Benarkah Uni Eropa Pendukung Kebebasan Media? Ini Faktanya
Negara-negara Eropa selama ini mengklaim diri sebagai pembela kebebasan media, kebebasan berekspresi dan kebebasan menyampaikan pendapat di dunia. Namun banyak laporan yang menyebutkan bahwa Uni Eropa bertindak sebaliknya, dan membungkam kebebasan media.
Komite Perlindungan Wartawan (Committee to Protect Journalists = CPJ) dalam sebuah studi baru yang diterbitkan pada hari Rabu (26/4/2023) mengungkapkan bahwa awak media di Uni Eropa dibungkam dan dipaksa untuk tetap diam daripada sebelumnya.
Dalam penyelidikannya, komite tersebut mengungkapkan bahwa beberapa pemerintah dan negara Eropa telah memperketat pembatasan kontrol atas media sejak merebaknya virus Covid-19.
Langkah untuk mengontrol media tersebut dilakukan ketika Uni Eropa telah mengajukan Undang-Undang Kebebasan Media Eropa pada September 2022 untuk melindungi jurnalis, namun ternyata UU itu hanya di atas kertas.
Berdasarkan laporan CPJ, banyak negara telah menerapkan undang-undang seperti itu sesuai keinginan mereka, bahkan mereka menggunakan perangkat lunak penyadap untuk memata-matai jurnalis.
Tom Gibson, pengacara CPJ di Eropa mengatakan, kami menyaksikan peningkatan harian dalam gangguan secara online dan ancaman digital oleh orang-orang yang sangat kaya dan berkuasa terhadap para jurnalis yang ingin membungkam mereka melalui tuntutan hukum dan pengaduan.
Dengan melihat standar ganda Barat, termasuk Uni Eropa, terkait kebebasan berbicara dan berpendapat, terutama kebebasan media menunjukkan bahwa isu ini hanya berlaku ketika mempertanyakan isu atau negara-negara yang ditarget Barat seperti mengenai isu Rusiafobia, Iranofobia, atau Islamofobia.
Selain isu-isu tersebut, seperti isu Holocaust atau mengambil sikap mendukung Rusia selama perang saat ini di Ukraina, Uni Eropa dan pemerintah Eropa akan sangat merespons hal itu, bahkan mereka akan menentang wartawan, para pakar dan jaringan satelit atau kantor-kantor berita yang menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan pandangan pemerintah negara-negara Eropa.
Negara-negara Eropa yang selalu menekankan dukungannya terhadap hak asasi manusia dan mendukung kebebasan, termasuk kebebasan berbicara dan media, tetapi pada praktiknya, tindakan mereka bertentangan dengan slogan ini.
Mereka telah mencegah dan menghalangi penyiaran yang dilakukan oleh media-media yang tidak sejalan dengan kepentingan mereka seperti Press TV milik Iran atau Russia Today, dan sebaliknya, mereka telah mendukung secara terbuka dan diam-diam terhadap media-media yang sejalan dengan kebijakan Barat.
Pada akhir Februari 2022, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengumumkan pelarangan aktivitas media Rusia, termasuk kantor berita Sputnik dan jaringan Russia Today di Uni Eropa.
Dia menekankan bahwa Uni Eropa melarang aktivitas "mesin media Kremlin" di Uni Eropa, dan dua media, Russia Today dan Sputnik, tidak lagi dapat mempublikasikan konten mereka di Uni Eropa untuk membenarkan perang yang dilancarkan Vladimir Putin ke Ukraina dan menciptakan perpecahan di Uni Eropa.
"Kami sedang mengembangkan alat untuk melarang dan mencegah informasi keliru dan beracun di Eropa," ujarnya.
Hal ini sebenarnya adalah contoh lain dari pendekatan ganda Barat, termasuk negara-negara Eropa, terhadap isu-isu seperti terorisme dan hak asasi manusia, serta kebebasan berbicara dan media.
Josep Borrel, Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan pada awal Februari 2023, menyinggung definisi baru kebebasan berekspresi. Dia mengklaim bahwa pelarangan penyiaran media Rusia di negara-negara Eropa adalah pembelaan atas kebebasan berekspresi.
"Dengan melakukan ini (melarang siaran media Rusia di Eropa), kami tidak menyerang kebebasan berbicara, tetapi kami membela kebebasan berbicara," kata Borrel dalam pidatonya di sebuah konferensi untuk memerangi informasi palsu (hoaks).
Menurut Borrel, melarang penyiaran media Rusia di Uni Eropa tidaklah cukup. Dia mengatakan, "Kita harus maju lagi. Kita harus memahami di mana pusat yang memberikan informasi keliru ini, dan dari mana koordinasinya, kita harus mengidentifikasi pelakunya, dan menemukan sumbernya."
Tindakan dan posisi pejabat senior Uni Eropa ini menunjukkan bahwa mereka dapat mengubah konsep seperti kebebasan berekspresi sesuai dengan keinginan mereka kapan pun mereka mau.
Yang pasti, kebijakan negara-negara Eropa ini bertentangan dengan klaim-klaimnya sendiri mengenai pembelaan terhadap kebebasan berekspresi, penyampaian pendapat dan kebebasan media.
Kebijakan Barat tersebut juga dalam kerangka untuk menciptakan pembatasan lebih terhadap media dan jurnalis yang tidak sejalan dengan kepentingan mereka dan kemudian membungkamnya. (RA)