Okt 01, 2022 11:36 Asia/Jakarta

Kementerian Keuangan AS mengumumkan dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis (29/09/2022) bahwa mereka telah menempatkan 10 perusahaan dan satu kapal dalam daftar sanksi dengan dalih memfasilitasi ekspor minyak Iran.

Situs Kementerian Keuangan AS telah menulis dalam penjelasan tentang sanksi ini, "Hari ini, Kantor Pengawasan Aset Asing Kementerian Keuangan AS menempatkan jaringan perusahaan internasional yang terlibat dalam penjualan ratusan juta dolar minyak dan produk petrokimia Iran ke pelanggan di Asia Selatan dan Timur pada daftar sanksi."

Kemenkeu AS mengumumkan bahwa tindakan hari ini telah menargetkan beberapa perusahaan perantara Iran dan beberapa perusahaan cangkang di UEA, Hong Kong dan India.

Gedung Kementerian Keuangan AS

Sanksi ini dijatuhkan dalam situasi di mana terbentuk fakta baru tentang hilangnya efek sanksi AS secara umum.

Baru-baru ini, Kemenkeu AS mendirikan kantor untuk menyelidiki apa yang disebut "efek sanksi yang tidak diinginkan".

Upaya ini telah diadopsi oleh pemerintah Biden di bawah bayang-bayang kesadaran Washington tentang perlambatan sanksi karena penggunaan yang berlebihan selama kepresidenan Trump.

Tampaknya Washington berniat menghentikan tren pengaruh penurunan sanksi.

Tindakan pemerintah Biden di bidang penerapan sanksi baru terhadap Iran, terutama menargetkan ekspor minyaknya, dianggap sebagai kelanjutan dari kampanye tekanan maksimum terhadap Tehran.

Kampanye yang dimulai pada masa kepresidenan mantan Presiden AS Donald Trump dilakukan setelah menarik diri dari perjanjian nuklir JCPOA pada Mei 2018 dengan tujuan memaksa Iran untuk menerima tuntutan ilegal dan tidak logis AS di bidang nuklir, rudal, dan regional serta bidang lainnya.

Setelah menarik diri dari JCPOA, pemerintah AS sebelumnya mengklaim dalam rangka kampanye tekanan maksimum terhadap Iran bahwa itu akan mengurangi penjualan minyak Iran menjadi nol dalam waktu singkat, tetapi ketika tiba Januari 2021, di mana Trump harus mengakhiri kekuasaannya, ternyata ia gagal untuk mencapai tujuannya membuat Iran bertekuk lutut.

Selain itu, Iran berhasil melanjutkan ekspor minyaknya meskipun ada tekanan Amerika. Tindakan Iran ini dilakukan dalam rangka kebijakan perlawanan maksimum.

Para pejabat pemerintahan Biden dan sejumlah politisi Amerika telah berulang kali mengakui kegagalan kampanye tekanan maksimum terhadap Iran.

Dalam berbagai tweet dan pernyataan, Senator Demokrat Chris Murphy menilai salah klaim Trump bahwa kesepakatan yang lebih kuat dengan Iran dapat dicapai dengan menarik diri dari JCPOA, dan menyebut penarikan diri dari JCPOA sebagai keputusan paling bodoh dalam 50 tahun terakhir kebijakan luar negeri Amerika. Dia mengakui bahwa tidak ada yang diperoleh dari sanksi tekanan maksimum Trump terhadap Iran dan bahwa penarikan dari JCPOA telah membuat Iran lebih kuat.

Ini terlepas dari kenyataan bahwa Washington, bertentangan dengan slogan awal Presiden AS Joe Biden dalam konteks kembali ke JCPOA, telah bertindak bertentangan dengan itu dalam praktiknya dan telah mengikuti kebijakan gagal yang sama dari pemerintahan Trump terhadap Iran.

Pengenaan sanksi baru terhadap ekspor minyak Iran juga telah dilakukan sesuai dengan logika tidak efektif yang sama dari pemerintahan Trump dalam hal efektivitas sanksi yang luas dan disebut melumpuhkan dalam mengubah perilaku Iran dan menerima tuntutan Amerika.

Secara khusus, tanggapan Iran terhadap proposal Washington untuk kembali ke JCPOA telah menyebabkan pejabat pemerintahan Biden putus asa bahwa Tehran akan melepaskan tuntutan logis dan hukumnya.

Republik Islam Iran menyebut pencabutan sanksi, memperoleh jaminan mengenai keberlangsungan JCPOA dan penghapusan klaim Safeguard IAEA sebagai tuntutan utamanya dalam negosiasi untuk mencabut sanksi.

IAEA dan Republik Islam Iran

Iran juga menekankan hanya akan kembali pada perjanjian bilateral, yang dengan imbalan manfaat ekonomi yang nyata bagi rakyat Iran lewat beberapa pembatasan sebagai hal yang logis dan menerimanya.

Sejauh ini, penundaan pemerintah Biden dan penolakannya untuk menerima tuntutan Iran telah menyebabkan negosiasi untuk mencabut sanksi di Wina menjadi berkepanjangan, dan pada kenyataannya, Amerika Serikat akan bertanggung jawab atas kemungkinan kegagalan negosiasi ini.(sl)

Tags