Keretakan Hubungan Uni Eropa dan AS
(last modified 2017-02-18T07:38:49+00:00 )
Feb 18, 2017 14:38 Asia/Jakarta

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini mengatakan, Eropa dan Amerika Serikat terlibat perbedaan tajam mengenai perkembangan global. Dalam sebuah pernyataan Rabu lalu, ia memperkirakan perbedaan pandangan antara Eropa dan AS terkait berbagai isu akan semakin melebar.

Statemen Mogherini mengindikasikan dimulainya keretakan dalam hubungan Eropa dan AS pada era pemerintahan Donald Trump. Pada masa Perang Dingin, kedua pihak berada di satu blok Barat dan NATO juga dibentuk pada tahun 1949 atas dasar kepentingan keamanan bersama Trans-Atlantik.

Konvergensi politik dan keamanan Uni Eropa dan AS terus bertahan pasca Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet. NATO dengan meninggalkan filosofi kelahirannya, mulai melakukan ekspansi ke arah Timur yang berbatasan dengan Rusia.

Uni Eropa menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang sangat luas dengan AS. Pada masa pemerintahan Barack Obama, kedua pihak berupaya untuk memperluas hubungan ekonomi dengan menggelar beberapa putaran negosiasi demi meloloskan Perjanjian Perdagangan Bebas Kemitraan Trans-Pasifik (TPP).

Namun, kemesraan kedua pihak mulai terusik setelah Trump resmi dilantik sebagai Presiden AS. Ia tidak percaya dengan TPP dan dalam sebuah perintah eksekutif, membatalkan keanggotaan AS di perjanjian tersebut.

Langkah itu membuat negara-negara Eropa – yang ingin menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan AS – menyaksikan dirinya akan berhadapan dengan skenario yang sama.

Saat ini AS tercatat sebagai mitra dagang terbesar Uni Eropa dan janji-janji Trump untuk menerapkan kebijakan proteksionis telah meningkatkan kekhawatiran Eropa. Keputusan Trump juga memperbesar pesimisme tentang masa depan hubungan Eropa-AS.

Sejak Trump naik, pemerintah baru AS dan Uni Eropa saling melempar kritik terkait sejumah persoalan mulai dari Brexit sampai masa depan NATO dan perjanjian perdagangan bebas. Perseteruan ini sekarang telah memasuki babak baru setelah Parlemen Eropa menolak duta besar usulan Trump untuk organisasi tersebut.

Sebelum ini, Presiden Perancis Francois Hollande mengatakan tekanan Trump terhadap Eropa, tidak dapat diterima.

Arena perselisihan Uni Eropa dan AS sudah semakin melebar dan bahkan telah menyentuh NATO. Dalam hal ini, Mogherini menuturkan, "NATO tidak hanya batu pijakan keamanan Uni Eropa, tapi juga berbicara tentang keamanan AS. Oleh karena itu, saya yakin Presiden Trump akan berdiri di sisi Trans-Atlantik."

Namun, Trump justru meminta negara-negara Eropa anggota NATO untuk menyumbang lebih banyak untuk anggaran aliansi. Menteri Pertahanan AS James Mattis mengatakan, "Jika Anda tidak memenuhi komitmen anggaran sampai akhir 2017, AS juga akan mengubah komitmen dengan Anda."

Jika selama ini kritik para pemimpin Eropa hanya fokus pada kebijakan pemerintahan baru AS terhadap blok Eropa, tapi setelah Trump berkeinginan menjinakkan Eropa, maka mereka dituntut untuk mengambil tindakan dan sikap yang berbeda dalam merespon Trump.

Menurut salah satu petinggi Eropa, Trump sekarang mengadopsi kebijakan 'pecah dahulu kemudian kuasai' dalam berurusan dengan Uni Eropa. Oleh sebab itu, negara-negara Eropa tidak boleh terjebak dalam permainan Trump. (RM)

Tags