imam Baqir as bernama Fathimah [Ummu Abdillah]. Dia adalah putri Imam Hasan as. Dari sisi spiritual, beliau mencapai derajat kesempurnaan.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Feb 20, 2017 17:40 Asia/Jakarta
  • Imam Baqir as
    Imam Baqir as

Ibu Imam Baqir as bernama Fathimah [Ummu Abdillah]. Dia adalah putri Imam Hasan as. Dari sisi spiritual, beliau mencapai derajat kesempurnaan.

Suatu hari Imam Baqir as mengingatnya dan berkata, “Beliau benar-benar jujur dan di dalam kalangan keluarga Imam Hasan, tidak terlihat seorang wanita seperti beliau.”

Suatu hari dia duduk di samping dinding. Tiba-tiba dinding itu retak dan terbelah dan suara jatuhnya dinding terdengar mengerikan. Pada saat itu dia berkata, “Tidak. Bihaqqi Musthafa, Allah tidak mengizinkan engkau untuk roboh.”

Dinding mengantung di udara. Kemudian dia keluar dari bawah dinding. Kemudian Imam Baqir as bersedekah seratus dinar karena terhindarnya ibunya dari bahaya.

Nasihat

Sejumlah orang dari para pengikut Ahlul Bait Rasulullah Saw bermaksud untuk pergi dari Hijaz menuju ke Irak. Sampai di Madinah, mereka menemui Imam Baqir as dan meminta beliau agar menasihati mereka.

Imam Baqir as menasihati mereka demikian:

1. Yang Kuat dari kalian harus membantu yang lemah.

2. Yang Kaya dari kalian harus membantu yang miskin.

3. Ketika sebuah hadis dari kami sampai kepada kalian, perhatikan dan telitilah. Bila kalian menemukan satu atau dua dalil dari al-Quran, maka terimalah [hadis itu], bila tidak maka bersabarlah sampai kalian mendapatkan kesempatan yang tepat untuk menanyakan kepada kami supaya kebenarannya jelas bagi kalian.

4. Ketahuilah bahwa pahala setiap orang dari kalian yang menunggu perkara ini [kehadiran Imam Zaman af] sama seperti pahala orang yang berpuasa dan malamnya dipenuhi dengan ibadah dan barang siapa yang sampai pada masa Qaim kami [Imam Zaman af] dan memerangi musuh bersamanya serta membunuh musuh kami, maka pahalanya sebesar dua puluh syahid, dan barang siapa yang terbunuh di jalan ini, maka pahalanya sebesar dua puluh lima syahid.

Perbuatan dan Perkataan Sangat Berbeda

Imam Baqir as berkata, “Suatu hari ayahku duduk bersama para sahabatnya dan menghadap ke arah mereka seraya berkata, “Siapakah di antara kalian yang siap menggenggam bara api sampai padam? Semuanya menilai dirinya tidak mampu dalam hal ini dan menundukkan kepalanya tanpa bicara sepatah kata pun.”

Aku berkata, “Ayah, izinkan saya untuk melakukannya.” Beliau berkata, “Tidak, putraku. Engkau dari aku dan aku darimu. Maksudku adalah mereka. Kemudian beliau mengulangi kata-katanya sampai tiga kali. Tidak ada seorang pun yang berbicara. Kemudian beliau berkata, “Betapa banyak orang yang hanya ahli berbicara dan sedikit orang yang ahli amal. Padahal ini adalah pekerjaan yang mudah dan sederhana. Kami tahu siapa saja yang ahli amal dan bicara. Keinginan saya ini hanya sebagai percobaan saja.”

Imam Baqir as berkata, “Pada saat itu saya menyaksikan bahwa mereka benar-benar malu seakan-akan bumi telah menelan mereka. Begitu ayahku menyaksikan mereka malu, beliau berkata, “Semoga Allah mengampuni kalian. Selain kebaikan, saya tidak ada pendapat. Surga memiliki beberapa derajat dan satu derajat milik orang yang ahli amal yang tidak ada kaitannya dengan orang lain.”

Menghormati Kami Semua

Zurarah menukil dari Abdul Malik bahwa antara Imam Baqir as dengan sebagian anak-anak Imam Hasan as ada perselisihan. Saya pergi menemui Imam Baqir as menyampaikan sesuatu barang kali bisa damai. Imam Baqir as berkata, “Engkau jangan berbicara tentang apa yang terjadi di antara kami, karena perumpamaan kami dengan anak-anak paman kami bak seorang lelaki yang hidup di tengah-tengah Bani Israil yang memiliki dua anak perempuan. Salah satu dari anak perempuannya dinikahkan dengan seorang petani dan yang satunya dinikahkan dengan seorang pengrajin tanah liat.

Suatu hari sang ayah bergerak untuk menjenguk mereka. Pertama, menemui putrinya yang menikah dengan seorang petani dan menanyakan keadaanya. Putrinya berkata, “Ayah, suamiku pertaniannya banyak. Bila turun hujan, maka kondisi kami akan lebih baik dari semua bani israil.

Dari rumah anak perempuan itu lalu pergi ke rumah putri yang satunya dan menanyakan kondisinya. Putrinya yang satu ini berkata, “Ayah, suamiku banyak membuat kendi. Bila dalam beberapa waktu Allah tidak menurunkan hujan sampai kendi-kendi itu kering, maka kondisi kami akan lebih baik dari semuanya. Lelaki tersebut keluar dari rumah putrinya seraya berkata, “Ya Allah, lakukanlah sesuai maslahat yang Engkau ketahui. Karena aku tidak bisa berdoa menguntungkan yang satu dan pada saat yang sama merugikan yang lainnya.”

Imam Baqir as berkata, “Engkau juga tidak bisa berbicara apa yang terjadi di antara kami. Karena jangan sampai terjadi sikap tidak menghormati pada salah satu dari kami. Kewajibanmu adalah menghormati kami semua karena keterkaitan kami pada Rasulullah Saw.

Hak Ibu

Imam Baqir as berkata, “Seorang lelaki menemui Rasulullah Saw dan berkata, “Wahai Rasulullah! Ayahku telah meninggal dunia. Tapi ibuku benar-benar tua renta dan perilakunya bak anak kecil. Beliau makan makanan yang lembut dan saya yang menyuapinya. Saya bungkus beliau dengan kain bak anak bayi yang masih menyusu dan saya letakkan di atas ayunan dan saya ayun sampai tertidur. Terkadang minta sesuatu tapi saya tidak paham apa yang dimintanya. Oleh karena itu saya meminta kepada Allah untuk menjadikan saya punya susu yang bisa menyusuinya sebagaimana beliau telah menyusui saya. Ketika itu saya membuka susu saya dan susu saya membesar. Saya memencetnya dan keluarlah air susu darinya.”

Rasulullah Saw meneteskan air mata melihat kejadian ini dan berkata, “Hai anak lelaki! Engkau telah mendapatkan keberhasilan yang bagus. Karena engkau telah meminta kepada Allah dengan hati yang suci dan niat yang ikhlas dan Allah telah mengabulkan doamu.”

Lelaki tersebut berkata, “Wahai Rasulullah! Apakah saya telah menebus jerih payah dan haknya?”

Rasulullah Saw berkata, “Tidak sama sekali. Bahkan engkau tidak menebus salah satu tangisannya saat melahirkan karena menahan sakit.” (Emi Nur Hayati)

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Muhammad Baqir as