Diskriminasi dan Kekerasan terhadap Kulit Hitam AS Terus Berlanjut
Pembunuhan brutal George Floyd, seorang warga kulit hitam Amerika, oleh polisi kulit putih bernama Derek Chauvin di kota Minneapolis, Minnesota, memasuki tahun ketiga, sementara isu rasisme dan kebrutalan polisi di Amerika terhadap warga kulit hitam masih menjadi salah satu masalah terpenting di negeri ini.
Diskriminasi rasial dan kekerasan terhadap orang kulit hitam setua sejarah Amerika dan selalu dianggap sebagai salah satu ciri yang dibenci masyarakat Amerika.
Salah satu aspek penting dari krisis rasial ini, yang menjadi sangat diperhatikan dalam beberapa tahun terakhir, adalah kekerasan tak terbatas dari polisi Amerika terhadap orang kulit hitam, yang menciptakan pemandangan tragis.
Menurut statistik, orang kulit hitam tiga kali lebih mungkin dibunuh oleh polisi di Amerika daripada orang kulit putih.
Sebenarnya, bagian yang patut mendapat perhatian serius dari kekerasan rasis kulit putih di masyarakat Amerika adalah kekerasan terhadap ras dan agama minoritas, termasuk orang kulit hitam, dan ras kulit putih memiliki peran yang signifikan dalam melakukan kekerasan terhadap mereka.
Pada Senin, 25 Mei 2020, George Floyd menghadapi perilaku kekerasan seorang polisi yang memborgolnya dan membuatnya tertelungkup di tanah.
Petugas polisi ini dengan dingin menekan lututnya ke leher Floyd dan menyebabkan kematiannya secara bertahap dan memilukan.
Padahal pria kulit hitam ini terus berteriak, "Saya tidak bisa bernapas". Pada 29 Mei, Chauvin ditangkap dan didakwa melakukan pembunuhan tingkat tiga, dan dibebaskan dengan jaminan $500.000.
Terlepas dari kenyataan bahwa Chauvin diadili pada Maret 2021 atas tuduhan pembunuhan tingkat dua dan akhirnya dijatuhi hukuman sekitar 23 tahun penjara, hal ini tidak mencegah berlanjutnya kekerasan yang tidak beralasan dan ekstensif oleh polisi Amerika terhadap orang kulit hitam dan penembakan dan kekerasan masih terus berlanjut terhadap mereka secara intensif oleh polisi Amerika.
Dalam insiden terbaru dalam hal ini, Sabtu (27/05/2023) pagi lalu, seorang anak laki-laki kulit hitam berusia 11 tahun di kota kecil Indianola di negara bagian Mississippi, yang menelepon polisi dalam panggilan darurat untuk campur tangan dalam perselisihan keluarga menjadi target penembakan dan terluka parah.
Departemen Kepolisian Mississippi mengatakan penyerang telah ditempatkan pada cuti wajib.
Pembunuhan brutal George Floyd, seorang warga kulit hitam Amerika, oleh polisi kulit putih bernama Derek Chauvin di kota Minneapolis, Minnesota, memasuki tahun ketiga, sementara isu rasisme dan kebrutalan polisi di Amerika terhadap warga kulit hitam masih menjadi salah satu masalah terpenting di negeri ini.
Pada Juli 2014, Eric Garner, seorang Amerika berkulit hitam, dibunuh oleh polisi Amerika di New York akibat tekanan pada leher dan dada sambil berkata "Saya tidak bisa bernapas".
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah besar orang kulit hitam tewas akibat kekerasan polisi Amerika, termasuk Michael Brown, Walter Scott, dan Tamir Rice.
Pembunuhan brutal George Floyd oleh Derek Chauvin mendapat liputan media yang luas dengan klipnya disiarkan di jejaring sosial, dan menyebabkan protes yang meluas dan belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh Amerika Serikat untuk mengutuk rasisme yang dilembagakan dalam struktur masyarakat Amerika dan kekerasan polisi yang berlebihan terhadap orang kulit hitam.
Protes yang meluas dan berskala nasional ini mengkristal dalam bentuk gerakan "Black Lives Matter".
Isu pentingnya adalah pendekatan yang bias dan faktanya ketidakpedulian sistem peradilan Amerika dalam menangani dan menghukum para pelaku kekerasan terhadap orang kulit hitam.
Melihat penyelenggaraan pengadilan dan proses persidangan sebelumnya dalam kasus serupa menunjukkan pendekatan pengadilan yang diskriminatif dalam menangani kasus-kasus ini, yang seringkali berujung pada pembebasan polisi pembunuh.
Pakar sosial Justin Feldman mengatakan, Amerika Serikat adalah contoh yang luar biasa di antara semua negara maju di dunia dalam hal jumlah orang yang terbunuh oleh kekerasan polisi. Bukan hanya Amerika di tempat pertama dalam jumlah orang yang terbunuh karena kekerasan polisi, tetapi tidak ada bentuk tanggung jawab pidana dan politik yang ditujukan kepada polisi dalam kekerasan ini.
Sementara itu, kasus-kasus seperti pembunuhan George Floyd oleh polisi kulit putih Amerika sangat tidak dapat dibenarkan dan pada saat yang sama secara luas mencerminkan bahwa pengadilan Amerika tidak punya pilihan selain menjatuhkan hukuman penjara kepada Derek Chauvin.
Sekarang, tuntutan publik di Amerika, terutama dari orang kulit hitam, adalah penerapan keadilan dan pelaksanaan prosedur untuk mengakhiri kekerasan terstruktur polisi Amerika terhadap orang kulit hitam.(sl)