Amerika Tinjauan dari Dalam, 5 Juni 2021
Perkembangan di Amerika Serikat selama sepekan terakhir diwarnai sejumlah isu penting seperti statemen menhan AS desak perkuatan gencatan senjata Israel-Palestina, dan komitmennya jaga superioritas militer Israel.
Selain itu masih ada isu lain seperti, Pemerintah AS Tolak Hadiri Forum Ekonomi St. Petersburg di Rusia, Ted Cruz: Presiden AS Lemah di Hadapan Iran dan Hamas, Senator AS: Usai Perang Gaza, Israel Minta Bantuan Satu Miliar Dolar, Penasihat Trump: Kudeta Militer Myanmar Harus Terjadi di AS, Mantan Menlu AS Tuding Lab Wuhan Lakukan Aktivitas Militer dan isu lainnya.
Menhan AS Desak Israel Perkuat Gencatan Senjata Gaza
Menteri Pertahanan Amerika Serikat dalam kontak telepon dengan Menteri Perang rezim Zionis Israel menekankan koordinasi erat kedua pihak dalam prioritas militer bersama, dan ia mengabarkan keinginan Washington untuk memperkuat gencatan senjata di Jalur Gaza.
Menhan AS Lloyd Austin, dan Menteri Perang Israel Benny Gantz, Sabtu (29/5/2021) melalui saluran telepon membicarakan upaya memperkuat gencatan senjata yang dicapai minggu lalu antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina di Gaza.
Lloyd Austin dalam kesempatan itu menekankan kembali dukungan kuat AS terhadap keamanan Israel. Ia juga menyampaikan dukungan pemerintah Gedung Putih untuk mewujudkan gencatan senjata demi tercapainya keamanan permanen.
Menhan AS meyakinkan Menteri Perang Israel bahwa pihaknya akan mengkomunikasikan secara intens prioritas-prioritas militer bersama, dan menurut Times of Israel, salah satu prioritas militer bersama itu adalah Iran.
Pentagon Janji akan Menjaga Superioritas Militer Israel
Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin kembali menegaskan komitmennya untuk menjaga superioritas militer rezim Zionis di Asia Barat (Timur Tengah).
Hal itu disampaikan Austin dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Peperangan Israel Benny Gantz di Pentagon, seperti dikutip Klub Jurnalis Muda (YJC) Iran, Jumat (4/6/2021).
"Kami selalu berkomitmen pada superioritas militer Israel di hadapan negara-negara di Asia Barat. Kami selalu berusaha agar Tel Aviv punya tempat yang aman terhadap ancaman regional seperti, Iran dan pasukan proksinya," kata Austin.
Sementara itu, Gantz memuji dukungan AS kepada rezim Zionis dan mengatakan, kami melihat sejumlah tantangan di Asia Barat termasuk program nuklir Iran dan perlawanan terhadap ancaman seperti, Hamas.
Kedua pihak lebih lanjut menekankan perluasan kerja sama militer antara Washington dan Tel Aviv.
Pemerintah AS berkomitmen untuk mempersenjatai Israel dengan senjata yang paling canggih di dunia di bawah Undang-Undang Keunggulan Militer Kualitatif (QME). Rezim Zionis juga selalu menggunakan senjata itu untuk membunuh rakyat Palestina.
Pemerintah AS Tolak Hadiri Forum Ekonomi St. Petersburg di Rusia
Seorang pejabat Kedutaan Besar AS di Moskow mengatakan, delegasi resmi pemerintah AS tidak akan menghadiri Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg (SPIEF) ke-24 di Rusia.
Dilansir IRNA, Rabu (2/6/2021), SPIEF ke-24 akan berlangsung pada tanggal 2-5 Juni dan fokus pada ekonomi global dan Rusia, masalah sosial, dan perkembangan teknologi.
Wakil Perdana Menteri Rusia, Andrey Belousov mengatakan sejumlah besar tamu dari Cina dan Jerman diharapkan hadir di SPIEF, serta delegasi dari Inggris, Italia, dan Prancis.
"Peserta dari AS akan menjadi yang rombongan terbesar di acara ini dengan lebih dari 200 orang, tetapi negara itu menolak mengirim delegasi resmi," tambahnya.
Para peserta akan membahas bagaimana ekonomi global telah berubah selama pandemi virus Corona.
