Empat Tahun Lewat, Kini Perang Yaman Memasuki Tahun Kelima
(last modified Tue, 26 Mar 2019 03:39:41 GMT )
Mar 26, 2019 10:39 Asia/Jakarta
  • Sekjen Gerakan Ansarullah Yaman, Abdul Malik al-Houthi
    Sekjen Gerakan Ansarullah Yaman, Abdul Malik al-Houthi

Perang koalisi Saudi terhadap Yaman yang dimulai pada 26 Maret 2015, hari ini Selasa, 26 Maret 2019 telah memasuki tahun kelima.

Perkiraan Arab Saudi adalah bahwa perang terhadap negara Arab termiskin di Timur Tengah itu akan berakhir dalam dua hingga tiga pekan maka tujuan akan tercapai. Tujuan utama dimulainya perang ini adalah untuk mengembalikan Ansarullah ke kondisi sebelum September 2014, yang sebelumnya hanya berada di pinggir kekuasaan Yaman. Empat tahun telah berlalu sejak perang ilegal, tetapi Ansalullah bukan hanya tidak kembali ke kondisi sebelum September 2014, justru Ansarullah adalah inti dan pusat kekuasaan di Yaman hari ini, sehingga Ansarullah menjadi satu pihak utama dalam perundingan tentang Yaman.

Raja Salman dan perang Yaman

Selain itu, setelah melancarkan perang melawan Yaman, Al Saud menyatakan "pemulihan legitimasi" ke Yaman sebagai tujuan perang ini. Yang dimaksudkan adalah untuk melegitimasi kembali Abdrabbuh Mansur Hadi, mantan presiden yang melarikan diri dan telah mengundurkan diri. Dengan berakhirnya tahun keempat perang, Mansur Hadi, yang sekarang berbasis di Riyadh, bukan hanya tidak berhasil dikembalikan ke Sanaa, tetapi dari sebagian besar rakyat Yaman, Mansur Hadi adalah mitra dalam kebijakan suka perang Arab Saudi terhadap Yaman.

Hasil dari perang koalisi Saudi terhadap Yaman adalah terjadinya empat kejahatan yang diatur dalam Statuta Mahkamah Pidana Internasional termasuk kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan terhadap perdamaian dan kejahatan agresi. Data statistik mengkonfirmasi bahwa Saudi dan sekutu mereka telah melakukan berbagai kejahatan terhadap rakyat Yaman.

Yousef al-Haderi, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Yaman di akhir tahun keempat perang koalisi Saudi mengatakan, "12.000 orang tewas dan 26.000 terluka. Sementara itu, menurut juru bicara Kementerian Kesehatan Yaman, 32.000 orang meninggal karena mereka tidak bisa keluar dari negara itu untuk mendapatkan perawatan. Dengan kata lain, setidaknya 44.000 orang Yaman terbunuh secara langsung dan tidak langsung setelah perang koalisi. Dari statistik, 6.361 orang yang terbunuh dalam perang terdiri dari wanita dan anak-anak.

Penyebaran berbagai penyakit, terutama kolera, juga merupakan hasil perang koalisi Arab Saudi terhadap Yaman. Menurut statistik, sekitar 1.400.000 orang Yaman menderita kolera, di mana sekitar 3.000 orang telah meninggal akibat penyakit tersebut.

Namun, konsekuensi perang koalisi Saudi terhadap Yaman tidak hanya terbunuh, terluka atau sakit, tetapi 3 juta orang terlantar. Dari populasi 24 juta Yaman, sekitar 22 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, sekitar 3 juta anak menderita kekurangan gizi, dimana 400.000 anak-anak beresiko meninggal karena kekurangan gizi ekstrim dan lebih dari 80 persen infrastruktur Yaman telah hancur. Akumulasi kondisi seperti ini telah menyebabkan begitu banyak institusi dan tokoh-tokoh mengumumkan bahwa bencana kemanusiaan di Yaman adalah bencana kemanusiaan terbesar dalam beberapa dekade terakhir di dunia.

Tapi bagaimana prospek perang ini di awal tahun kelima?

Kejahatan perang Mohammed bin Salman

Perang koalisi Saudi terhadap Yaman tampaknya akan terus berlanjut. Karena; pertama, Al Saud belum mencapai tujuannya dan mengakhiri perang dalam situasi ini berarti menerima kekalahan. Mohammed bin Salman, ketika memulai perang terhadap Yaman, ia dielu-elukan sebagai pahlawan dunia Arab dan sekarang itu tidak cocok dengan semangat pangeran mahkota muda Arab Saudi, bahkan jika puluhan ribu warga Yaman lainnya terbunuh. Kedua, posisi Ansarullah dan tentara Yaman saat ini tidak sebanding dengan empat tahun yang lalu, terutama karena kemampuan Ansarullah dan tentara Yaman telah diperkuat sehingga mereka dapat membawa pukulan berat ke Arab Saudi dan sekutunya. Ketiga, kesepakatan Stockholm yang dicapai pada Desember 2018 di bawah naungan PBB praktis gagal akibat aksi sabotase Al Saud.

Kenyataannya adalah bahwa krisis Yaman hanya akan berakhir dengan kehendak kekuatan dunia, terutama Amerika Serikat untuk menangani kejahatan Arab Saudi dan untuk memberikan tekanan internasional yang serius pada Arab Saudi, tetapi ini bukan hanya tidak akan dilihat oleh pemerintah Trump, tetapi justru akan tetap mendukung Al Saud.

Tags