Jan 06, 2019 22:00 Asia/Jakarta
  • Milisi bersenjata di Suriah.
    Milisi bersenjata di Suriah.

Pada awal Januari 2019, situasi militer di Suriah terus berkembang dalam kerangka tren yang ada dengan ancaman teroris di zona de-eskalasi konflik di Idlib dan konflik Turki dengan Kurdi Suriah sebagai dua sumber utama ketegangan.

Selama sepekan terakhir, Hayat Tahrir al-Sham (HTS) berusaha memperluas pengaruhnya atas kelompok-kelompok yang didukung Turki di Aleppo barat, Idlib selatan dan Hama barat laut.

 

Setelah menuduh Gerakan Nour al-Din al-Zenki membunuh empat anggota HTS, kelompok cabang al-Qaeda ini melancarkan serangan terhadap Darat Izza dan beberapa pemukiman di dekatnya.

 

HTS juga memperluas aktivitasnya ke Idlib selatan dan Hama barat laut dan berhasil merebut pemukiman Faqie, Tramla, Arnaba, Shahranaz dan Shir Mughar dari kelompok-kelompok militan yang didukung Turki.

 

Berdasarkan laporan Veteranstoday,  apa yang disebut Front Nasional untuk Pembebasan (NFL), aliansi utama kelompok-kelompok milisi yang didukung Turki di daerah itu, berhasil menahan dan memukul mundur HTS di Idlib selatan sebagai upaya untuk merebut kembali Tremla dan al-Ghadfah tetapi belum mampu  mengusir HTS dari dekat Ma'arat al-Nu'man.

 

Menurut al-Mayadeen, lebih dari 180 milisi tewas dalam pertempuran tersebut. Kedua belah pihak secara aktif menggunakan mortir dan senjata berat lainnya sehingga menyebabkan korban sipil.

 

Jika NFL dengan bantuan dari Turki memecahkan ketegangan saat ini dalam wilayah yang dikuasai milisi di barat laut Suriah, masalah akan tetap ada sementara HTS beroperasi di daerah tersebut. HTS secara resmi dikecualikan dari perjanjian zona de-eskalasi konflik, tetapi Turki dan proxynya tidak mampu atau tidak mau menetralisirnya karena mereka tetap menjadi kekuatan militer paling berkuasa dari apa yang disebut sebagai oposisi.

 

Yang pasti, HTS berusaha untuk memperluas pengaruhnya di daerah itu untuk membatasi peluang bahwa itu akan menjadi alat yang tidak berguna dari kebijakan luar negeri Turki, di mana akan lebih menguntungkan untuk menghilangkannya daripada mentoleransi keberadaannya.

 

Stasion radio Sham FM mengutip pejabat pemerintah Damaskus pada 3 Januari melaporkan, sekelompok pengungsi meninggalkan kamp pengungsi al-Rukban dan kembali ke kota Mahin yang dikuasai pemerintah Suriah di Homs selatan.

 

Menurut laporan itu, kelompok pengungsi pertama terdiri dari 209 warga sipil, terutama perempuan, anak-anak dan orang tua. Pengungsi yang lain diharapkan kembali dari kamp dalam beberapa minggu mendatang. Kamp pengungsi al-Rukban terletak di dalam zona de-eskalasi konflik, 55km di sekitar pangkalan koalisi pimpinan-AS di al-Tanaf.

 

Setelah pengumuman resmi penarikan pasukan AS, kepanikan muncul di antara kelompok-kelompok milisi yang didukung AS di sana. Ini memungkinkan bagi mereka untuk memfasilitasi dan mempersenjatai kembali warga sipil dari kamp pengungsi.

 

Titik ketegangan lainnya di Surih adalah wilayah Manbij. Sejumlah besar milisi dan pasukan proxy Turki masih dikerahkan di dekat daerah itu meskipun ada laporan tentang dugaan penarikan mereka. Perkembangan lebih lanjut dari situasi akan bergantung pada jadwal penarikan pasukan AS dan hasil negosiasi yang sedang berlangsung antara pemerintah Damaskus dan milisi Kurdi Suriah, YPG. (RA)

 

Tags