Friksi dalam Uni Eropa Menyikapi Masalah Venezuela
Uni Eropa telah mengambil sikap menentang Nicolas Maduro, Presiden Venezuela sejak semakin intensifnya krisis politik di Venezuela, sejalan dengan Amerika Serikat. Setelah Juan Guaido, Ketua Kongres Nasional Venezuela yang dilengserkan hari Rabu (23/01) mengangkat dirinya sebagai presiden sementara lalu kemudian mengucapkan sumpah jabatan, ucapan selamat mengalir dari kebanyakan negara-negara anggota Uni Eropa dan mendukungnya.
Sementara itu, sekarang ini mulai muncul friksi di Uni Eropa tentang bagaimana menghadapi krisis politik di Venezuela. Dalam hal ini, Italia telah menentang pernyataan Uni Eropa yang mengakui pemimpin oposisi Venezuela sebagai "presiden" negara itu. Italia, dalam pertemuan informal menteri-menteri luar negeri Uni Eropa yang telah diadakan di Bucharest, ibukota Rumania dari 31 Januari hingga 1 Februari, memveto pernyataan UE yang mengakui Juan Guaido sebagai Presiden Venezuela. Roma secara resmi belum mengkonfirmasi informasi ini, namun sebelumnya, wakil menteri luar negeri Italia mengatakan bahwa negaranya tidak akan mengakui Juan Guaido sebagai Presiden Venezuela.
Negara-negara Eropa baru-baru ini menetapkan batas waktu bagi Venezuela untuk mengadakan pemilihan presiden. Perancis dan beberapa negara anggota UE lainnya memperingatkan Maduro pada hari Sabtu (02/02) bahwa ia akan mengakui Guaido sebagai presiden jika ia tidak mengumumkan pemilu dini di Venezuela hingga akhir hari Ahad (03/02). Namun, Maduro secara eksplisit menolak tenggat waktu ini dan menekankan bahwa Venezuela siap untuk membela diri dari segala bentuk intervensi asing.
Sekaitan dengan tekanan negara-negara Eropa untuk menyelenggarakan pemilu dini presiden, Maduro mengatakan, "Mengapa Uni Eropa meminta negara yang telah melakukan pemilu presiden untuk mengulanginya? Karena sekutu sayap kanan mereka tidak menang dalam pemilu sebelumnya."
Inggris, Spanyol, Perancis dan Swedia dalam aksi intervensif mengakui Guaido sebagai "presiden sementara" negara ini. Rusia menanggapi tindakan ini dengan negatif. Kremlin hari Senin (04/02) menyatakan bahwa solusi di Venezuela hanya akan dilakukan oleh rakyat negara ini dan mengritik "intervensi" negara-negara Eropa di Venezuela.
Dmitry Peskov, Juru Bicara Kremlin mengatakan, "Upaya untuk melegitimasi tindakan demi merebut kekuasaan di Venezuela adalah intervensi langsung urusan dalam negeri sebuah negara."
Kebersamaan Eropa dengan Amerika Serikat dalam memberikan tekanan pada pemerintah sayap kiri Venezuela dan Nicolas Maduro, presiden yang sah dari negara ini, mengingatkan kita akan kebersamaan beberapa negara Eropa dengan Amerika Serikat dalam krisis Suriah. Perancis dan Inggris sejak 2011 meluncurkan kerusuhan di Suriah dalam usaha bersama dengan Amerika Serikat dan beberapa negara Arab untuk melakukan upaya besar-besaran demi menggulingkan pemerintah Suriah dan Presiden Bashar al-Assad dengan memberikan bantuan luas kepada kelompok-kelompok teroris, tetapi pada akhirnya gagal.
Sekarang mengulangi pengalaman yang sama di Venezuela dengan mengabaikan pemerintah dan presidennya yang sah lalu mengakui Guaido dan pemimpin oposisi sebagai Presiden Venezuela. Tindakan Eropa ini bukan hanya campur tangan yang jelas dan ilegal dalam urusan dalam negeri Venezuela, tapi juga itu adalah tindakan yang bertentangan dengan kehendak rakyat Amerika Latin.
Sekarang Barat, baik Amerika Serikat dan Eropa, sedang bekerja untuk memenuhi keinginan dan tujuan mereka untuk memaksa Guaido kepada Venezuela dengan tekanan politik, ekonomi dan bahkan militer. Namun, veto Italia terhadap keputusan Uni Eropa menunjukkan perbedaan yang mendalam di lembaga Eropa ini dan perselisihan lain antara negara-negara anggotanya.