Giliran Rusia Mengintensifkan Perang Ekonomi terhadap UE
Ketika tekanan Barat meningkat terhadap Rusia, terutama perang ekonomi dalam bentuk sanksi seluas mungkin, Moskow telah menggunakan sarana yang tersedia untuk meluncurkan perang ekonomi skala penuh, terutama di bidang energi demi melawan Uni Eropa.
Dalam hal ini, Gazprom, raksasa gas Rusia, mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa pasokan gas ke Eropa akan terputus melalui jalur pipa Yamal-Eropa, yang melewati Polandia dan terhubung ke Jerman.
Keputusan Gazprom untuk menangguhkan ekspor gas dari Polandia terjadi setelah sanksi Rusia dijatuhkan pada 30 perusahaan Eropa, termasuk Europol Polandia.
Perusahaan ini memiliki bagian Polandia dari pipa Yamal. Jalur pipa gas Yamal-Eropa melewati wilayah Rusia, Belarus, Polandia dan Jerman, dan memiliki kapasitas 32,9 miliar meter kubik gas per tahun.
Juru bicara Gazprom Sergei Kupriyanov mengatakan sanksi Rusia berarti larangan penggunaan jalur pipa Europol Gas untuk mengangkut gas Rusia.
Dalam langkah lain, Rusia memotong ekspor listrik ke Finlandia. Satu operator jaringan listrik Rusia telah mengumumkan bahwa ekspor listrik ke Finlandia akan ditangguhkan mulai Sabtu (14/05/2022) dini hari.
Menurut pernyataan jaringan tersebut, perusahaan Raw Nordic, anak perusahaan dari perusahaan induk energi milik negara Rusia Inter RAO, yang berbasis di Helsinki, belum menerima pembayaran untuk listrik yang dipasok ke Finlandia sejak 6 Mei.
"Tidak ada cara untuk membayar dan kami harus memutuskan aliran listrik mulai 14 Mei," kata pernyataan itu.
Namun demikian, alasan sebenarnya untuk ini tampaknya adalah permintaan resmi Finlandia untuk keanggotaan NATO.
Presiden dan perdana menteri Finlandia mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama pada hari Kamis (12/5) bahwa mereka ingin negara itu bergabung dengan NATO sesegera mungkin.
Keputusan Finlandia telah memunculkan protes keras dari Rusia, dan Moskow telah memperingatkan konsekuensinya.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengumumkan bahwa Moskow akan menempatkan langkah-langkah teknis dan militer dalam agendanya jika Finlandia bergabung dengan NATO.
Tampaknya dengan berjalannya waktu dan berlanjutnya perang Ukraina, proses permusuhan antara Rusia dan Uni Eropa semakin meningkat dan kita harus melihat lebih banyak tindakan negatif dari kedua belah pihak terhadap satu sama lain.
Ketika tekanan Barat meningkat terhadap Rusia, terutama perang ekonomi dalam bentuk sanksi seluas mungkin, Moskow telah menggunakan sarana yang tersedia untuk meluncurkan perang ekonomi skala penuh, terutama di bidang energi, melawan Uni Eropa.
Amerika Serikat dan sekutunya telah menempatkan Rusia di puncak negara-negara di dunia yang dijatuhi sanksi dengan menjatuhkan sekitar 3.000 sanksi baru dengan dalih serangan Moskow.
Sebagai pemimpin blok Barat, Washington melihat perang Ukraina sebagai kesempatan unik untuk menyelesaikan masalah dengan Rusia, dan, bersama dengan Uni Eropa dan beberapa negara blok Barat lainnya seperti Kanada, Jepang dan Australia, telah memberlakukan berbagai sanksi yang ekstensif terhadap Rusia.
Negara-negara ini ingin melemahkan saingan politik dan militer lama mereka sebanyak mungkin.
Namun, Rusia bukanlah lawan yang tangan dan kakinya terikat. Moskow kini mulai menggunakan semua jenis alat tekanan yang dimilikinya untuk menghadapi Barat dan tindakan permusuhannya.
"Tidak akan mudah untuk melemahkan ekonomi Rusia yang senilai $ 1,5 triliun. Terutama karena Rusia telah mulai berusaha untuk melindungi dirinya dari kejahatan sanksi setelah negara ini menggabungkan Krimea ke Rusia pada 2014," kata analis politik David Pearson.
Faktanya, terlepas dari sanksi Barat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan komprehensif, sejauh ini Moskow telah mendapat banyak tekanan pada ekonomi, perdagangan, keuangan, perbankan, dan bahkan ekspor dan impor, tetapi negara ini telah mampu menangkal dan mengurangi sebagian besar efek negatif dengan kebijakan dan tindakan yang tepat.
Sebagaimana Presiden Rusia Vladimir Putin, dengan mengumumkan syarat untuk penjualan gas Rusia ke rubel, mampu mengimbangi sebagian besar devaluasi rubel terhadap dolar dan bahkan mengembalikannya ke tingkat sebelum perang di Ukraina.
Bahkan sekarang, Moskow secara praktis memasukkan proses bertahap untuk memotong ekspor gas ke Eropa, yang tentunya akan berdampak buruk pada ekonomi negara-negara Eropa.
"Embargo penuh pada jaringan pipa gas yang memasuki Eropa dari Rusia akan mengurangi produk domestik bruto zona euro sebesar 2,2 persen pada tahun 2022," kata ekonom senior Sean Stein.(sl)