Jun 30, 2021 08:14 Asia/Jakarta

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet, pada hari Senin (28/06/2021) menyerukan penghapusan segera rasisme struktural terhadap orang kulit hitam di seluruh dunia untuk mencegah terulangnya peristiwa seperti pembunuhan George Floyd, seorang warga negara kulit hitam Amerika.

"Rasisme struktural membutuhkan respons institusional untuk mengakhiri kekerasan dan diskriminasi mendasar selama berabad-abad," ujar Bachelet dalam laporan setebal 23 halaman kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB, seraya menekankan bahwa kondisi yang ada saat ini tidak dapat dipertahankan.

Laporan tersebut menyatakan bahwa toleransi terhadap diskriminasi rasial telah melanggengkan ketidaksetaraan dan kekerasan dan menekankan perlunya tindakan segera untuk mengakhiri apa yang disebut pelanggaran institusional terhadap hak-hak ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik.

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet

Bachelet juga menyusun pedoman untuk mengubah kesetaraan dan keadilan rasial, dan meminta berbagai negara untuk menerapkannya, termasuk kompensasi untuk rasisme historis serta pendanaan berbagai gerakan seperti "Black Lives Matter".

Di banyak negara Eropa dan Amerika, orang Afrika hidup secara tidak proporsional dalam kemiskinan dan menghadapi hambatan untuk mengakses pendidikan, perawatan kesehatan dan pekerjaan, serta partisipasi politik dan hak asasi manusia lainnya, tegas laporan itu.

Isu diskriminasi rasial dan kekerasan terhadap orang kulit hitam sudah berusia ratusan tahun dalam sejarah Barat. Selama berabad-abad kolonisasi Afrika, Eropa telah memperbudak dan memindahkan jutaan penduduk asli kulit hitam ke koloni lain, terutama Amerika Utara dan Amerika Latin. Namun, isu diskriminasi rasial di Amerika Serikat, yang menganggap dirinya sebagai pemimpin dalam hak asasi manusia dan kebebasan, telah menjadi lebih melembaga dan bermasalah daripada di negara-negara Barat lainnya.

Isu diskriminasi rasial dan kekerasan polisi terhadap orang kulit hitam, yang secara resmi disebut sebagai Afrika Amerika, yang merupakan sekitar 14 persen dari populasi Amerika, telah menjadi masalah institusional dalam masyarakat Amerika.

Meskipun gerakan hak-hak sipil kulit hitam pada 1950-an memicu gelombang pemenuhan hak dan penghapusan diskriminasi, tetapi realitas masyarakat Amerika saat ini adalah bahwa diskriminasi rasial terus berlanjut dalam berbagai dimensi dan aspek, serta meluasnya kekerasan terhadap mereka.

"Rasisme struktural membutuhkan respons institusional untuk mengakhiri kekerasan dan diskriminasi mendasar selama berabad-abad," ujar Bachelet dalam laporan setebal 23 halaman kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB, seraya menekankan bahwa kondisi yang ada saat ini tidak dapat dipertahankan.

Isu kekerasan polisi AS, terutama setelah pembunuhan brutal dan tidak beralasan terhadap George Floyd, seorang kulit hitam Amerika, pada 25 Mei 2020, oleh seorang polisi kulit putih bernama Derek Chauvin di Minneapolis, negara bagian Minnesota, yang menyebabkan protes luas di Amerika Serikat semakin mendapat perhatian dunia.

Setelah kematian Floyd, Kantor Hak Asasi Manusia PBB ditugaskan untuk menyusun laporan komprehensif tentang rasisme struktural, pelanggaran hak asasi manusia oleh lembaga penegak hukum terhadap orang kulit hitam, dan tanggapan pemerintah terhadap protes damai anti-rasis.

Laporan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia dirilis hanya beberapa hari setelah putusan hukum buat Derek Chauvin. Chauvin dijatuhi hukuman 22 setengah tahun penjara atas pembunuhan Floyd. Siaran gambar Chauvin dengan lutut di leher Floyd memicu gelombang besar protes antirasis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia, dan kebangkitan gerakan "Black Lives Matter".

"Rasisme di Amerika Serikat bersifat struktural dan sistematis. Ketika orang seperti Trump menjadi populer dan duduk sebagai presiden meskipun rmemiliki retorika rasis, itu menunjukkan bahwa supremasi kulit putih tidak akan hilang dengan mudah di Amerika Serikat. Karena beberapa orang di negara ini tidak akan pernah menerima orang kulit hitam," kata Samaneh Ekvan, analis urusan Amerika.

Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia

Terlepas dari seruan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia agar mengakhiri rasisme struktural terhadap orang kulit hitam, fakta yang tak terbantahkan adalah bahwa pemikiran Barat pada dasarnya adalah promotor rasisme terbuka dan terselubung serta penghinaan terhadap orang kulit hitam dan memperlakukan mereka sebagai warga negara kelas dua.

Saat ini, sebenarnya, di saat gerakan dan kelompok supremasi kulit putih yang semakin berkembang di negara-negara Barat, terutama di Amerika Serikat, orang kulit hitam semakin rentan terhadap kekerasan dan rasisme.(SL)

Tags