"Hari ini perlunya dialog yang terbuka dan konstruktif sangat jelas. Pandemi Covid-19 berdampak pada semua negara di seluruh dunia dan sangat membatasi hubungan internasional. Sangat penting untuk bekerja sama saat kita merintis jalan menuju pemulihan,” kata Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pesan sambutannya.
Tahun lalu, Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg dibatalkan karena pandemi Covid-19.
Ketegangan antara Moskow dan Washington meningkat selama bertahun-tahun karena sejumlah kasus, termasuk krisis di Ukraina dan tuduhan intervensi Rusia dalam pemilu presiden AS.
Ted Cruz: Presiden AS Lemah di Hadapan Iran dan Hamas
Senator Amerika Serikat dari Partai Republik menuduh Presiden Joe Biden lemah di hadapan Iran, Hizbullah Lebanon dan Hamas.
Dikutip Fars News, Rabu (2/6/2021), Ted Cruz yang baru-baru ini mengunjungi wilayah pendudukan menyebut sikap Presiden AS Joe Biden lemah di hadapan Iran dan kelompok perlawanan.
“Selama Biden terus menunjukkan kelemahannya di hadapan Hamas, Hizbullah atau Iran, maka Anda akan terus menyaksikan serangan ‘teroris’ meningkat,” katanya kepada Associated Press.
Menurut Ted Cruz, menenangkan ‘teroris’ tidak akan menghasilkan perdamaian. Ia mengaku sedih menyaksikan sebuah rumah di Israel dibom kelompok perlawanan Palestina.
Pada saat yang sama ia menutup mata atas hancurnya pemukiman warga sipil Palestina di Jalur Gaza yang dihantam rudal-rudal Israel, belum lagi gugurnya 243 warga Palestina termasuk 66 anak-anak tak bersalah oleh kebrutalan rezim Zionis.
Senator AS: Usai Perang Gaza, Israel Minta Bantuan Satu Miliar Dolar
Senator Amerika Serikat mengatakan, rezim Zionis Israel beberapa hari ke depan akan meminta bantuan sebesar satu miliar dolar dari AS.
Lindsey Graham, Selasa (1/6/2021) seperti dikutip situs The Hill menuturkan, bantuan itu akan digunakan Israel untuk memperbaiki sistem pertahanan udara kubah besi, dan beberapa peralatan militer lain usai perang Gaza.
Senator AS dari Partai Republik itu bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Perang Benny Gantz hari Selasa di Tel Aviv.
Menurut The Hill, permintaan bantuan tersebut disampaikan Israel karena mereka sangat bergantung pada iron dome untuk mencegat ribuan roket yang ditembakkan kelompok perlawanan Palestina dari Gaza.
Lindsey Graham berharap Kongres AS akan menyetujui penyaluran bantuan untuk Israel ini, sementara Presiden AS Joe Biden sudah berjanji untuk memulihkan pasokan rudal untuk iron dome Israel.
Penasihat Trump: Kudeta Militer Myanmar Harus Terjadi di AS
Mantan Penasihat Keamanan Nasional pemerintah Amerika Serikat di masa Presiden Donald Trump mengatakan, kudeta seperti di Myanmar, yaitu penggulingan pemerintahan yang terpilih secara demokratis oleh militer, harus terjadi di AS.
Michael Flynn, Senin (31/5/2021) seperti dikutip situs The Independent menuturkan, "Saya ingin tahu mengapa kudeta militer yang terjadi di Myanmar tidak terjadi di sini."
Dalam konferensi QAnon yang digelar di Dallas, Texas, Flynn menegaskan, "Tidak ada alasan. Maksud saya kudeta Myanmar harus terjadi di AS."
Menurut The Independent, para pendukung QAnon diduga menuntut kudeta militer mematikan di Myanmar atas pemerintahan terpilih, pada 1 Februari 2021 silam, agar terjadi juga di AS.
Mantan Menlu AS Tuding Lab Wuhan Lakukan Aktivitas Militer
Mantan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, mengklaim bahwa Institut Virologi Wuhan di Cina diam-diam melakukan riset untuk kepentingan militer, di samping penelitian sipil.
Seperti dilansir IRNA, Minggu (30/5/2021), klaim Pompeo ini disampaikan dalam wawancara dengan Fox News di tengah seruan untuk penyelidikan ulang mengenai potensi munculnya virus Corona dari laboratorium rahasia.
“Yang bisa saya katakan dengan pasti adalah kami tahu bahwa mereka melakukan penelitian untuk militer Cina di laboratorium tersebut. Jadi, kegiatan militer dilakukan secara paralel dengan apa yang diklaim sejak dulu sebagai penelitian sipil,” kata Pompeo.
