Pelanggaran Kebebasan di AS
Langkah AS menetapkan Russia Today di negara ini sebagai bagian dari jaringan spionase Rusia terhadap AS memicu protes luas dari berbagai kalangan.
Mantan Duta Besar Rusia di AS, Sergey Kislyak menyebut langkah tersebut sebagai tindakan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Ditegaskannya, Sangat memalukan jika negara seperti AS yang mengklaim sebagai negara pengusung kebebasan dan kebebasan pers melakukan aksi itu.
Kislyak mengungkapkan bahwa Russia Today (RT) menghadapi tekanan dari pemerintah AS karena melaporkan secara kritis berbagai peristiwa dan kondisi global yang terjadi di berbagai negara dunia, termasuk di AS secara kritis.
Menurut analis politik, laporan dinas intelejen AS mengenai tingkat pengaruh jaringan media independen di AS, termasuk Russia Today merupakan bagian dari kebijakan konfrontatif Washington terhadap Moskow. Mereka memandang, Russia Today mampu menangkal media Barat yang melancarkan perang urat syaraf, sekaligus berhasil melumpuhkan propaganda jaringan media anglo-zionis. Bahkan, saking seriusnya masalah ini, media Politico menyebut Rusia memasuki perang intelejen dengan AS.
Ketika RT berhasil membongkar sebuah realitas yang selama ini ditutup-tutupi di AS, dan berpengaruh di AS, maka media Rusia ini berperan sebagai kekuatan media dalam perang intelejen dengan Barat.
Margarita Simonyan, pemred televisi Russia Today berkata, "Ketika pemirsa kita semakin bertambah banyak, maka para pesaing semakin khawatir, dan mereka memutuskan untuk menghapus kami. Bahkan, mereka menekan masyarakat supaya tidak menerima wawancara dengan kami. Ketika tekanan tersebut tidak membuahkan hasil, maka mereka memutuskan akan menghilangkan Russia Today".
Realitasnya, pemerintah AS tidak hanya menekan media asing independen seperti Russia Today yang beroperasi di negara itu. Tapi juga menyasar para jurnalis, produser dan sutradara film yang menghasilkan produk mengenai realitas sebenarnya yang terjadi di AS. Art Olivier, produser film terkemuka AS, Operation Terror mengatakan dirinya tidak dizinkan untuk menayangkan film di seluruh penjuru negaranya karena mengungkapkan realitas sejati yang terjadi pada peristiwa 11 September 2001.
Laporan wartawan lintas batas menunjukkan bahwa AS berada di posisi 41 negara pelanggar hak kebebasan pers di dunia. Ironisnya, AS saat ini justru mengkhawatirkan pelanggaran kebebasan di negara lain. Kini, di Era Trump pelanggaran tersebut kian hari semakin meningkat melebihi sebelumnya.