Dampak Distorsi Media Global Merusak Citra Afrika
https://parstoday.ir/id/news/world-i176956-dampak_distorsi_media_global_merusak_citra_afrika
Afrika sejak lama menderita akibat stereotip negatif dalam media global. Stereotip ini menggambarkan benua tersebut sebagai tempat kemiskinan, korupsi, dan perang, yang membuat para investor enggan memasuki pasar Afrika.
(last modified 2025-09-18T07:54:19+00:00 )
Sep 15, 2025 10:25 Asia/Jakarta
  • Dampak Distorsi Media Global Merusak Citra Afrika

Afrika sejak lama menderita akibat stereotip negatif dalam media global. Stereotip ini menggambarkan benua tersebut sebagai tempat kemiskinan, korupsi, dan perang, yang membuat para investor enggan memasuki pasar Afrika.

Tehran, Pars Today- Abdulqader Mohammad Ali, seorang jurnalis dan analis politik spesialis urusan Afrika, dalam sebuah artikel di Al Jazeera menulis:
Afrika telah lama menjadi sasaran pencitraan negatif media Barat. Banyak peneliti menganggap sampul majalah ternama The Economist tanggal 13 Mei 2000 sebagai salah satu contoh mencolok dari pandangan negatif ini. Pada sampul tersebut, ditampilkan sebuah peta Afrika dengan latar belakang gelap, memperlihatkan seorang pria yang berjuang membawa senjata, dan di atas peta itu tertulis: “The Hopeless Continent!” (Benua yang Putus Asa!). Gambar ini mereduksi benua dengan populasi lebih dari satu setengah miliar orang di 54 negara beragam, menjadi hanya sebuah citra perang dan konflik.

Meskipun dua dekade telah berlalu sejak terbitnya sampul itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa stereotip negatif mengenai Afrika tetap ada di media Amerika dan global.

Salah satu alasan lain pencitraan negatif media tentang Afrika adalah fokus pada berita krisis. Banyak artikel media, seperti laporan yang dimuat dalam majalah dan surat kabar ternama, lebih menyoroti masalah dan kemiskinan di Afrika, sementara hanya sedikit yang menyinggung pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Afrika.

Kesalahpahaman lain adalah tentang iklim Afrika. Berdasarkan gambaran media, Afrika selalu panas atau hanyalah padang pasir luas, padahal benua ini memiliki iklim yang beragam, mulai dari hutan hujan, pegunungan, hingga sabana. Terdapat pula persepsi keliru bahwa Afrika tertinggal dari dunia lain dan tidak memiliki teknologi inovatif, padahal Afrika telah membuat kemajuan signifikan dalam inovasi, seperti robot pengatur lalu lintas di Kinshasa dan teknologi drone di Nigeria.

Pandangan keliru tentang Afrika juga menimbulkan biaya ekonomi besar. Hanan Morsy, Wakil Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi PBB untuk Afrika, menyatakan bahwa persepsi yang menyimpangkan ekonomi Afrika “memiliki biaya ekonomi nyata.” Distorsi ini tidak hanya membatasi pertumbuhan dan investasi, tetapi juga mempertahankan kemiskinan dan keterbelakangan di benua tersebut. Misalnya, stereotip dan persepsi negatif ini membuat para investor enggan memasuki pasar Afrika.

Studi Africa No Filter juga menunjukkan dampak wacana ini pada sektor-sektor seperti pariwisata dan bantuan. Wacana media yang terlalu negatif dapat menghalangi pengunjung maupun donatur, sehingga memperburuk masalah ekonomi Afrika. Namun, apa jalan keluar dari lingkaran setan ini? Afrika membutuhkan strategi media baru yang menampilkan realitas benua secara akurat dan positif serta menantang narasi-narasi keliru. Selain itu, perlu ada peningkatan transparansi data dan penilaian yang adil mengenai kondisi ekonomi Afrika.

Pada akhirnya, Afrika harus bergerak dari perspektif defensif menuju pendekatan proaktif yang membantu membentuk opini baru dan positif. Perubahan ini dapat menarik investasi dan mendorong pertumbuhan berkelanjutan di benua ini.(PH)