Dia mengklaim bahwa mereka (Cina) menolak untuk menjelaskan hal ini kepada kami. Mereka tidak mengizinkan akses ke pengawas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengunjungi kota itu.
Pemerintahan Trump tidak menepis kemungkinan bahwa virus Corona berasal dari laboratorium Wuhan, tetapi beberapa media dan pakar menganggap itu sebagai teori konspirasi.
Kapal Perang AS Gagal Tangkis Rudal Balistik Target
Agen Pertahanan Rudal Amerika Serikat, MDA, Sabtu (29/5/2021) mengabarkan kegagalan kapal perang negara ini menangkis rudal balistik jarak menengah yang menjadi target dalam sebuah uji coba.
Dikutip Reuters, Agen Pertahanan Rudal AS mengatakan, tujuan uji coba ini adalah untuk mendemonstrasikan kemampuan sistem pertahanan rudal balistik kapal laut, Aegis dalam mendeteksi, melacak, menyerang dan mencegat rudal balistik jarak menengah.
"Bagaimanapun juga upaya mencegat rudal tersebut tidak berhasil dilakukan," imbuhnya.
Sistem pertahanan rudal digunakan AS untuk menghadapi serangan rudal balistik. Sistem ini juga dipasang pada kapal-kapal perang, dan mampu menghancurkan rudal balistik musuh.
Sistem pertahanan rudal AS yang dipasang di kapal perang ini biasanya menggunakan rudal dari tipe RIM-67 Standard, RIM-161 Standard dan THAAD.
AS Tawarkan Alternatif Lain Pengganti S-400 Rusia pada Turki
Wakil Menteri Luar Negeri AS, Wendy Sherman mengatakan AS telah memberikan alternatif lain kepada Turki untuk mencabut sanksi yang dikenakan pada negara itu atas pembelian sistem rudal S-400 dari Rusia.
"Kami telah menawarkan alternatif lain ke Turki, mereka tahu persis apa yang harus dilakukan jika mereka ingin keluar dari sanksi ini," kata Sherman dalam wawancara dengan CNN Turk.
"Saya berharap kami dapat menemukan jalan ke depan," tambahnya seperti dikutip laman Farsnews, Sabtu (29/5/2021).
"Turki sangat menyadari langkah-langkah yang perlu diambil. Kami telah berbicara tentang langkah untuk mengambilnya, dan ini akan menjadi keputusan yang harus dibuat oleh Ankara," jelas Sherman.
Sherman telah mengunjungi Ankara minggu ini dan ini menjadi kunjungan pertama yang dilakukan oleh seorang anggota pemerintahan Biden.
Namun, seorang pejabat Turki mengatakan bahwa Sherman belum mengajukan proposal baru. "Mereka masih ingin Turki memindahkan sistem S-400 ke luar negeri atau mengembalikannya," kata pejabat tersebut.
Ada spekulasi bahwa Turki dapat mentransfer S-400 ke Republik Azerbaijan atau Qatar, tetapi sejauh ini belum ada tawaran yang dibuat oleh Ankara.
Pada Desember 2020, Washington menjatuhkan sanksi pada Ankara karena membeli sistem rudal S-400 dari Moskow. Turki juga dicoret dari kemitraan dalam proyek jet tempur F-35.
Mantan Utusan Khusus AS untuk Urusan Suriah, James Jeffrey belum lama ini meminta Turki membatalkan pembelian S-400 dari Rusia. Menurutnya, ini adalah salah satu isu terpenting yang telah memperburuk hubungan antara kedua negara dalam beberapa tahun terakhir.
Ia menilai tidak mungkin bagi AS atau Turki akan saling memberikan konsesi atas masalah tersebut, jadi sulit untuk menyelesaikan kasus ini.
"Dalam pandangan Turki, itu adalah keputusan negara, tetapi di bawah hukum AS, itu adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi (CAATSA)," ucap Jeffrey.
Dia juga menekankan bahwa pembelian S-400 oleh Turki adalah ancaman utama bagi salah satu program militer dan diplomatik negara kami.
Menurut diplomat AS ini, hal terbaik yang dapat dilakukan Turki saat ini adalah sudah cukup pada sistem rudal tersebut dan tidak membeli lebih banyak senjata dari Rusia.
AS, tegas Jeffrey, akan mempertahankan sanksi, tetapi ia tidak akan berdampak berbahaya pada ekonomi Turki.