Fakta Getir Enam Tahun Perang Yaman
(last modified Sat, 27 Mar 2021 02:03:59 GMT )
Mar 27, 2021 09:03 Asia/Jakarta

Perang yang disulut koalisi agresor pimpinan Arab Saudi di Yaman telah memasuki tahun ketujuh pada hari Jumat, 26 Maret 2021.

Lalu, bagaimana sebenarnya fakta tentang perang ini. 

Pertama, di dunia saat ini kekuasaan di suatu negara tidak dapat ditentukan oleh perang melawan satu negara lain. Hal ini berbeda dengan konflik internal, karena konflik internal, separah apapun dapat menyebabkan pergantian kekuasaan. Hal ini terlihat pada tahun 2011 di Tunisia, Mesir, Libya, juga  Yaman, meskipun konflik di negara-negara tersebut tidaklah sama.

Masalahnya, Arab Saudi melancarkan perang melawan Yaman pada 26 Maret 2015, dengan partisipasi UEA dan beberapa negara lain dengan tujuan untuk mengembalikan Abd Rabbuh Mansour Hadi ke tampuk kekuasaan di Yaman, dan menggulingkan Ansarullah dari pucuk kekuasaan. Sebaliknya, Ansarullah dan sekutunya membentuk pemerintahan di Sanaa dan hari ini adalah aktor politik paling terorganisir di Yaman.

Kedua, koalisi agresor pimpinan Saudi tidak pernah menjadi kekuatan yang kohesif. Meskipun koalisi awalnya melancarkan serangan terhadap Yaman dengan kekuatan 10 negara, namun kemudian runtuh, bahkan kehadiran UEA dan Arab Saudi secara bersamaan tidak memiliki tujuan yang sama.

Pasalnya, UEA memfokuskan untuk menginfiltrasi Yaman selatan dan memperkuat posisi regionalnya. Tetapi Arab Saudi menghadapi ancaman internal dari serangan rudal dan drone Yaman, dan khawatir menghadapi kekalahan besar dalam perang tersebut. Oleh karena itu, Arab Saudi tidak mempertimbangkan untuk mengakhiri perang dalam situasi saat ini, yang tidak memiliki keunggulan sesuai dengan kepentingannya.

Dalam hal ini, Sekretaris Jenderal Ansarullah, Sayyed Abdul Malek Badruddin al-Houthi, pada hari Kamis (25/3/2021) di akhir tahun keenam perang mengatakan terlepas dari semua fakta yang terjadi, hingga kini Arab Saudi belum mengambil pelajaran dari kesalahannya selama ini. 

Ketiga, Arab Saudi adalah pecundang terbesar dan Israel adalah pemenang perang terbesar melawan Yaman. Tidak hanya gagal memenangkan perang dalam waktu dua pekan, seperti yang diklaim di awalnya, Arab Saudi juga terjebak ke dalam rawa konflik Yaman setelah enam tahun.

 

 

Saat ini, Arab Saudi sangat mengkhawatirkan dampak serangan rudal dan drone Yaman, yang menunjukkan kerentanan Riyadh yang bertentangan dengan klaimnya sebagai kekuatan regional. Saat ini muncul pertanyaan mengenai ketangguhan kekuatan Al Saud di medan tempur.

Di sisi lain, rezim Zionis adalah pemenang terbesar perang Yaman. Pasalnya, Israel menyaksikan perang beberapa negara Muslim melawan negara Muslim lain, dan di sisi lain, Israel layak  menyandang gelar "rezim pembunuhan anak-anak" bersama dengan Arab Saudi.

Sekjen Ansarullah Yaman menyatakan,"Kepercayaan membabi buta Arab Saudi dan UEA terhadap penilaian dan laporan intelijen Zionis Amerika dalam mengenali musuh dan bahayanya membuat mereka membuat keputusan keliru," Perang di Yaman bisa dibilang adalah "jebakan" yang dibuat oleh badan intelijen Israel dan AS untuk Arab Saudi.

Keempat, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kekuatan besar juga merupakan pecundang utama dalam perang koalisi Saudi melawan Yaman. Meskipun, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres telah mengumumkan Yaman menghadapi bencana kemanusiaan terbesar di abad ke-21 akibat perang ini, tapi ironisnya organisasi tersebut tidak pernah berhasil mengambil langkah signifikan untuk menghentikan perang.

Pada saat yang sama, Perserikatan Bangsa-Bangsa gagal untuk mempertahankan kenetralannya dalam perang. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah meningkatkan upaya politiknya setiap kali orang Yaman berada di atas angin dalam perang.

"Ketika koalisi agresor di Yaman berada dalam posisi terjepit di lapangan dan politik, maka PBB masuk dan memberitahu Yaman untuk berhenti berperang," kata Abdul Malik al-Houthi.

Selain Perserikatan Bangsa-Bangsa, kekuatan Barat juga menjadi pecundang perang. Meskipun kekuatan-kekuatan ini berhasil memperoleh keuntungan ekonomi dari perang dengan menjual senjata ke Arab Saudi, tapi opini publik dunia menunjukkan bahwa hak asasi manusia hanyalah klaim Barat yang dipakai untuk kepentingan politiknya. Buktinya, meskipun terjadi bencana kemanusiaan di Yaman,  tapi mereka tidak pernah serius untuk menghentikan dukungannya terhadap Arab Saudi sebagai pengobar perang di Yaman. 

Kelima, rakyat tertindas di Yaman adalah korban terbesar dari perang asimetris ini. Berdasarkan data yang dikeluarkan kementerian kesehatan Yaman, lebih dari 43.000 warga Yaman tewas atau terluka dalam perang tersebut. 

Sekitar empat juta orang Yaman telah mengungsi akibat perang. Penyakit dan kelaparan juga merupakan dua penderitaan besar yang menimpa orang-orang Yaman akibat perang.

Menurut Pusat Hak Asasi Manusia Yaman, sebanyak 3.821 anak-anak dan 2.394 wanita terbunuh dan 4.183 anak-anak bersama 2.815 wanita terluka dalam serangan yang dilancarkan koalisi Saudi selama enam tahun terakhir.

Fakta ini hanyalah sebagian dari korban manusia dalam perang ini. Perang juga menyebabkan banyak kerusakan tidak manusiawi, yang berdampak langsung bagi warga Yaman. Oleh karena itu, warga sipil Yaman menjadi korban terbesar dari perang yang disulut koalisi Saudi  terhadap tetangganya sendiri.(PH)

Tags