Kiev Kecewa, Ketika AS Tidak Menyetujui Keanggotaan Ukraina di NATO
(last modified Mon, 03 Oct 2022 04:42:25 GMT )
Okt 03, 2022 11:42 Asia/Jakarta

Penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan mengatakan bahwa AS berkomitmen pada kebijakan "pintu terbuka" mengenai NATO, tetapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk mempertimbangkan keinginan keanggotaan Ukraina dalam organisasi militer ini.

Jake Sullivan menekankan, "Saat ini, pandangan kami adalah bahwa cara terbaik bagi kami untuk mendukung Ukraina adalah mendukung Ukraina secara praktis dan di lapangan, dan proses keanggotaan NATO harus dimulai di lain waktu."

Nancy Pelosi, Ketua DPR AS, secara eksplisit juga menolak untuk mendukung keanggotaan Ukraina di NATO, dan hanya mendukung pemberian jaminan keamanan ke Kiev.

Menurut Pelosi, Kami sangat berkomitmen untuk demokrasi di Ukraina. Perang ini harus dimenangkan, tetapi saya ingin Ukraina memiliki jaminan keamanan.

Nancy Pelosi, Ketua DPR AS

Pada hari Jumat (30/09/2022), Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, setelah menyaksikan penggabungan 4 wilayah Ukraina ke Rusia, menyerukan percepatan keanggotaan Ukraina di NATO.

Menandatangani permintaan keanggotaan NATO, Zelenskiy mengatakan, "Kami telah membuktikan kompatibilitas kami dengan standar NATO. Kami mengambil langkah tegas dengan menandatangani permintaan Ukraina untuk segera bergabung dengan NATO."

Zelensky mengklaim bahwa Kiev sekarang menjadi sekutu "aktif" NATO dan menuntut untuk "mempercepat" proses keanggotaan dalam organisasi militer ini.

Masalah keanggotaan Ukraina di NATO diangkat oleh para pemimpin anggota NATO Eropa dan Amerika, dan dengan cara ini, hal itu menciptakan motivasi ganda bagi para pemimpin Ukraina untuk mengejarnya.

Pada KTT Bukares tahun 2008, para kepala negara anggota NATO mengumumkan keputusan mereka untuk keanggotaan Ukraina dan Georgia - dua negara dalam lingkup asing yang dekat dengan Rusia - sejalan dengan kebijakan ekspansi NATO ke arah timur.

Sejak saat itu, isu ini, khususnya keanggotaan Ukraina di NATO, menjadi salah satu isu sengketa dan ketegangan antara Rusia dan NATO.

Meskipun Ukraina, selama masa kepresidenan Viktor Yushchenko, presiden pro-Barat negara itu, menindaklanjuti masalah keanggotaan NATO, tetapi ketika Viktor Yanukovych, presiden Ukraina yang pro-Rusia, mulai menjabat, masalah ini kemudian ditunda.

Sekalipun demikian, setelah perkembangan tahun 2014 dan pelengseran Yanukovych dan pembentukan kembali pemerintah pro-Barat di Ukraina, masalah keanggotaan negara ini di NATO dimasukkan ke dalam agenda.

Penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan mengatakan bahwa AS berkomitmen pada kebijakan "pintu terbuka" mengenai NATO, tetapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk mempertimbangkan keinginan keanggotaan Ukraina dalam organisasi militer ini.

Dari sudut pandang para pemimpin Ukraina, realisasi ini berarti langkah penting menuju integrasi Ukraina di blok Barat, serta menciptakan jaminan keamanan utama terhadap ancaman asing, terutama dari Rusia.

Meskipun banyak janji Barat kepada Ukraina tentang keanggotaan NATO dan bahkan mendesaknya dalam beberapa tahun terakhir untuk mengambil langkah-langkah praktis di bidang ini, seperti menentukan perlunya keanggotaan Ukraina dalam amandemen konstitusi negara, tetapi dalam praktiknya, tidak ada kesatuan pendapat dan konsensus di antara anggota NATO.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg baru-baru ini menekankan bahwa keanggotaan Ukraina di NATO membutuhkan konsensus dari 30 anggota aliansi ini.

Meskipun ia mengaku berkomitmen untuk mendukung "tak tergoyahkan" dan "menentukan" untuk Ukraina, ia juga menekankan bahwa ini tidak membuat NATO menjadi salah satu pihak yang berkonflik dengan Rusia.

Dalam tiga dasawarsa terakhir, NATO dan Amerika Serikat menindaklanjuti proses ekspansi yang terus-menerus dengan tujuan untuk mengepung Rusia, dan pada dasarnya, salah satu alasan utama perang di Ukraina adalah desakan pemerintah Kiev yang berorientasi Barat untuk menjadi anggota NATO.

Sementara Rusia telah berulang kali menyatakan ini sebagai ancaman serius bagi keamanan nasionalnya, dan bahkan pada Desember 2021, dengan mengajukan proposal kepada NATO dan Amerika Serikat, Moskow menuntut penghentian proses ini dan pengembalian pasukan NATO ke perbatasan tahun 1997, yaitu, sebelum keanggotaan negara-negara Eropa Timur dan Tengah dalam organisasi militer ini.

NATO

Sementara ini adalah ultimatum terakhir Moskow ke Barat, dan dengan tidak mengindahkan dan bahkan sikap agresif NATO dan AS, Rusia justru menyiapkan sarana untuk menyerang Ukraina demi mencegah realisasi skenario yang dibayangkan oleh Barat pada 24 Februari 2022.

Sekarang, di bulan kedelapan perang Ukraina, di mana terjadi kerugian serius baik dari sisi manusia dan material di negara ini dan tanggapan negatif dari Washington dan beberapa anggota NATO Eropa seperti Jerman terhadap permintaan Kiev untuk menjadi anggota NATO, menjadi jelas betapa salahnya mengandalkan janji-janji AS dan NATO dalam berkonfrontasi dengan Rusia.(sl)

Tags