Amerika Tinjauan dari Dalam, 1 Mei 2021
(last modified Sat, 01 May 2021 13:17:11 GMT )
May 01, 2021 20:17 Asia/Jakarta
  • Pertemuan Komisi Bersama JCPOA di Wina.
    Pertemuan Komisi Bersama JCPOA di Wina.

Perkembangan di Amerika Serikat (AS) selama sepekan terakhir diwarnai dengan beberapa isu penting termasuk pernyataan seorang pejabat AS tentang kecil kemungkinan adanya pencapaian kesepakatan dalam perundingan nuklir di Wina.

Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan mengatakan kesepakatan tentang Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) kecil kemungkinan akan dicapai dalam beberapa minggu mendatang.

Iran dan kelompok 4+1 telah memulai perundingan di Wina untuk menghidupkan kembali JCPOA sejak beberapa minggu lalu. Secara bersamaan, kelompok 4+1 juga mengadakan pembicaraan dengan perwakilan pemerintah AS.

"Kami telah melihat kesediaan semua pihak, termasuk Iran untuk berbicara secara serius, tetapi masih belum pasti apakah ini akan berujung pada kesepakatan di Wina dalam minggu-minggu mendatang," kata Sullivan pada Jumat (30/4/2021) seperti dikutip laman Klub Jurnalis Muda Iran (YJC).

Pihak-pihak yang terlibat dalam perundingan Wina optimis dengan kemajuan yang dicapai, tetapi mereka menekankan bahwa masih butuh waktu lama untuk mencapai kesepakatan yang diinginkan.

Pada Mei 2018, Presiden AS waktu itu, Donald Trump mengumumkan penarikan sepihak AS dari perjanjian nuklir dengan Iran dan kemudian mengembalikan sanksi nuklir serta menerapkan sanksi tambahan terhadap Tehran.

Presiden AS saat ini, Joe Biden menyatakan minatnya untuk bergabung kembali dengan JCPOA, tetapi ia belum mengambil tindakan praktis ke arah sana.

Presiden AS Joe Biden

Pidato Pertama Biden di Kongres AS

Presiden Amerika Serikat Joe Biden, kembali mengulangi klaimnya tentang program nuklir Iran.

Biden dalam pidato pertamanya di Kongres AS, Kamis (29/4/2021), bersumpah akan melakukan diplomasi untuk menangani program nukli Iran dan Korea Utara.

"Kami akan bekerja sama dengan sekutu kami untuk mengatasi ancaman yang ditimbulkan oleh kedua negara ini melalui diplomasi dan pencegahan keras," kata Biden seperti dilansir kantor berita IRNA.

Namun, ia sama sekali tidak menyinggung tentang keputusan sepihak AS meninggalkan kesepakatan nuklir dengan Iran.

Di era pemerintahan Donald Trump, AS keluar dari kesepakatan nuklir dan menerapkan kebijakan tekanan maksimum terhadap Iran.

Biden mengkritik kebijakan pendahulunya terhadap Iran, tetapi mengatakan masalah kembalinya AS ke dalam kesepakatan nuklir bergantung pada langkah-langkah Iran.

Dia berjanji akan mengembalikan AS ke dalam kesepakatan nuklir jika Iran melaksanakan ketentuan kesepakatan secara penuh. Padahal, AS telah melanggar komitmen kesepakatan dan keluar secara sepihak.

Republik Islam Iran menekankan bahwa pihaknya akan memenuhi kembali komitmen kesepakatan nuklir jika AS mencabut semua sanksi, dan pencabutan sanksi ini juga harus diverifikasi oleh Iran.

Penolakan atas Rencana Ekonomi dan Sosial Biden

Dalam pidato pertamanya pada hari Kamis (29/04/2021) pada sesi gabungan DPR dan Senat di Kongres, Presiden AS Joe Biden menguraikan proposal komprehensif untuk menciptakan lapangan kerja, pendidikan dan kesejahteraan sosial.

Dalam pidatonya yang menandai hari ke-100 masa jabatannya, Biden mencoba menampilkan citra positif dari rencananya yang bernilai sekitar $ 4 triliun.

Biden berusaha menarik perhatian publik pada dua rangkaian yang sangat besar; rencana tenaga kerja dan rencana keluarga. Kedua rencana ini, jika akhirnya disetujui oleh Kongres, akan mencakup reformasi paling komprehensif dalam sistem jaminan sosial sejak 1960-an.

Gedung Putih telah mengumumkan bahwa pendanaan untuk kedua proyek tersebut akan "sepenuhnya" didanai dengan menaikkan pajak pada bagian masyarakat terkaya dan perusaahaan-perusahaan besar.

