Kunjungan El Sisi ke Prancis dan Pengabaian Pelanggaran HAM oleh Paris
Dalam beberapa hari terakhir kunjungan Presiden Mesir Abdel Fattah El Sisi ke Prancis dan pertemuannya dengan Presiden Emmanuel Macron telah membangkitkan kemarahan pendukung Hak Asasi Manusia (HAM).
Sekaitan dengan ini ratusan warga Prancis seraya menggelar konsentrasi di depan gedung Parlemen, mengecam kunjungan El Sisi ke Paris dan menekankan presiden Mesir ini bertanggung jawab atas pelanggaran HAM dan penumpasan sadis kubu oposisi pemerintah.
Kunjungan ini digelar ketika sikap kontradiktif petinggi Prancis khususnya selama beberapa bulan terakhir ramai mendapat sorotan media. Petinggi Prancis selama bertahun-tahun dan dengan klaim menghormati kebebasan, demokrasi dan mendukung HAM, telah membuat menderita banyak negara dan bahkan tak segan-segan menjatuhkan sanksi dan memutus hubungan dengan sejumlah negara dengan alasan pelanggaran HAM.
Seperti dalam beberapa bulan terakhir terkait protes terhadap Belarus, negara-negara Eropa khususnya Prancis memilih sikap keras dan pedas serta menjatuhkan sanksi terhadap negara ini dengan alasan pelanggaran HAM. Sikap seperti ini diambil ketika Muslim Prancis selama beberapa bulan terakhir mendapat tekanan keras dan kesucian mereka dilecehkan serta petinggi Prancis khususnya Macron membela sikap ini dengan dalih membela kekebasan berekspresi dan HAM.
Kini terkait Mesir, meski El Sisi menuai protes luas dari berbagia organisasi dan aktivis HAM baik di dalam negeri maupun internasional karena melakukan penumpasan besar-besaran terhadap oposisi termasuk kelompok Ikhawanul Muslimin, ia disambut hangat oleh Macron. Pemerintah Prancis bukan saja berjanji bekerja sam adengan Mesir, bahkan mencantumkan rencana penjualan senjata kepada Kairo. Hal ini semakin membangkitkan kemarahan berbagai organisasi Hak Asasi Manusia.
Antoine Madeleine, salah satu pejabat asosiasi internasional HAM sekaitan dengan ini mengatakan, “Berbagai laporan menunjukkan bahwa senjata Prancis dijual ke Kairo dimanfaatkan secara luas oleh petinggi Mesir untuk menumpas para demonstran.”
Bukan saja Prancis tapi negara Eropa lainnya menunjukkan standar ganda di ucapan dan praktik terkait wacana HAM dan slogan demokrasi. Faktanya kepentingan dagang dan ekonomi negara Barat lebih didahulukan dari isu apapun, seperti para pemimpin Barat termasuk Amerika dan Prancis selama beberapa tahun terakhir senantiasa menjadi penjamin senjata bagi para rezim pelanggar HAM.
Misalnya di perang Yaman, AS dan sekutunya menjual miliaran dolar senjata kepada anggota Koalisi Saudi termasuk Arab Saudi sendiri dan Uni Emirat Arab (UEA). Padahal banyak organisasi dan lembaga internasional termasuk Oxfam, Amnesty Internasional dan organisasi lainnya sampai saat ini berulang kali meminta Amerika dan sekutunya menghentikan penjualan senjata kepada Arab Saudi dan pihak-pihak yang tengah berperang di Yaman.
Menurut laporan internasional, termasuk laporan Lembaga Penelitian Perdamaian Frankfurt (HSFK) ketika menurut tolok ukur Uni Eropa para penerima senjata harus menghormati HAM dan hukum internasional dan menjaga perdamaian serta stabilitas, negara-negara Eropa saling bersaing dalam menjual senjata kepada negara-negara pelanggar HAM.
Kini presiden Prancis tengah menggelar karpet merah bagi El Sisi ketika lebih dari 60 ribu tahanan politik dan agama mendekam di penjara-penjara Mesir serta banyak kelompok HAM yang memperingatkan ketidakpedulian pemerintah Kairo terhadap hak-hak tahanan ini.
Meski demikian sepertinya Macron kali ini juga menginjak-injak dan mengabaikan klaim palsu membela HAM dan mengorbankannya demi penjualan senjata dan kepentingan ekonomi. Ia tanpa malu-malu menyatakan, Prancis akan menjual senjata kepada Mesir terlepas dari kondisi HAM di Kairo. (MF)