Demonstrasi Massal di Prancis Menentang NATO
(last modified Tue, 11 Oct 2022 04:46:37 GMT )
Okt 11, 2022 11:46 Asia/Jakarta

Puluhan ribu orang Prancis menggelar demonstrasi di Paris untuk memprotes kenaikan tajam biaya hidup dan inflasi, dan menuntut penarikan negara mereka dari NATO. Mereka meminta pemerintah Prancis mengubah posisinya terhadap NATO dan Uni Eropa secara umumnya.

Protes ini diorganisir oleh Florian Philippot, pemimpin partai sayap kanan dan anti-Eropa The Patriots dan mantan wakil partai sayap kanan Front Nasional.

Menurut Philippot, yang menjadi anggota Parlemen Eropa dari 2014 hingga 2019, Ribuan pengunjuk rasa berpartisipasi dalam demonstrasi ini dengan nama "Pertemuan Perlawanan Nasional".

Aksi demo di Prancis (dok)

Selama demonstrasi protes terhadap sikap pemerintahan Presiden Prancis Emmanuel Macron, warga Prancis menuntut penarikan negara mereka dari NATO dan berkata, "Mari kita mundur dari NATO". Mereka juga menuntut pengunduran diri Macron.

Para pengunjuk rasa mengkritik NATO sebagai aliansi "haus perang" dan aliansi yang "menciptakan pembatasan di bidang energi dan masalah ekonomi".

Para pengunjuk rasa memegang spanduk besar bertuliskan "Perlawanan" bersama dengan plakat kecil bertuliskan "Frexit" - referensi permintaan Prancis untuk meninggalkan Uni Eropa.

Demonstrasi besar-besaran menentang NATO dan kebijakan pemerintah Prancis telah dilakukan dalam situasi di mana sekelompok intelektual Prancis, termasuk Annie Ernaux, pemenang Hadiah Nobel untuk Sastra pada tahun 2022, menyerukan kepada orang-orang untuk bergabung dengan demonstrasi menentang presiden Prancis.

69 orang, di antaranya nama penulis, direktur dan profesor universitas, telah mengkritik kebijakan Emmanuel Macron dalam sebuah surat, yang telah menyebabkan peningkatan inflasi dan melebarnya kesenjangan ekonomi.

Dalam surat mereka, kelompok ini menulis, Macron menggunakan inflasi untuk memperlebar kesenjangan ekonomi dan meningkatkan pendapatan modal, yang merugikan kelompok orang lain.

Puluhan ribu orang Prancis menggelar demonstrasi di Paris untuk memprotes kenaikan tajam biaya hidup dan inflasi, dan menuntut penarikan negara mereka dari NATO. Mereka meminta pemerintah Prancis mengubah posisinya terhadap NATO dan Uni Eropa secara umumnya.

Tampaknya demonstrasi protes ini, yang belum mendapat banyak liputan media di Barat, merupakan reaksi terhadap sikap bermusuhan pemerintah Prancis terhadap Rusia dan partisipasi aktifnya dalam sanksi anti-Rusia, yang konsekuensi bencananya kini telah terungkap untuk Prancis.

Meskipun sikap awal Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk mencegah perang di Ukraina, setelah masuknya Rusia di Ukraina pada akhir Februari 2022, Prancis, sebagai negara terpenting kedua di Uni Eropa dan anggota penting NATO di Eropa, telah memainkan peran aktif di front blok Barat melawan Rusia. Paris bahkan telah mengambil sanksi paling luas terhadap Moskow dan mengirim senjata ke Ukraina.

Sanksi energi Eropa terhadap Rusia dan reaksi Moskow terhadap sanksi ini telah menciptakan krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam pasokan energi negara-negara Eropa, terutama di bidang gas, dan Prancis sekarang memahami dampaknya.

Protes di Prancis sedang berlangsung sementara pemogokan yang meluas dari perusahaan energi di Prancis telah menyebabkan kekurangan bahan bakar dan pembentukan antrian sepanjang kilometer di pompa bensin di negara ini. Sekitar seperlima SPBU di Prancis terkena dampak kekurangan bahan bakar.

Padahal musim dingin Eropa belum tiba dan dengan datangnya musim dingin, warga Eropa, termasuk Prancis, tentu akan menghadapi banyak kesulitan dan masalah. Masalah ini telah menyebabkan protes luas di Eropa.

Protes di Prancis ini terjadi bersamaan dengan upaya pemerintah negara ini untuk mengelola krisis energi. Isu ini menyebabkan para politisi yang menentang pemerintah Prancis mengkritik kebijakan Emmanuel Macron.

Emmanuel Macron, Presiden Prancis

Marine Le Pen, pemimpin partai sayap kanan National Rally memperingatkan bahwa Prancis akan menghadapi "musim dingin yang keras" dan mengatakan, "Sanksi terhadap Rusia tidak berhasil dan malah merugikan rakyat Prancis."

Dapat diprediksi bahwa dengan semakin sulitnya situasi dan kondisi Prancis dan datangnya musim dingin serta kelangkaan yang parah, situasi sosial negara ini akan semakin krisis dan protes akan semakin meluas.(sl)