Rencana Keluarga Amerika menelan biaya $ 1,8 triliun. Demokrat berharap bantuan itu menjadi program permanen.

Biden juga memuji rencana ketenagakerjaan AS senilai $ 2,3 triliun, yang dipandang sebagai rencana untuk memodernisasi infrastruktur AS, mempromosikan energi bersih, dan mengatasi ketidaksetaraan rasial.

Pasar saham bereaksi negatif terhadap rencana Biden, dan minggu lalu rilis laporan tentang rencana pemerintah untuk menaikkan pajak keuntungan modal (capital gain) menyebabkan pasar-pasar saham runtuh.

Biden juga menandatangani bailout $ 1,9 triliun AS bulan lalu untuk mengatasi konsekuensi ekonomi dari epidemi Corona. Secara total, dia berencana menghabiskan sekitar $ 6 triliun untuk menghidupkan kembali ekonomi dan masyarakat AS.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden (tengah)

Terlepas dari janji Biden tentang efek positif dari dua rencana tersebut terhadap ekonomi dan masyarakat Amerika, tetapi ada penentangan keras dari Partai Republik. Namun mengingat bahwa Partai Demokrat sekarang memiliki kendali atas DPR dan Senat, sekalipun tidak besara, partai tersebut akan dapat mengesahkan RUU Biden tanpa bantuan dari Partai Republik.

Beberapa senator AS, mengingatkan pernyataan Biden tentang penyatuan semua kelompok dan partai di bawah bendera Amerika Serikat, mengklaim bahwa tindakan Biden berlawanan arah dengan ucapannya sendiri.

Senator Mitch McConnell, pemimpin Senat Republik mengatakan, "Presiden Biden dulunya adalah seorang moderat selama kampanye pemilu, tetapi sulit untuk menunjukkan tindakan apapun sejauh ini yang menunjukkan tanda-tanda moderasi."

Beberapa anggota kongres percaya Biden adalah presiden paling radikal di Amerika Serikat. Partai Republik meminta pengesahan RUU Biden, seperti melawan efek Corona di Kongres tanpa suara dukungan dari mereka sebagai alasan dalam hal ini.

Anggota parlemen dari kubu Republik mengklaimbahwa  rencana besar Biden hanya membuang-buang uang karena Amerika Serikat tidak perlu lagi menambah utangnya.

Sumber utama pendanaan untuk dua proyek senilai $ 4 triliun, serta dampak Corona adalah menaikkan pajak orang-orang kaya dan -perusahaan-perusahaan besar, yang menurut Partai Republik akan secara efektif mengurangi investasi mereka bagi perekonomia AS yang berujung pada pengurangan lapangan kerja.

Alasan mantan Presiden AS Trump untuk pemotongan pajak pada orang kaya dan perusahaan besar adalah bahwa alih-alih membayar pajak, mereka justru akan menyuntikkan sumber daya keuangan ke dalam ekonomi AS, dan meningkatkan lapangan kerja.

Motivasi utama Partai Republik untuk mengekspresikan penentangan mereka tampaknya lebih banyak perlawanan politik di Kongres melawan Demokrat dan menunjukkan bahwa meskipun minoritas mereka di kedua majelis Kongres AS, mereka memiliki kekuatan dan dukungan untuk mencegah berbagai rencana Presiden Demokrat Amerika Serikat.

Peta proyek One Belt One Road (OBOR)

AS Alokasikan Dana untuk Gagalkan Proyek OBOR Cina

Amerika Serikat telah mengalokasikan anggaran 300 juta dolar untuk menjegal proyek Cina, One Belt One Road (OBOR).

Seperti dilaporkan China Radio International, Selasa (27/4/2021), AS mengalokasikan 300 juta dolar per tahun untuk menggagalkan proyek OBOR.

Anggaran ini disetujui oleh Dewan Hubungan Luar Negeri Senat AS dengan tujuan melawan Cina di sektor strategis, ekonomi, dan diplomatik. Dengan anggaran ini, Washington berusaha mencegah pengaruh global Beijing.

Proyek OBOR adalah sebuah program investasi di sektor infrastruktur ekonomi yang melibatkan lebih dari 60 negara. Inisiatif ini diperkenalkan oleh Presiden Cina Xi Jinping pada 2013 dengan nilai awal investasi lebih dari satu triliun dolar.

