Bergolaknya Kembali Gerakan Black Lives Matter
Pembebasan seorang polisi oleh pengadilan di kota St. Louis di negara bagian Missouri, menuai protes ratusan aktivis yang turun ke jalan-jalan menuntut penegakan keadilan.
Demonstrasi di kota St. Louis merupakan contoh terbaru gerakan masyarakat yang dikenal dengan “Black Lives Matter”. Para demonstran mengecam putusan pengadilan yang membebaskan Jason Stockley, seorang polisi kulit putih, yang terlibat dalam pembunuhan terhadap Anthony Lamar Smith.
Meski telah menerima bukti-bukti kuat soal pembunuhan disengaja terhadap Lamar Smith, namun Stockley tetap dibebaskan dari hukuman pembunuhan kategori tingkat pertama. Sementara itu, jaksa penuntut mengajukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa polisi kulit putih tersebut untuk lari dari pengadilan dan mengelabuhi pengadilan, meletakkan senjata api di mobil korban.
Sebelumnya memang telah diperkirakan bahwa Stockley akan terancam hukuman penjara seumur hidup tanpa ampunan bersyarat. Namun yang lebih penting dari fenomena ini adalah bahwa pembebasan Stockley akan semakin membuka lebar pintu bagi aksi-aksi rasisme polisi kulit putih.
Telah selama beberapa tahun terakhir terjadi insiden seperti yang dialami Anthony Lamar Smith, yang juga telah mengundang protes luas. Akan tetapi, menyusul pembebasan para polisi pelaku kejahatan rasisme dalam banyak kasus tersebut, maka insiden rasisme seperti ini telah menjadi fenomena yang biasa di Amerika Serikat.
Berdasarkan penelitian oleh koran Huffington Post, warga kulit putih menjadi 21 persen korban penembakan polisi Ameirka Serikat. Mengingat Afro-American mencapai 13 persen dari total populasi Amerika Serikat, maka jumlah warga kulit hitam yang menjadi korban brutalitas polisi lebih banyak dari angka warga kulit putih.
Menyusul gelombang protes “Black Lives Matter”, terjadi banyak bentrokan di berbagiai kota dan negara bagian di Amerika Serikat. Saat ini muncul kekhawatiran pecahnya protes meluas dan bentrokan antara warga dan aparat keamanan menyusul keputusan pengadilan membebaskan polisi pembunuh warga kulit hitam di St. Louis.
Lembaga Brookings dalam hasil risetnya menyebutkan, dua kali lipat jumlah warga kulit hitam yang menjadi korban kekerasan bersenjata di Amerika Serikat dibandingkan warga kulit putih, menunjukkan diskriminasi ras dan ketidakadilan sosial negara ini.
Kehawatiran ini meningkat di saat masyarakat Amerika Serikat masih merasakan dampak ketegangan yang muncul akibat peristiwa rasisme di kota Charlottesville, serta reaksi kontradiktif Presiden AS, Donald Trump di hadapan peristiwa tersebut. Banyak pengamat berpendapat bahwa sikap Trump menyangkut kasus ini semakin melegakan kelompok pro-rasisme dan juga mendorong polisi rasis di Amerika Serikat untuk lebih tenang dalam melakukan aksi-aksi seperti yang dilakukan oleh Jason Stockley.(MZ)