Apakah Dokumen Keamanan Nasional AS Jadi Titik Balik dalam Perbedaan Transatlantik?
https://parstoday.ir/id/news/world-i181896-apakah_dokumen_keamanan_nasional_as_jadi_titik_balik_dalam_perbedaan_transatlantik
Meningkatnya ketegangan dalam hubungan transatlantik menyusul dirilisnya Strategi Keamanan Nasional AS 2025 dan perselisihan mendalam mengenai perang di Ukraina telah menciptakan keretakan yang belum pernah terjadi sebelumnya antara Washington dan ibu kota Eropa.
(last modified 2025-12-09T09:47:37+00:00 )
Des 09, 2025 17:32 Asia/Jakarta
  • Apakah Dokumen Keamanan Nasional AS Jadi Titik Balik dalam Perbedaan Transatlantik?

Meningkatnya ketegangan dalam hubungan transatlantik menyusul dirilisnya Strategi Keamanan Nasional AS 2025 dan perselisihan mendalam mengenai perang di Ukraina telah menciptakan keretakan yang belum pernah terjadi sebelumnya antara Washington dan ibu kota Eropa.

Selama beberapa hari terakhir, hubungan antara Amerika Serikat dan Eropa, yang dibangun selama beberapa dekade di atas aliansi NATO dan kepentingan bersama, telah memasuki fase ketegangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perbedaan pendapat ini, yang berakar pada kebijakan pemerintahan Donald Trump, terutama berkisar pada isu perang di Ukraina dan mencapai puncaknya dengan diterbitkannya Strategi Keamanan Nasional AS 2025.

Dokumen yang diterbitkan pada 4 Desember 2025 tersebut tidak hanya menggambarkan Eropa sebagai kekuatan yang sedang menurun, tetapi juga melontarkan kritik tajam terhadap para pemimpin Eropa dan menawarkan saran untuk "menentang arah Eropa saat ini."

Perkembangan ini telah meningkatkan kekhawatiran di Brussels dan Washington serta mempertanyakan masa depan aliansi Barat tersebut.

Perang di Ukraina, yang dimulai pada Februari 2022, telah menjadi fokus utama dari perbedaan-perbedaan ini. Pemerintahan Trump, dengan slogan "America First", menekankan penyelesaian konflik dengan cepat dan telah mengajukan rencana perdamaian 28 poin yang dianggap menguntungkan Moskow oleh banyak pendukung Ukraina.

Menurut laporan yang diterbitkan pada November 2025, rencana tersebut mencakup pengakuan kendali Rusia atas Krimea, Luhansk, dan Donetsk, serta penarikan pasukan Ukraina dari sebagian wilayah Donetsk. Rencana tersebut juga mengusulkan pembatasan jumlah tentara Ukraina dan tidak adanya jaminan keamanan Barat bagi Kiev.

Rencana tersebut, yang tampaknya dikembangkan dalam perundingan langsung antara Washington dan Moskow di Alaska dan Jenewa, telah menuai reaksi keras dari Eropa. Para pemimpin Eropa, termasuk kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaia Kallas, telah menekankan bahwa rencana apa pun tanpa Ukraina dan Eropa akan "gagal".

Presiden Dewan Eropa, Antonio Costa, juga telah memperingatkan bahwa pendekatan tersebut merusak "perdamaian yang adil" dan membuat Eropa rentan terhadap ancaman Rusia di masa mendatang.

Eropa, yang telah mengirimkan miliaran euro bantuan militer dan keuangan ke Kiev sejak dimulainya perang Ukraina, menyebut rencana Amerika tersebut sebagai "daftar keinginan Kremlin". Pada November 2025, Inggris, Prancis, dan Jerman mengajukan rencana tandingan berisi 19 poin yang menekankan pemeliharaan garis depan saat ini, membangun kembali Ukraina dengan aset Rusia yang dibekukan, dan jaminan keamanan ala NATO.

