Krisis Ukraina Memakan Korban Kedua, Kini Giliran Pemerintah Italia
Menyusul jatuhnya pemerintahan Mario Draghi, Italia tenggelam dalam krisis politik.
Presiden Italia Sergio Mattarella menerima pengunduran diri Perdana Menteri Mario Draghi dan mengumumkan pembubaran parlemen dan diadakannya pemilu dini pada bulan September.
Pemerintah Italia merupakan pemerintahan Eropa kedua setelah jatuhnya pemerintahan Boris Johnson di Inggris menyusul serangan Rusia ke Ukraina.
Di kalangan politik dan media, telah mengevaluasi bahwa salah satu penyebab jatuhnya pemerintahan di Italia adalah akibat krisis Ukraina setelah serangan Rusia ke negara itu.
Menyusul eskalasi krisis di Ukraina, harga operator energi, terutama gas dan bensin, telah meningkat. Italia memasok sekitar 40% kebutuhan gas dan minyaknya dari Rusia.
Pengenaan sanksi ekonomi yang luas terhadap Rusia telah menempatkan pemerintah Italia dalam banyak masalah dalam memasok gas.
Negara-negara Eropa dalam beberapa dekade terakhir mengalami inflasi yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Italia, sebagai ekonomi terbesar ketiga di kawasan euro, menghadapi pertumbuhan utang pemerintah dalam beberapa bulan terakhir menyusul kenaikan suku bunga.
Total utang pemerintah Italia mencapai 2,5 triliun euro, angka yang telah menimbulkan kekhawatiran tentang krisis keuangan di Italia dan dampaknya terhadap kawasan euro dalam beberapa bulan terakhir, seiring dengan kenaikan biaya utang pemerintah.
Utang pemerintah Italia sangat tinggi sehingga dalam praktiknya hal itu menghalangi Bank Sentral Eropa dari kemungkinan menerapkan rencana penyelamatan keuangan dan mencegah kebangkrutan pemerintah jika terjadi krisis keuangan.
Mario Draghi mempresentasikan paket bantuan keuangan kepada parlemen untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat akibat peningkatan inflasi, tetapi fraksi Gerakan Bintang Lima, mitra koalisi pemerintahan Mario Draghi di bawah kepemimpinan Giuseppe Conte, tidak menganggapnya cukup dan menentangnya.
Menyusul jatuhnya pemerintahan Mario Draghi, Italia tenggelam dalam krisis politik.
Namun ini bukan satu-satunya alasan perpecahan dalam pemerintahan Mario Draghi dan akhirnya jatuhnya pemerintah Italia.
Ada juga ketidaksepakatan yang mendalam di pemerintah Italia tentang pengiriman senjata ke Ukraina.
Menteri Luar Negeri Italia Luigi Di Maio meninggalkan partainya dengan Gerakan Bintang Lima, dengan alasan sikap ragu-ragunya terhadap bantuan ke Ukraina.
Sebelumnya, Giuseppe Conte, Ketua Gerakan Bintang Lima, menentang pengiriman senjata ke Kiev.
Conte adalah perdana menteri di pemerintahan Italia sebelumnya dan sedang mencoba untuk memproyeksikan citra dirinya yang lebih kuat sebelum pemilu berikutnya dan mengambil keuntungan dari penolakan pemilih untuk mengirim bantuan militer ke Ukraina.
Menurut jajak pendapat Ipsos di Italia, sekitar setengah dari pemilih mengatakan mereka menentang pengiriman lebih banyak senjata ke Ukraina.
Luigi Di Maio, Menteri Luar Negeri Italia yang mengundurkan diri, menyatakan bahwa krisis saat ini di pemerintahan Italia akan berakhir dengan menguntungkan Kremlin, dan mengatakan, "Kekacauan politik ini akan mengganggu dukungan militer Italia untuk Ukraina dan mempersulit untuk melakukan kontrak energi baru."
Jatuhnya pemerintah Italia telah menimbulkan kekhawatiran di tingkat Eropa juga. Gerakan ekstrem kanan Eropa dan para penentang untuk mengirim senjata ke Ukraina sangat populer.
Surat kabar New York Times menulis dalam sebuah laporan mengenai hal ini, "Jatuhnya pemerintahan Draghi membuat khawatir banyak pejabat Italia dan Eropa dan mengguncang pasar Eropa."(sl)