Mengapa Mayoritas Warga AS Menentang Aksi Militer AS terhadap Iran?
-
Pengumuman serangan ke Iran
Pars Today - Mayoritas warga Amerika menentang aksi militer pemerintahan Trump baru-baru ini terhadap Iran.
Menurut laporan Pars Today, situs statistik Statista menerbitkan hasil jajak pendapat pada 5 Desember 2025, mengenai serangan AS baru-baru ini terhadap Iran. Menurut polling ini, mayoritas warga Amerika menentang aksi militer AS baru-baru ini terhadap Iran.
Menurut situs ini, seiring berlanjutnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran di akhir tahun 2025, tinjauan opini publik pada hari-hari setelah serangan militer AS pada bulan Juni menunjukkan bahwa masyarakat Amerika sangat terpecah belah.
Jajak pendapat CNN yang dilakukan pada 22 dan 23 Juni 2025 (sebelum Iran merespons dan Trump mengumumkan gencatan senjata) menunjukkan bahwa mayoritas warga Amerika (56%) menentang keputusan Presiden Trump untuk melancarkan serangan.
Jajak pendapat itu mengungkapkan adanya perpecahan partisan yang jelas: 82% dari Partai Republik mendukung aksi tersebut, sementara 60% dari independen dan 88% dari Partai Demokrat menentangnya. Namun, perlu dicatat bahwa sebagian besar pemilih Partai Republik, hampir satu dari lima, juga menentang serangan tersebut.
Penolakan ini berakar pada beberapa faktor fundamental:
Pertama, ketidakpercayaan publik terhadap keputusan Trump terkait penggunaan kekuatan militer. Banyak responden dalam jajak pendapat CNN mengatakan mereka tidak mempercayai penilaian Trump dalam memulai perang dan percaya bahwa ia bertindak di bawah pengaruh tekanan politik dan lobi asing, alih-alih mempertimbangkan kepentingan nasional.
Kedua, kekhawatiran akan meningkatnya ancaman terhadap Amerika Serikat. Sekitar 60 persen responden dalam jajak pendapat itu mengatakan bahwa menyerang Iran dapat meningkatkan risiko pembalasan Iran terhadap Amerika Serikat. Kekhawatiran ini terutama terlihat di kalangan anak muda dan independen, yang percaya bahwa memasuki perang baru bukan hanya tidak akan memperkuat keamanan Amerika tetapi juga akan mengeksposnya pada bahaya baru.
Ketiga, bertentangan dengan janji kampanye Trump. Selama kampanyenya, ia berulang kali menekankan bahwa ia ingin mengakhiri "perang tanpa akhir" dan menjauhkan Amerika Serikat dari konflik asing. Namun, tindakan militer terhadap Iran justru bertolak belakang dengan janji tersebut, dan banyak pemilih, terutama dari Partai Demokrat dan independen, memandang serangan itu sebagai pengkhianatan terhadap retorika anti-perang Trump.
Keempat, kekhawatiran tentang biaya perang bagi manusia dan ekonomi. Dalam jajak pendapat, hanya 9 persen warga Amerika yang mendukung pengiriman pasukan darat ke Iran, sementara 68 persen menentangnya. Hal ini menunjukkan bahwa bahkan mereka yang menyetujui serangan udara pun enggan menerima biaya besar dari perang darat. Rakyat Amerika tahu betul bahwa perang di luar negeri membebankan biaya yang sangat besar kepada pembayar pajak dan bahwa korban utamanya adalah rakyat biasa, bukan politisi atau perusahaan industri militer.
Kelima, perpecahan partisan dan generasi. Meskipun 82 persen dari Partai Republik mendukung serangan udara terhadap Iran, hanya 44 persen yang menunjukkan dukungan kuat, menunjukkan skeptisisme di antara sebagian basis Trump. Kaum muda di bawah usia 35 tahun juga lebih cenderung menentang langkah tersebut dibandingkan kelompok usia lainnya, dan tingkat kepercayaan mereka terhadap Trump lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa generasi baru warga Amerika lebih cenderung memilih diplomasi dan menghindari perang.
Pada akhirnya, penentangan yang meluas terhadap serangan Trump terhadap Iran dapat dilihat sebagai kombinasi dari ketidakpercayaan terhadap kepemimpinan politik, ketakutan akan konsekuensi keamanan, kontradiksi terhadap janji kampanye, kekhawatiran tentang biaya perang, dan perpecahan sosial. Faktor-faktor ini berpadu menyebabkan mayoritas publik Amerika, bahkan beberapa anggota Partai Republik, menolak aksi militer terhadap Iran.
Dengan demikian, serangan Trump tidak hanya gagal menciptakan konsensus domestik, tetapi juga memperdalam perpecahan politik dan sosial yang ada di Amerika Serikat, dan sekali lagi menunjukkan bahwa opini publik di negara ini tidak bersedia terlibat dalam perang baru.(sl)