Posisi Sulit Ukraina di Tengah Konflik Rusia-AS
Duta Besar Ukraina untuk Inggris, Vadym Prystaiko mengatakan Ukraina dapat membatalkan tawarannya untuk bergabung dengan NATO demi menghindari perang dengan Rusia.
"Prioritas kami sekarang adalah meredam krisis yang semakin meningkat setiap hari di luar perbatasan kami. Kiev sedang mencari solusi praktis untuk mengatasi ketegangan ini," ujarnya dalam sebuah wawancara pada Senin (14/2/2022).
Perubahan sikap ini mencerminkan adanya pemahaman baru di antara para pemimpin Ukraina tentang situasi keamanan yang mengerikan, di tengah meningkatnya kemungkinan invasi Rusia ke Ukraina.
Namun, masalah keanggotaan Ukraina di NATO telah menjadi salah satu amanah konstitusi negara itu.
Salah satu tuntutan utama para pemimpin Ukraina pro-Barat sejak pecahnya revolusi warna pada tahun 2004 dan penggulingan Presiden Viktor Yushchenko oleh parlemen adalah menjadi anggota NATO. Mereka beralasan bahwa tuntutan itu muncul karena adanya ancaman Rusia terhadap keamanan nasional Ukraina.
Meski tuntutan itu sempat diabaikan selama masa pemerintahan Presiden Viktor Yanukovych, yang pro-Rusia, namun keinginan tersebut kembali mengemuka setelah Yanukovych digulingkan dan munculnya pemerintahan pro-Barat di Ukraina yang dipimpin oleh Petro Poroshenko.
Sekarang, Ukraina telah memperluas hubungannya dengan NATO di masa kepresidenan Volodymyr Zelensky. Para pejabat aliansi militer Barat ini, terutama Sekjen NATO Jens Stoltenberg, juga menekankan perlunya Ukraina untuk bergabung dengan organisasi mereka.
Di lain pihak, Moskow berulang kali menyatakan keanggotaan negara-negara bekas Uni Soviet, termasuk Ukraina, di NATO merupakan garis merah bagi keamanan nasional Rusia.
Jika itu terjadi, Rusia akan berbatasan langsung dengan negara-negara anggota NATO. Barat dapat mengerahkan pasukan, membangun infrastruktur militer, dan mengirim senjata termasuk rudal balistik di dekat perbatasan Rusia. Senjata nuklir jarak pendek dan jarak menengah dapat dikerahkan di perbatasan Rusia-Ukraina.
Keanggotaan Ukraina di NATO akan menjadi ancaman serius bagi keamanan nasional Rusia, karena kota Moskow hanya berjarak 800 kilometer dari perbatasan Ukraina.
Oleh karena itu, Kementerian Luar Negeri Rusia pada pertengahan Desember 2021 menuntut jaminan keamanan serta meminta Amerika Serikat dan NATO untuk mempertimbangkannya.
Rusia menuntut jaminan bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO, dan aliansi itu juga tidak akan mengerahkan pasukan dan peralatan militer di dekat perbatasannya. Namun, semua tuntutan itu ditentang oleh AS dan NATO.
Dalam situasi seperti itu, Rusia mulai memobilisasi pasukan dan peralatan militer di dalam wilayahnya. AS memandang langkah itu sebagai persiapan untuk menyerang Ukraina.
Ukraina kini telah menjadi poros konflik antara Rusia dan NATO yang dipimpin oleh Amerika. Washington bersama dengan sekutunya di NATO, telah mempertahankan pendekatan agresif mereka terhadap Moskow.
"Amerika secara artifisial telah memperbesar histeria terhadap apa yang disebut invasi Rusia yang direncanakan,” kata Penasihat Kebijakan Luar Negeri Kremlin, Yuri Ushakov.
Pada dasarnya, AS ingin melemahkan Rusia dan membendung kekuatan militer negara itu dengan cara memperluas NATO ke timur, mengerahkan pasukan di dekat perbatasan Rusia, dan menyebarkan rudal nuklir di benua Eropa. (RM)