Pengajuan Draf Resolusi baru tentang Perang Gaza oleh AS
(last modified Tue, 20 Feb 2024 14:51:58 GMT )
Feb 20, 2024 21:51 Asia/Jakarta
  • Dewan Keamanan PBB
    Dewan Keamanan PBB

Amerika Serikat mengusulkan draf resolusi baru kepada Dewan Keamanan PBB. Draf ini menuntut gencatan senjata sementara perang Gaza, dan menentang serangan darat Israel ke Rafah, di selatan Jalur Gaza.

Dalam draf ini, serangan darat rezim Zionis ke Rafah secara terbuka ditentang dan dinyatakan bahwa "dalam situasi saat ini, serangan darat besar-besaran ke Rafah akan menyebabkan lebih banyak kerusakan pada warga sipil dan pengungsian mereka lebih lanjut, termasuk kemungkinan ke negara-negara tetangga." Draf resolusi Amerika Serikat mengatakan bahwa tindakan seperti itu "akan mempunyai konsekuensi serius bagi perdamaian dan keamanan kawasan dan menekankan bahwa serangan darat skala besar seperti itu tidak boleh dilakukan dalam situasi saat ini."

Israel berencana melancarkan serangan terhadap Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya di Rafah, tempat lebih dari satu juta dari 2,3 juta warga Palestina di Gaza yang berlindung di sana, sehingga memicu kekhawatiran internasional bahwa tindakan tersebut sangat memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza.

Meskipun Washington menentang gencatan senjata pada bulan-bulan pertama perang Gaza, yang kini memasuki bulan kelima, draf resolusi usulan AS tersebut memiliki nada yang sama dengan yang digunakan Presiden Joe Biden dalam percakapannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pekan lalu. Dalam pernyataan terkait hal ini, Gedung Putih mengumumkan bahwa Biden menekankan dalam percakapannya dengan Netanyahu, mengacu pada situasi di Rafah, bahwa operasi militer tidak boleh dilanjutkan tanpa rencana yang kredibel dan dapat diterapkan untuk menjamin keamanan dan melindungi warga sipil di wilayah tersebut.

Kota Rafah

Joe Biden, yang merupakan pendukung utama rezim Zionis dalam perang Gaza, baru-baru ini mengakui bahwa operasi militer rezim tersebut di Gaza sebagai respons terhadap operasi Badai al-Aqsa pada 7 Oktober lalu “berlebihan”. Biden dalam pertemuannya dengan Raja Yordania juga mengakui sejumlah besar warga sipil Palestina, termasuk wanita dan anak-anak, tewas di Jalur Gaza. Biden mengucapkan kata-kata ini ketika tekanan terhadapnya untuk mencoba melakukan gencatan senjata di Gaza semakin meningkat, dan dia sangat menyadari konsekuensi dari tekanan ini terhadap basis pemilihnya di kalangan pendukung Partai Demokrat.

Meskipun Amerika Serikat memberikan dukungan penuh dan komprehensif kepada rezim Zionis dan pemberian bantuan politik dan militer yang luas serta senjata kepada rezim ini selama perang Gaza, namun kini tindakan kriminal Israel terhadap Palestina, khususnya genosida terhadap rakyat tertindas di Gaza, di satu sisi dan keputusan Netanyahu dan kabinet keamanannya untuk melakukan serangan darat besar-besaran di Rafah dari sisi lin, yang tidak diragukan lagi akan menyebabkan salah satu bencana kemanusiaan terbesar di abad ke-21, telah menyebabkan sekutu barat Tel Aviv dan bahkan Washington menentang rencana tersebut.

Hal yang penting adalah bahwa mitra rezim Zionis di Eropa juga telah bergabung dengan AS dalam menentang serangan darat ke Rafah. Terkait hal ini, Josep Borrell, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, di sela-sela pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa menekankan bahwa 26 negara anggota Uni Eropa telah menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza. Dalam pernyataan tersebut, kecuali satu negara (Hongaria), yang didukung seluruh anggotanya, rezim Zionis diminta tidak menyerang kota perbatasan Rafah.

Selain itu, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva pada hari Minggu saat KTT Uni Afrika ke-37 di Addis Ababa, ibu kota Ethiopia, menuduh Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza dan menyamakan perang rezim ini di Gaza dengan tindakan Adolf Hitler untuk memusnahkan orang-orang Yahudi. Presiden Brasil menyatakan bahwa "ini bukanlah perang tentara melawan tentara", dan menambahkan, "Ini adalah perang antara tentara yang sangat siap dan wanita dan anak-anak."

Rezim Zionis, setelah operasi Badai al-Aqsa pada 7 Oktober 2023 melancarkan serangan udara dan laut besar-besaran ke Gaza yang kemudian disusul dengan serangan darat terhadap wilayah ini. Rezim ini yang gagal meraih tujuan yang diumumkannya dari serangan tersebut, yakni menghancurkan Hamas dan faksi muqawama Palestina lainnya, serta membebaskan para tahanan Zionis, serta hanya mampu memberi kerusakan luas dan parah terhadap Gaza, dan genosida terhadap warga tak berdaya Palestina ini, kini dengan alasan mencabut akar Hamas dan membebaskan tawanan Israel, berencana melancarkan serangan darat ke Rafah.

Mengingat kepadatan penduduk di Rafah akibat perpindahan sejumlah besar penduduk Gaza dari utara ke selatan kawasan ini akibat serangan Israel, tentu serangan darat yang dilakukan rezim Zionis dapat menimbulkan akibat yang sangat buruk, apalagi beberapa laporan menyebutkan bahwa Tel Aviv bertekad untuk mendeportasi penduduk Gaza ke gurun Sinai yang berbatasan dengan Gaza. Dengan cara ini, Netanyahu yakin bahwa ia akan menyelesaikan masalah Gaza dengan mendeportasi penduduknya dan menghancurkan kelompok perlawanan Palestina. Namun demikian peningkatan tekanan dan penentangan dunia terhadap rencana anti-kemanusiaan dan ilegal rezim Zionis, bahkan oleh mitra dan sekutunya, membuat pejabat Tel Aviv kesulitan menjalankan rencana ini. (MF)