Respons Dunia terhadap Kejahatan Israel di Sheikh Jarrah
Juru bicara Sekjen PBB Stephane Dujarric mengatakan PBB tetap melarang semua kegiatan pembangunan pemukiman, termasuk pemindahan dan penghancuran rumah warga Palestina di bawah hukum internasional.
Hal itu disampaikan PBB sebagai reaksi atas pemindahan paksa puluhan keluarga Palestina dari lingkungan Sheikh Jarrah di timur al-Quds berdasarkan perintah pengadilan Israel, dan pendudukan rumah orang-orang Palestina oleh pemukim Zionis.
Dujarric menegaskan resolusi 2334 Dewan Keamanan PBB tahun 2016 tentang pemukiman, memerintahkan Israel untuk menangguhkan kegiatan pemukiman di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Quds.
Pada Februari 2021, Sekjen PBB Antonio Guterres juga meminta rezim Zionis untuk menghentikan pembangunan pemukiman di wilayah Palestina.
Tindakan Israel baru-baru ini mengusir warga Palestina dari timur al-Quds juga mengundang reaksi internasional. Uni Eropa mengecam kegiatan pemukiman Israel di wilayah Palestina dan penghancuran rumah-rumah warga.
“Uni Eropa menegaskan kembali posisinya bahwa semua pemukiman di wilayah Palestina yang diduduki adalah ilegal berdasarkan hukum internasional,” kata juru bicara Uni Eropa, Peter Stano dalam sebuah pernyataan, Kamis (6/5/2021).
“Meningkatnya penggusuran dan pembongkaran di seluruh wilayah Palestina yang diduduki, terutama situasi yang berkembang di Sheikh Jarrah dan Silwan di timur al-Quds, dan kemungkinan pembongkaran bangunan di desa al-Walajeh, Palestina juga mengkhawatirkan,” tambahnya.
Pemerintah Otoritas Palestina menyatakan pihaknya telah membawa kasus lingkungan Sheikh Jarrah ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC), karena di bawah Statuta Roma, tindakan rezim Zionis adalah kejahatan perang dan pelanggaran nyata terhadap hukum internasional.
Dalam beberapa tahun terakhir dan dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat, terutama pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump, Israel telah mempercepat proses pembangunan pemukiman di wilayah pendudukan 1967 di Tepi Barat dan timur al-Quds.
Pada 2018, Tel Aviv mengumumkan pembangunan lebih dari 2.000 unit rumah baru di wilayah Palestina. Israel menduduki Tepi Barat dan timur al-Quds selama Perang Enam Hari pada tahun 1967.
Setelah menduduki dua wilayah tersebut, Israel telah membangun lebih dari 250 pemukiman yang menjadi tempat tinggal bagi hampir 650 ribu warga Zionis. Berdasarkan prinsip dan norma internasional, tempat tinggal yang dibangun di wilayah pendudukan ini adalah ilegal.
“Pembangunan pemukiman oleh Israel jelas merupakan pelanggaran hukum internasional dan contoh nyata dari kejahatan perang,” kata Michael Link, seorang profesor hukum dan pakar hukum PBB, seraya mengecam pemukiman Zionis.
Selama beberapa dekade terakhir, Israel menjalankan praktik segregasi atau pemisahan etnis Yahudi dan Arab terutama di wilayah pendudukan 1967 dan terus berupaya untuk mengisolasi orang-orang Palestina dengan membangun tembok pembatas di banyak tempat di Tepi Barat.
Israel adalah salah satu pelanggar hak asasi manusia terbesar di dunia. Rezim ini telah membantai warga Palestina terutama di Gaza, mengusir orang-orang Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan timur al-Quds, merampas tanah dan properti mereka, dan kemudian membangun pemukiman untuk orang Zionis di tempat tersebut.
Tindakan Zionis ini menyebabkan pengungsian orang Palestina secara besar-besaran dan ini jelas merupakan pelanggaran HAM dan sebuah kejahatan perang. (RM)