Petani Sayuran
-
Imam Musa bin Jakfar as
Muhammad bin Mughits salah seorang petani tua di Madinah berkata, “Selama satu tahun aku menanam melon, ketimun dan labu di ladangku dekat sumur ‘izham. Tapi ketika waktunya panen, banyak belalang berdatangan dan memusnahkan semua pertanianku. Dua ontaku juga musnah dan total kerugianku seratus dua puluh dinar.”
Dalam keadaan krisis ini aku duduk di sebuah tempat. Tiba-tiba aku melihat Imam Kazhim as dan beliau bertanya, “Bagaimana kabarmu? Bagaimana kabar pertanianmu?”
Aku menjawab, “Belalang datang dan memusnahkan semuanya.”
Imam bertanya, “Berapa kadar kerugianmu?”
Aku menjawab, “Seratus dua puluh dinar.”
Imam berkata kepada budaknya, “Berikan kepada Mughits ini uang seratus lima puluh dinar dan tambahi dua ekor onta secara terpisah.”
Aku berkata, “Datanglah ke sini dan doakan saya. Imam Kazhim as masuk dan berdoa untukku.”
Dua onta itu menjadi banyak karena beranak-pinak dan aku jual seharga sepuluh ribu dinar dan kehidupanku menjadi berkah.
Balasan Memutus Silaturrahim Dan Pahala Melakukannya
Suatu hari Imam Kazhim as berkata kepada Ali bin Hamzah, “Seseorang dari Maghrib akan segera menemuimu dan dia akan bertanya tentang diriku dan jawablah, dia adalah imam kami yang telah ditentukan oleh Imam Shadiq setelah keimamahan [kepemimpinan]nya. Dia juga akan menanyakan tentang halal dan haram dan jawablah pertanyaannya.”
Ali bin Abu Hamzah berkata, “Apa tanda-tanda lelaki Maghrib itu?”
Imam Kazhim as berkata, “Tubuhnya tinggi dan gagah. Namanya Ya’qub bin Yazid dan dia adalah kepala sukunya. Bila dia ingin datang menemuiku, maka bawalah kepadaku.”
Ali bin Abu Hamzah berkata, “Aku pergi di sisi ka’bah dan melakukan thawaf. Tiba-tiba datanglah seorang berperawakan tinggi dan gagah datang mendekatiku dan berkata, “Aku ingin bertanya tentang pemilikmu.”
Aku berkata, “Tentang pemilikku yang mana?”
Dia berkata, “Tentang Musa bin Jakfar.”
Aku berkata, “Siapa namamu?”
Dia menjawab, “Ya’qub bin Yazid.”
Aku berkata, “Engkau penduduk mana?”
Dia berkata, “Aku penduduk Maghrib.”
Aku berkata, “Bagaimana engkau mengenal aku?”
Dia berkata, “Dalam mimpi seseorang berkata kepadaku, “Temuilah Ali bin Abu Hamzah. Tanyakan kepadanya bila engkau ada pertanyaan.” Aku mencarimu dan di sinilah aku menemukanmu.”
Aku berkata, “Duduklah sebentar di sini, aku selesaikan dulu thawafku. Kemudian aku akan datang kepadamu.”
Aku menyelesaikan thawaf dan mendekati Ya’qub. Aku berbincang-bincang dengannya. Aku memahami bahwa dia adalah seorang yang pandai dan cerdas. Dia meminta aku untuk membawanya kepada Imam Musa Kazhim as dan aku bawa dia kepada Imam.
Ketika Imam Musa Kazhim melihatnya, beliau berkata, “Hai Ya’qub! Kemarin engkau datang dan engkau ribut dengan saudaramu di tempat tertentu dan kalian saling mengumpat satu sama lain. Sikap dan cara ini bukan bagian dari agamaku dan agama ayahku. Kami tidak mengatakan kepada seorangpun dari pengikut kami untuk bersikap demikian. Takutlah kepada Allah. Di antara kalian berdua akan terjadi perpisahan dalam bentuk kematian karena memutus silaturrahim. Saudaramu dalam safar ini akan meninggal dunia sebelum sampai ke kampung halamannya dan engkau akan menyesal akan perbuatanmu. Kalian telah memutuskan silaturrahim dan tidak saling menyapa.
Allah telah memendekkan umur kalian.
Ya’qub berkata, “Wahai putra Rasulullah! Apa yang harus akau lakukan dan kapan ajalku tiba?”
Imam Musa Kazhim as berkata, “Ajalmu sebenarnya juga telah tiba karena memutus silaturrahim. Tapi di sebuah tempat peristirahatan, engkau telah melakukan silaturrahim dengan bibimu [bibi dari ayah]. Allah telah mengundurkan ajalmu selama dua puluh tahun.
Ali bin Hamzah berkata, “Tahun berikutnya, aku melihat Ya’qub di Mekah dan memberitahukan kepadaku bahwa saudaraku telah meninggal dunia sebelum sampai ke kampung halamannya dan di perjalanan itulah aku menguburkannya.” (Emi Nur Hayati)
Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Musa Kazdim as