Ketika Konfrontasi Keamanan di Semenanjung Korea Semakin Meningkat
https://parstoday.ir/id/news/world-i179572-ketika_konfrontasi_keamanan_di_semenanjung_korea_semakin_meningkat
Pars Today - Sudah lebih dari tujuh dekade sejak kehadiran militer Amerika Serikat di wilayah Korea Selatan, tapi kali ini Seoul lebih serius untuk merebut kembali kendali atas “Komando Operasi pada Masa Perang” (OPCON) dari Washington. Jika terwujud, langkah ini membuka babak baru dalam kemandirian pertahanan nasional Korsel serta mendefinisikan ulang hubungan keamanan antara kedua sekutu lama ini.
(last modified 2025-11-04T08:19:40+00:00 )
Nov 04, 2025 15:17 Asia/Jakarta
  • Pete Hegseth dan Ahn Gyu-back
    Pete Hegseth dan Ahn Gyu-back

Pars Today - Sudah lebih dari tujuh dekade sejak kehadiran militer Amerika Serikat di wilayah Korea Selatan, tapi kali ini Seoul lebih serius untuk merebut kembali kendali atas “Komando Operasi pada Masa Perang” (OPCON) dari Washington. Jika terwujud, langkah ini membuka babak baru dalam kemandirian pertahanan nasional Korsel serta mendefinisikan ulang hubungan keamanan antara kedua sekutu lama ini.

Kunjungan Menteri Perang AS ke Seoul

Pete Hegseth, Menteri Perang Amerika Serikat, yang sebelumnya telah berkunjung ke Jepang, Malaysia, dan Vietnam dalam tur Asia-nya, tiba di Seoul pada hari Senin (03/11/2025). Kunjungan dua hari ini berlangsung di tengah upaya Korea Selatan mempercepat proses pengalihan komando operasi masa perang dari Washington.

Pada hari Selasa (04/11), Hegseth dijadwalkan bertemu dengan Ahn Gyu-back, Menteri Pertahanan Korea Selatan, dalam Pertemuan Konsultatif Keamanan ke-57 (SCM) di Seoul.

Menurut laporan Pars Today, agenda pertemuan ini mencakup peninjauan isu-isu utama dalam aliansi kedua negara, termasuk fleksibilitas strategis pasukan Amerika di Semenanjung Korea dan rencana pengambilalihan OPCON.

Berdasarkan laporan Yonhap, pemerintah Korea Selatan berkomitmen untuk menyelesaikan proses transfer komando secara penuh dalam masa jabatan Presiden Lee Jae-myung, yang berlangsung hingga tahun 2030.

Dari Ketergantungan Historis Menuju Kemandirian Militer

Pasca-Perang Korea (1950–1953), Washington dan Seoul menandatangani perjanjian pertahanan bersama yang memberikan kendali komando operasi militer masa perang kepada pasukan Amerika yang ditempatkan di Korea Selatan. Saat itu, kapasitas militer Seoul masih terbatas, dan kekuatan militer Pyongyang membuat kemandirian pertahanan Korea Selatan sulit dicapai.

Hingga kini, Komando Pasukan Gabungan (CFC) masih dipimpin oleh seorang jenderal Amerika, yang dianggap sebagai simbol ketergantungan keamanan Korea Selatan terhadap Amerika Serikat. Namun, pemerintahan Lee Jae-myung menyatakan bahwa Korea Selatan kini telah mencapai tingkat kemampuan militer yang memungkinkan pengambilalihan komando penuh dalam situasi perang.

Seoul Mendesak Peninjauan Ulang Kerja Sama Pertahanan

Bersamaan dengan kunjungan Menteri Pertahanan AS, agenda perundingan juga mencakup koordinasi kebijakan terhadap Korea Utara, strategi pencegahan, modernisasi armada angkatan laut, dan kerja sama teknologi militer canggih.

Sumber-sumber diplomatik menyebutkan bahwa Seoul berupaya memperkuat struktur komando independen tanpa mengorbankan aliansi strategis dengan Washington, agar dapat memainkan peran yang lebih aktif dalam menghadapi ancaman regional.

Pertemuan antara pejabat pertahanan AS dan Korea Selatan berlangsung di tengah meningkatnya ketegangan militer di Semenanjung Korea. Korea Utara terus mengembangkan program nuklir dan rudalnya, memperdalam kerja sama militer dengan Rusia, dan bulan lalu memperkenalkan rudal balistik antarbenua baru “Hwasong-20”, yang memicu kekhawatiran serius di Seoul dan Washington.

Dinamika antara Seoul, Washington, dan Beijing

Kunjungan Menteri Pertahanan AS ke Seoul merupakan bagian dari strategi baru Washington untuk memperluas kehadiran militer di kawasan Asia-Pasifik dan memperkuat aliansi dengan mitra utama seperti Jepang dan Vietnam.

Hegseth, usai pertemuan dengan pejabat Asia di Malaysia dan Vietnam, menyerukan peningkatan kerja sama militer dengan negara-negara Asia Tenggara, langkah yang oleh Beijing dipandang sebagai upaya untuk menahan pengaruh Tiongkok di kawasan.

Dalam konteks ini, Presiden Korea Selatan, di sela-sela KTT APEC, meminta kepada Donald Trump agar menyetujui pasokan bahan bakar nuklir untuk kapal selam konvensional Korea Selatan, sebuah langkah yang bertujuan mengurangi beban operasional pasukan Amerika sekaligus memperkuat kapasitas pertahanan nasional Seoul.

Masa Depan OPCON: Ujian Kepercayaan Antara Dua Sekutu

Para analis menilai bahwa pengambilalihan kendali komando operasi masa perang bukan hanya ujian terhadap kemampuan pertahanan Korea Selatan, tetapi juga tolok ukur kepercayaan Washington terhadap mitra Asia-nya.

Transfer ini membutuhkan koordinasi struktural, sistem komunikasi terpadu, latihan bersama, serta evaluasi menyeluruh atas kemampuan intelijen Seoul.

Sementara sebagian pejabat AS menekankan pentingnya mempertahankan kendali bersama untuk mencegah berkurangnya efek penangkalan terhadap Pyongyang, pemerintah Seoul memandang langkah ini sebagai bagian penting menuju kemandirian strategis dan nasional.

Menurut pengamat, apabila perundingan mendatang berhasil menghasilkan peta jalan yang jelas bagi pengalihan OPCON, maka hubungan militer Amerika Serikat dan Korea Selatan akan memasuki fase baru yang ditandai oleh kemitraan setara dan kerja sama strategis yang lebih seimbang.

Kesimpulan

Kunjungan Menteri Pertahanan AS ke Seoul dan pembahasan mengenai pengalihan Komando Operasi Masa Perang (OPCON) menandai tahap penting dalam hubungan keamanan kedua negara. Setelah lebih dari 70 tahun ketergantungan militer, Korea Selatan kini berusaha membangun identitas pertahanan yang lebih mandiri tanpa memutuskan aliansi lamanya dengan Amerika Serikat, sebuah langkah yang berpotensi mengubah lanskap keamanan di Semenanjung Korea dan keseimbangan kekuatan di Asia Timur.(sl)