Pembantaian Suku Maya di Guatemala dengan Keterlibatan Amerika Serikat
https://parstoday.ir/id/news/world-i181378-pembantaian_suku_maya_di_guatemala_dengan_keterlibatan_amerika_serikat
Amerika Serikat memainkan peran kunci dalam mendukung rezim militer yang represif dalam Perang Saudara Guatemala (1960–1996).
(last modified 2025-12-01T08:53:21+00:00 )
Des 01, 2025 15:07 Asia/Jakarta
  • Pembantaian Suku Maya di Guatemala dengan Keterlibatan Amerika Serikat

Amerika Serikat memainkan peran kunci dalam mendukung rezim militer yang represif dalam Perang Saudara Guatemala (1960–1996).

Tehran, Pars Today- Dukungan AS terhadap militer yang berkuasa di Guatemala mencakup pelatihan, persenjataan, dan dukungan politik, yang menyebabkan pembunuhan massal, terutama penduduk asli Maya, dan memicu salah satu perang saudara terpanjang dan paling berdarah di Amerika Latin.

Konteks Sejarah

Setelah kudeta tahun 1954 terhadap pemerintahan demokratis Jacobo Arbenz, militer yang didukung AS mengambil alih kekuasaan. Guatemala memasuki periode ketidakstabilan politik. Reformasi sosial dan ekonomi terhenti. Kondisi ini membuka jalan bagi pecahnya perang saudara pada tahun 1960, yang berlangsung selama 36 tahun.

Dalam beberapa dekade berikutnya, pemerintahan militer di Guatemala, dengan dukungan Washington, menekan oposisi. Perang tersebut berlangsung selama lebih dari tiga dekade dan berakhir dengan penandatanganan perjanjian damai pada tahun 1996. Menurut penelitian sebuah komisi pencari kebenaran, akar perang saudara Guatemala adalah budaya rasis para penguasa Hispanik dan kulit putih di negara tersebut.

Peran Langsung Amerika

- Amerika Serikat memfasilitasi kejahatan-kejahatan ini dengan memberikan pelatihan militer, persenjataan, dan dukungan intelijen kepada tentara Guatemala. Dalam konteks Perang Dingin, Washington mengaitkan setiap perlawanan dengan komunisme dan membenarkan penindasan terhadap penduduk asli. Dukungan ini memungkinkan rezim militer untuk menerapkan kebijakan genosida tanpa takut akan tekanan internasional.

- Dukungan militer: Amerika Serikat memberikan bantuan kepada pemerintahan militer Guatemala dari tahun 1962 hingga berakhirnya perang pada tahun 1996. Bantuan ini mencakup pengiriman senjata, peralatan, dan pelatihan untuk pasukan khusus. Banyak perwira tentara Guatemala dilatih di Akademi Militer AS di Panama dan kemudian di "Sekolah Amerika".

- Dukungan intelijen: CIA berpartisipasi dalam perancangan operasi kontrapemberontakan dan memberikan informasi yang diperlukan kepada tentara untuk menekan oposisi.

- Legitimasi politik: Dengan menuduh oposisi komunis, pemerintah AS membenarkan penindasan yang meluas dan membela rezim militer di tingkat internasional.

Kejahatan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Perang Saudara Guatemala ditandai dengan kekerasan yang meluas terhadap warga sipil. Perang ini terjadi di mana pasukan pemerintah, dengan bantuan penasihat militer Amerika dan dukungan CIA, membantai penduduk asli negara tersebut. Tentara dan milisi yang didukung AS melakukan kejahatan berikut:

- Pembantaian Suku Maya: Pembantaian Suku Maya selama Perang Saudara Guatemala merupakan salah satu contoh pelanggaran hak asasi manusia paling dahsyat di Amerika Latin. Amerika Serikat, dengan mendukung rezim militer Guatemala, secara tidak langsung berperan dalam genosida ini dan membuka jalan bagi pembunuhan massal penduduk asli. Suku Maya, yang tinggal di daerah pedesaan, menjadi sasaran utama penindasan ini karena mereka dicurigai bekerja sama dengan pemberontak sayap kiri.

Di daerah pedesaan, terutama di Segitiga Ixil, ribuan penduduk asli dibantai karena mendukung pemberontak. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi PBB melaporkan bahwa total 200.000 orang tewas di tangan pasukan pemerintah, 83 persen di antaranya adalah suku Maya dan 17 persen di antaranya adalah ras campuran. Pasukan pemerintah melakukan 629 pembantaian terhadap penduduk asli Maya dan ras campuran selama perang saudara, terutama antara tahun 1978 dan 1985.

Mayoritas korban adalah warga sipil, termasuk penduduk desa, pekerja, pengrajin, dan pelajar. Selama perang saudara ini, satu juta orang mengungsi di negara kecil Amerika Latin, Guatemala, dan lebih dari 200.000 orang mencari perlindungan di negara lain. Pembantaian penduduk asli Maya di Guatemala bukan hanya tragedi kemanusiaan, tetapi juga contoh nyata konsekuensi kebijakan intervensionis AS di Amerika Latin. Genosida ini meninggalkan luka yang mendalam bagi masyarakat Guatemala, yang dampaknya masih terlihat dalam kehidupan penduduk asli Maya.

Dimensi Genosida

- Pembantaian: Menurut Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi PBB, sekitar 166.000 penduduk asli Maya terbunuh atau hilang. Lebih dari 80% korban perang saudara adalah suku Maya.

- Metode Kekerasan: Tentara dan milisi menggunakan pembunuhan massal, penghilangan paksa, penyiksaan sistematis, dan kekerasan seksual terhadap warga sipil.

- Perusakan Desa: Ratusan desa di wilayah Maya, terutama di Segitiga Ixil, dihancurkan total untuk melenyapkan basis pemberontak potensial.

- Penghilangan Paksa: Ribuan aktivis politik, mahasiswa, dan intelektual diculik dan dihilangkan selama pemerintahan militer Guatemala dan perang saudara di negara tersebut karena menentang kebijakan pemerintah yang berkuasa atau karena diduga berkolaborasi dengan kelompok-kelompok kiri.

Dampak Sosial dan Ekonomi

- Kemiskinan dan Migrasi: Perang saudara menyebabkan jutaan orang meninggalkan rumah mereka dan bermigrasi ke negara-negara tetangga.

Ketidakpercayaan terhadap pemerintah: Dukungan AS terhadap rezim represif menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap lembaga pemerintah.

Ketimpangan ekonomi: Kebijakan ekonomi yang dipengaruhi AS, terutama dukungan terhadap perusahaan asing, memperburuk ketimpangan sosial.

Akhirnya, harus dikatakan bahwa intervensi langsung AS dalam perang saudara Guatemala tidak hanya memperpanjang perang, tetapi juga menyebabkan terjadinya kejahatan yang meluas terhadap warga sipil. Dukungan militer dan politik Washington terhadap rezim represif membuka jalan bagi pembantaian, penghilangan paksa, dan pelanggaran hak asasi manusia sistematis. Perang ini merupakan contoh nyata dari kebijakan intervensionis AS di Amerika Latin, yang konsekuensinya masih terasa di masyarakat Guatemala.(PH)