Jun 16, 2024 19:48 Asia/Jakarta
  • Apakah Dunia Tahan Hadapi Eropa yang Ekstrem dan Rasis?

Tehran, Parstoday - Dalam pemilu parlemen terbaru di negara-negara Eropa, kubu sayap kanan ekstrem berhasil melakukan lompatan besar, dan menarik simpati luas dari kalangan muda di beberapa negara kunci Benua Eropa.

Setelah pandemi Corona, perang Ukraina, dan krisis biaya hidup dunia, banyak pemuda di Benua Eropa, perlahan-lahan mengubah kecenderungannya ke arah partai-partai politik populis dan sayap kanan ekstrem.


Parpol-parpol sayap kanan ekstrem menjadikan kekhawatiran-kekhawatiran pemuda Eropa, setelah melalui berbagai krisis yang bertubi-tubi, sebagai pusat kampanye pemilunya.


Masalah ini pada akhirnya telah menciptakan lompatan besar bagi parpol-parpol populis, dan sayap kanan ekstrem dalam pemilu parlemen negara-negara Uni Eropa.


Para pengamat meyakini bahwa kemenangan relatif parpol-parpol sayap kanan disebabkan oleh kanal-kanal komunikasi seperti platform-platform, dan aplikasi-aplikasi berbagi video, juga media sosial, sebagai faktor utama keberhasilan dalam menjalin hubungan erat dengan kalangan muda.


Hasil sebuah jajak pendapat yang dikutip situs Euronews, menunjukkan dukungan terhadap parpol sayap kanan ekstrem, Alternative for Germany, yang menuntut pelarangan masuk imigran, mengalami peningkatan 11 persen di antara para pemuda berusia di bawah 25 tahun, sehingga menjadi 16 persen.


Perubahan pandangan kalangan muda Eropa, tersebut telah menyebabkan Partai Alternative for Germany, berhasil menduduki peringkat kedua dalam pemilu parlemen di Jerman.


Hasil pemilu parlemen Eropa, menunjukkan Partai Hijau Jerman, dalam pemilu parlemen negara ini hanya berhasil mengumpulkan 11 persen suara anak muda, dan angka ini menunjukkan penurunan 23 persen dibandingkan pemilu sebelumnya.

 

 

Berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan lembaga survei IPSOS, partai sayap kanan ekstrem National Rally (Barisan Nasional) Prancis, berhasil meraih 25 persen suara kaum muda berusia 18-24 tahun, dan angka ini 10 persen lebih besar dari putaran sebelumnya.


Di Polandia, dukungan terhadap konfederasi sayap kanan ekstrem dari pemilih muda berusia 18-29 tahun, mengalami peningkatan dari 18,5 persen, menjadi 30,1 persen, dan Gerakan sayap kanan ekstrem berubah menjadi pilihan pertama kalangan muda.


Penelitian terbaru terhadap para pemuda Jerman, menunjukkan, 57 persen dari mereka memperoleh informasi dan berita seputar politik dari media sosial. Sementara Kanselir Jerman, Olaf Scholz, sebagaimana banyak politisi tradisional lain yang dianggap bagian arus utama, baru bergabung dengan TikTok beberapa bulan lalu.


Di Spanyol, Luis Perez, dikenal sebagai seorang influencer di media sosial berhasil mendapatkan dukungan kaum muda negara itu sebanyak 6,7 persen setelah menggelar kampanye perang melawan pengungsian di akun Instagram dan Telegram.


Pada saat yang sama, partai sayap kanan ekstrem Spanyol, Vox, yang banyak beraktivitas di TikTok, berhasil meraup 12,4 persen suara anak muda yang berusia di bawah 25 tahun.


Kenyataan-kenyataan ini menunjukkan kepada kita bahwa masa depan dunia akan berhadapan dengan sebuah Eropa yang ekstrem, dan lebih condong ke rasisme. (HS)