Apr 27, 2024 19:13 Asia/Jakarta
  • Para Pedagang Senjata AS, Tak akan Biarkan Perang Berakhir

Di tengah kecamuk perang Vietnam, Juru bicara pemerintah Amerika Serikat, kala itu, Henry Kissinger, mengatakan, "Militer, dalam pengertian umum hanya akan dinyatakan sebagai pemenang jika memenangkan perang. Selain itu akan menjadi pecundang."

Sebaliknya para partisan hanya akan dinyatakan kalah jika mereka meninggalkan peperangan, selain itu berarti mereka menang.
 
Pernyataan yang seolah menyindir keputusasaan pasukan Amerika Serikat, dari para Vietcong itu, sekarang justru menjadi kode kemenangan mereka, yaitu pasukan AS, hari ini berperang dengan metode partisan.
 
Sekarang, setelah berlalu seabad sejak Perang Vietnam, Departemen Pertahanan AS, Pentagon, yang selama perang, kalah dalam menghadapi partisan-partisan Vietnam, pada akhirnya menemukan sebuah metode sederhana.
 
Metodenya adalah diam-diam, tanpa diketahui seorang pun, mengubah definisi kemenangan menjadi apa yang dipahami oleh para partisan, dan meyakini bahwa kalah dalam perang bisa terjadi hanya jika meninggalkan perang.
 
Dengan definisi ini, para komandan militer memerintahkan pasukannya untuk melancarkan perang-perang tak berujung dan tanpa akhir, pada saat yang sama terhindar secara signifikan dari pengawasan, dan pembatasan-pembatasan Kongres.
 
Pada tahun 2021, meski sudah menerapkan metode, dan strategi baru yang relatif kokoh, namun tetap saja AS, kalah dalam perang Afghanistan, pasalnya Taliban, menang dalam perang partisan.
 
Oleh karena itu, Pentagon, terpaksa menambahkan kekalahan ini ke dalam daftar panjang kekalahan destruktifnya setelah Perang Dunia II, yaitu Perang Vietnam, Laos, dan Kamboja, dan kemenangan-kemenangan yang tak diinginkan yaitu Grenada dan Panama.
 
Akan tetapi di tengah semua ini, tanpa diketahui publik, dan pengawasan Kongres, perang-perang tidak resmi, dan pertempuran-pertempuran proksi lain terus berlanjut.
 
Sebagai contoh, perang di Suriah, beberapa tahun lalu, invasi militer AS, di Irak, dari tahun 1990 atau 2003 dan 2014, tergantung bagaimana kita ingin menghitungnya, sampai sekarang masih berlanjut, serta perang AS di Somalia, dan pesisir pantai Afrika, yang berlangsung selama dua dekade.
 
Sekitar 24 tahun lalu, AS, bersama sekutu-sekutunya di NATO, melancarkan proyek pemboman Serbia yang menyebabkan negara ini terjerumus ke dalam perang Kosovo. Hari ini AS, masih tetap memasok tentara penjaga perdamaian di Kosovo.
 
Selain itu, sekitar 30.000 pasukan AS, sampai sekarang masih ditempatkan di Semenanjung Korea, pasalnya perdamaian sementara yang menghentikan perang tahun 1953 di wilayah itu, tidak pernah menjadi sebuah perjanjian damai.
 
Bahkan kekalahan AS, di Afghanistan, pada tahun 2021, juga bukan titik akhir cerita ini, pasalnya strategi kontra terorisme yang diterapkan Presiden Joe Biden, Over-the- Horizon, pada 2022 yang dimulai dengan serangan drone AS, ke pemimpin Al Qaeda, Ayman Al Zawahiri, sehingga membunuhnya, masih terus berlangsung di sana.
 
Mungkin saja Pentagon, tidak mampu meraih kemenangan dalam menghadapi para partisan di medan tempur, tapi metode perang asimetris yang dilancarkannya di beberapa lokasi dunia menyebabkan api perlawanan tetap hidup meski kecil, dan dalam kondisi semacam ini, anggaran militer Pentagon, alih-alih berkurang, malah terus bertambah. Ini adalah instrumen yang menakjubkan.
 
Dari sini kekalahan-kekalahan AS, dalam berbagai perang menjadi kemenangan-kemenangan spesial bagi para pejabat tinggi sipil, para jenderal, sekutu-sekutu mereka di industri, dan para pengekor lain kelompok ini. Sumber: Nick Turse, "The U.S. Military is Winning. No, Really, It Is!" (HS)