KTT G20 Berakhir Tanpa Meraih Pencapaian yang Efektif
-
KTT G20 Italia 2021
Pada akhir KTT Roma di hari Minggu (31/10/2021), para pemimpin G20 menyepakati pernyataan yang menekankan langkah-langkah efektif dan bermakna untuk membatasi pemanasan global hingga satu setengah derajat Celcius, tetapi terlepas dari kesepakatan ini, hampir tidak ada komitmen serius untuk implementasinya.
Pernyataan akhir dari KTT G20 mengatakan bahwa rencana nasional saat ini tentang bagaimana mengontrol emisi gas rumah kaca harus diperkuat jika perlu.
Pada saat yang sama, pernyataan tersebut tidak membuat referensi khusus untuk 2050 sebagai tanggal yang tepat untuk mencapai target emisi karbon nol.

G20, yang mencakup Amerika Serikat, Cina, Rusia, Brasil, India, dan Jerman, bertanggung jawab atas sekitar 80% emisi gas rumah kaca global.
Cina telah menetapkan 2060 sebagai tanggal target, dan negara-negara lain yang bertanggung jawab, seperti India dan Rusia, belum berkomitmen pada 2050.
- Baca juga: Indonesia Resmi Terima Presidensi G20
Dengan demikian, harapan untuk langkah-langkah efektif bagi memerangi pemanasan global telah berkurang.
Mata sekarang tertuju pada KTT Iklim PBB di Glasgow (COP26), di mana sebagian besar pemimpin G20 langsung dari Roma menuju Glasgow untuk mungkin membuat keputusan konkret dan efektif demi mengatasi pemanasan global.
Anehnya, Presiden AS Joe Biden adalah salah satu pejabat yang menyatakan ketidakpuasannya dengan buruknya kinerja KTT G20 tentang krisis iklim pada hari Minggu, sebelum dimulainya KTT Iklim PBB di Glasgow.
Mengenai komitmen AS pada perubahan iklim, Biden mengklaim bahwa pemerintahannya akan mengalokasikan $900 miliar untuk energi terbarukan dan Kongres akan memberikan suaranya minggu depan.
Pada akhir KTT Roma di hari Minggu (31/10/2021), para pemimpin G20 menyepakati pernyataan yang menekankan langkah-langkah efektif dan bermakna untuk membatasi pemanasan global hingga satu setengah derajat Celcius, tetapi terlepas dari kesepakatan ini, hampir tidak ada komitmen serius untuk implementasinya.
Sementara itu, Amerika Serikat adalah salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca dan pemanasan global, serta perubahan iklim yang memiliki dampak bencana di planet ini.
Mantan Presiden AS Donald Trump pada dasarnya membantah fenomena perubahan iklim dan secara resmi menarik Amerika Serikat dari Perjanjian Iklim Paris pada November 2020. Dia mengklaim bahwa PBB telah membesar-besarkan dampak perubahan iklim dan metode pemodelan dalam hal ini.
Trump juga melihat kesepakatan lingkungan ini sebagai memaksakan kewajiban ekonomi baru pada perusahaan dan pembayar pajak Amerika.
"Amerika Serikat adalah ancaman bagi perdamaian, keamanan, dan lingkungan," kata ilmuwan politik Abolfazl Zohrehvand, merujuk pada sikap Trump terhadap kesepakatan iklim Paris.
Bertentangan dengan klaim Trump, Amerika Serikat bahkan menghadapi konsekuensi mengerikan dari perubahan iklim, seperti kebakaran hutan yang sering dan meluas di hutan dan wilayah California dan negara bagian barat lainnya, banjir besar, dan kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Setelah Joe Biden menjabat pada Januari 2021, dia sekali lagi memerintahkan Amerika Serikat untuk menyetujui Perjanjian Iklim Paris. Namun, hal tersebut tidak membawa perubahan mendasar dan signifikan dalam mengurangi polusi udara di negeri ini.

Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa tanda-tanda dan konsekuensi dari pemanasan global semakin meningkat, yang merupakan ancaman serius bagi kehidupan di Bumi.
Pemanasan global dapat menyebabkan mencairnya gletser, banjir, dan perubahan iklim yang parah dalam waktu dekat. Untuk itu, masalah meningkatnya pemanasan global menjadi salah satu perhatian utama PBB.