Tren yang Berkembang Mengurangi Ketergantungan pada Dolar
(last modified Sat, 26 Dec 2020 10:26:29 GMT )
Des 26, 2020 17:26 Asia/Jakarta
  • Dolar
    Dolar

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan pada hari Jumat (25/12/2020) bahwa tidak hanya negara-negara yang terkena sanksi oleh Amerika Serikat, tetapi juga negara-negara Eropa sedang mencari kesempatan untuk melepaskan diri dari peran dolar karena penyalahgunaan perannya oleh Washington.

Lavrov menekankan bahwa tidak hanya Rusia, Cina, Iran dan anggota Organisasi Kerjasama Shanghai yang semakin tertarik pada mekanisme yang bergantung pada mata uang nasional untuk menyelesaikan rekening perdagangan dan investasi.Saat ini di Eropa, terutama dengan posisi euro yang sangat menguntungkan, mereka berpikir tentang bagaimana keluar dari ketergantungan pada dolar.

Sergei Lavrov, Menteri Luar Negeri Rusia

Pernyataan Lavrov sebenarnya didasarkan pada dua fakta. Fakta pertama adalah terus menurunnya pangsa dolar dalam perdagangan internasional dan juga sebagai salah satu cadangan devisa dunia. Data IMF menunjukkan bahwa bagian dolar dari cadangan devisa dunia turun lagi pada kuartal ketiga tahun 2020. Porsi cadangan devisa dolar AS yang dilaporkan ke Dana Moneter Internasional turun menjadi 60,4 persen pada kuartal ketiga, padahal di kuartal ketiga masih berada di angka 61,2.

Fakta kedua adalah konsensus global tentang perlunya mencegah AS terus menggunakan dolar sebagai alat dalam melakukan tekanan ekonomi, perdagangan, dan keuangan terhadap negara lain, terutama yang menentang atau menyaingi Washington.

Menurut Mark Carney, mantan Gubernur Bank of England, dominasi dolar atas sistem keuangan dunia telah meningkatkan kerentanan negara-negara terhadap suku bunga rendah dan pertumbuhan AS yang lemah.

Amerika Serikat telah berulang kali mengeksploitasi ketergantungan berbagai perusahaan, bank, dan sistem keuangan internasional pada dolar sebagai pengaruh untuk memaksa pihak lain mematuhi negara ini atau mencegah mereka menjalankan kebijakan dan tindakan yang tidak sesuai dengan keinginan Washington, khususnya Cina dan Rusia sebagai dua kekuatan besar, telah menghadapi dilema ini dalam beberapa tahun terakhir.

Mengingat perang dagang AS dengan Cina sejak 2018 dan upaya Washington yang semakin meningkat untuk menekan Beijing menggunakan instrumen keuangan, terutama dolar, serta pengenaan sanksi ekstensif terhadap Rusia berdasarkan CAATSA Act, serta sanksi lainnya, Beijing dan Moskow sampai pada kesimpulan bahwa mereka harus mengambil langkah-langkah efektif untuk mengurangi ketergantungan sektor ekonomi dan keuangan mereka pada dolar.

Tentu saja, sanksi AS terhadap negara-negara seperti Iran, Venezuela, dan Turki telah membuat mereka mengambil sikap serupa. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, misalnya, baru-baru ini mengumumkan bahwa negara-negara Islam harus mengurangi ketergantungan mereka pada dolar dalam perdagangan. Ia percaya bahwa alih-alih menggunakan mata uang asing, lebih baik negara-negara tersebut berbisnis dengan menggunakan mata uang nasionalnya.

Cina dan Rusia mulai meninggalkan dolar

Dengan mencermati pendekatan AS, dunia sekarang secara bertahap menyaksikan pembentukan perlawanan terhadap kebijakan dan tindakan Washington, serta upaya berkelanjutan untuk menghilangkan dolar sebagai mata uang internasional yang dominan. Untuk mengurangi dampak dari tindakan bermusuhan Washington, sejumlah besar negara telah berupaya untuk membangun sistem pembayaran yang tidak bergantung pada dolar, mengecualikan dolar dari perdagangan, dan menggunakan mata uang lain atau mata uang nasional mereka sendiri.

Poin pentingnya adalah bahwa penyalahgunaan dolar AS untuk memukul negara lain, meskipun mungkin mencapai tujuan Washington dalam jangka pendek, namun desakan jangka panjang atas kebijakan ini pada akhirnya akan merugikan Amerika Serikat.