Rencana tersebut, yang dibahas dalam perundingan Jenewa, merupakan upaya Eropa untuk mencegah "penyerahan penuh oleh Kiev". Namun, Washington telah menggagalkan upaya penggunaan aset Rusia untuk memberikan pinjaman kepada Ukraina.

Perbedaan pendapat tersebut telah menghambat perundingan damai Ukraina. Perpecahan ini semakin dalam dengan dirilisnya Strategi Keamanan Nasional AS 2025, yang berfungsi sebagai peta jalan kebijakan luar negeri Trump. Dokumen setebal 33 halaman tersebut memperkirakan Eropa akan menghadapi "kehancuran peradaban" akibat imigrasi, penyensoran kebebasan berbicara, dan penindasan gerakan anti-imigrasi, serta memperingatkan bahwa benua itu akan "tak dapat dikenali lagi dalam 20 tahun."

Dokumen keamanan nasional AS yang baru menekankan stabilitas strategis dengan Rusia dan mengkritik apa yang disebutnya sebagai "ekspektasi yang tidak realistis" Eropa atas kekalahan Rusia. Dokumen tersebut juga mengusulkan dukungan terhadap apa yang disebutnya "partai-partai patriotik Eropa" untuk mengubah arah Eropa, meskipun sebagian besar pemerintah Eropa menggambarkan partai-partai yang disebutkan dalam dokumen tersebut sebagai sayap kanan ekstrem.

Pendekatan tersebut, yang disebut Kremlin "sejalan dengan perspektif Rusia," telah membuat marah Brussels. Kanselir Jerman Friedrich Mertz menyebutnya sebagai campur tangan dalam urusan Eropa dan menekankan bahwa demokrasi dan hak-hak asasi manusia adalah nilai-nilai inti Eropa. Presiden Prancis Emmanuel Macron juga telah memperingatkan dalam komunikasi yang bocor bahwa kebijakan baru Washington membahayakan keamanan Eropa.

Kritik tersebut meluas melampaui Ukraina hingga ke isu-isu ekonomi dan ideologis. Trump, dengan fokus pada "Aneksasi Doktrin Monroe," telah menekankan dominasi Amerika di Belahan Barat dan berencana untuk mengurangi kehadiran militer di Eropa, yang saat ini berjumlah sekitar 85.000 tentara.

Di bidang perdagangan, tarif 25 persen AS untuk baja dan aluminium Eropa serta perselisihan mengenai Undang-Undang Layanan Digital (DSA) Uni Eropa telah meningkatkan ketegangan antara kedua belah pihak di Atlantik.

Perselisihan ini tidak hanya mengancam aliansi NATO, tetapi juga memaksa Eropa untuk memikirkan kembali strategi keamanannya. "Eropa harus memahami bahwa keamanannya bergantung pada Kiev dan tidak dapat bergantung pada Washington," kata Nathalie Tucci, direktur Institut Urusan Internasional Italia.

Meningkatkan anggaran pertahanan Eropa menjadi 5 persen dari PDB pada tahun 2035, dan usulan Zelensky untuk membentuk tentara Eropa, merupakan langkah ke arah tersebut. Namun, jika Trump terus mendorong rencana perdamaian, Eropa mungkin terpaksa terus berperang dengan Rusia sendirian; sebuah skenario yang akan menimbulkan kerugian besar bagi Uni Eropa maupun masing-masing negara Eropa.

Pada akhirnya, krisis ini merupakan ujian sesungguhnya bagi Barat. Mampukah Eropa mempertahankan persatuannya dan mencegah Ukraina menyerah? Atau akankah kebijakan "America First" menghancurkan jembatan yang telah menghubungkan kedua belah pihak di Atlantik selama beberapa dekade? Jawaban atas pertanyaan ini akan semakin jelas dalam beberapa hari mendatang, seiring dengan kemungkinan perundingan Zelensky-Trump dan reaksi Eropa terhadap dokumen keamanan nasional AS yang baru. Namun, yang pasti, hubungan transatlantik antara Amerika Serikat dan Eropa tidak akan lagi sama seperti sebelumnya.(PH)