Pentagon Anggarkan 18 Miliar Dolar untuk Lawan Rudal Iran

Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Pentagon bermaksud menganggarkan sekitar 18 miliar dolar untuk membeli alutsista baru guna menghadapi rudal-rudal yang mungkin ditembakkan oleh Iran dan Korea Utara.

Situs Bloomberg, Selasa (27/4/2021) menulis, anak perusahaan Lockheed Martin, dan Northrop Grumman akan menerima dana 13,1 miliar dolar untuk tahap pengembangan generasi pencegat baru atau Next Generation Interceptor. Persaingan keduanya akan dipusatkan pada "kajian desain akurat" yang berujung dengan produksi 31 pencegat baru, 10 di antaranya untuk uji coba.

Pentagon memprediksi, tahap produksi akan menghabiskan dana sekitar 2,3 miliar dolar, dan dukungan jangka panjang secara keseluruhan akan memakan dana sampai 2,3 miliar dolar.

Menurut Dephan AS, interseptor-interseptor ini didesain untuk mendeteksi dan menghancurkan rudal-rudal yang ditembakkan oleh musuh seperti Korea Utara atau Iran. Pencegat tersebut dipasang pada rudal-rudal yang ditempatkan di Alaska.

Pentagon memperkirakan 31 interseptor ini masing-masing dipatok dengan harga sekitar 498 juta dolar.

Rudal AS

Juru bicara Departemen Pertahanan Amerika Serikat, Pentagon, Selasa (27/4/2021) dinihari kembali mengulang klaim tak berdasar terkait apa yang disebutnya sebagai “ancaman Iran”.

John Kirby, seperti dikutip Fars News, dalam jumpa persnya menuturkan, “Melawan ancaman-ancaman Iran di laut dan dukungan negara itu atas jaringan teroris serta berlanjutnya pengembangan dan produksi rudal balistik, merupakan keharusan bagi keamanan nasional kami.”

Terkait sabotase terbaru rezim Zionis Israel di situs nuklir Iran, John Kirby menjelaskan, “Saya bukan juru bicara militer negara lain, dan tentang apa yang mereka lakukan, atau apa yang tidak mereka lakukan, saya tidak akan berkomentar.”

Ia menambahkan, “Kepentingan kami adalah, kami harus yakin keamanan nasional AS di Asia Barat terjaga, dan aman, hal itu mencakup keterjagaan dari ancaman-ancaman Iran di kawasan.”

Sementara itu, Direktur Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat, DIA, Letjen Scott D. Berrier mengatakan, Iran merupakan faktor negara paling utama yang mengancam kepentingan Washington di kawasan Asia Barat (Timur Tengah).

Letjen Scott D. Berrier, Kamis (29/4/2021) di hadapan Komite Angkatan Bersenjata Senat AS menuturkan, "Iran dikarenakan kemampuan militer canggih yang dimilikinya, jaringan luas proksi, dan keinginan menyerang AS serta sekutunya secara militer, ia menjadi faktor negara paling utama yang mengancam kepentingan AS di kawasan Timur Tengah."

Menurut Scott Berrier, sepertinya target strategis keamanan nasional Iran adalah menjaga kelanggengan pemerintahan ulama, menjaga stabilitas dalam negeri, memperkuat posisi sebagai sebuah kekuatan unggul regional, dan akses ke kesejahteraan ekonomi.

"Iran mengerahkan kekuatan diplomasi, militer dan keamanan secara bersamaan," pungkasnya.

Logo Komando Pasukan Amerika Serikat di Afrika (AFRICOM)

AS Anggap Kehadiran Militer Cina di Afrika Sebagai Ancaman

Komando Pasukan Amerika Serikat di Afrika (AFRICOM) dalam sebuah pernyataan, menganggap pembangunan pangkalan militer Cina di Afrika sebagai mengkhawatirkan dan ancaman yang nyata.

“Kami mengawasi meningkatnya kehadiran militer Cina di Afrika,” kata Komandan AFRICOM, Jenderal Stephen Townsend, tanpa menyinggung penyebaran pasukan AS di benua tersebut.

“Cina sedang membangun pangkalan angkatan laut di Benua Afrika, yang merupakan ancaman bagi Amerika,” tambahnya seperti dikutip laman Farsnews, Minggu (25/4/2021).

Jenderal Townsend mengklaim bahwa salah satu kekhawatiran utama Barat adalah jarak pangkalan angkatan laut Cina yang berdekatan dengan pangkalan militer AS di Afrika.

AS dengan menyebarkan pasukannya di berbagai belahan dunia, telah menciptakan krisis, ketidakamanan, dan membuka serangan militer ke negara lain. (RA)