Pilihan Sulit Biden dalam Berurusan dengan Iran
Pemberlakuan sanksi ketat Amerika Serikat terhadap Iran dalam konteks kebijakan tekanan maksimum, dimulai dari pemerintahan Trump dan dipertahankan oleh Presiden Joe Biden hingga sekarang.
Namun, kebijakan itu gagal membawa Washington meraih tujuannya di hadapan Tehran. Penghapusan sanksi yang terkait dengan vaksin Covid-19 dan masker setelah Iran memproduksi vaksin nasional dan mengekspor masker, merupakan salah satu bukti dari kegagalan kebijakan ini.
Presiden Iran Hassan Rouhani pada Senin (21/6/2021) mengatakan, pernyataan yang dibuat oleh pejabat Departemen Keuangan AS tiga hari lalu bahwa kami siap mencabut embargo vaksin Corona mulai besok, berarti para teroris ini sepenuhnya mengakui kalau mereka telah menutup semua jalan bagi masyarakat Iran.
“Seluruh kegiatan perbankan telah diblokir, dan sekarang setelah beberapa bulan, pemerintahan baru percaya bahwa mereka harus mencabut sanksi dan berulang kali mengatakan kebijakan sanksi itu salah,” tambahnya.
Pada Kamis lalu, Departemen Keuangan AS mengeluarkan pedoman baru tentang kelonggaran pengiriman produk untuk memerangi wabah virus Corona kepada negara-negara yang berada di bawah sanksi ketat seperti Iran, Suriah, dan Venezuela.
AS mengeluarkan kelonggaran itu ketika Iran telah menguasai teknologi untuk membuat vaksin Corona dengan mengandalkan keahlian para ilmuwannya.
Rouhani menegaskan, setelah mereka tahu bahwa kami tidak membutuhkan masker dan telah menjadi eksportir serta menyadari bahwa kita sudah memproduksi vaksin, mereka baru berkata kegiatan perbankan diperbolehkan untuk vaksin.
Dengan pengecualian ini, pemerintah AS sebenarnya mengakui apa yang dikatakan Iran selama ini bahwa Washington menerapkan sanksi terhadap barang-barang kemanusiaan, yang menurut hukum internasional tidak boleh disanksi bahkan di masa perang.
Joe Biden – berbeda dengan slogan-slogan masa kampanye – telah menunjukkan bahwa ia ingin mengambil keuntungan dari kebijakan tekanan maksimum era Trump terhadap Iran.
Sikap AS yang bersikeras pada sanksi telah memperlambat proses pembicaraan nuklir di Wina. Upaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir JCPOA menjadi sulit meskipun para pihak telah melakukan enam putaran perundingan intensif.
Kepala delegasi Iran dalam pembicaraan Wina, Sayid Abbas Araghchi mengatakan persoalan utama dalam negosiasi adalah pendekatan AS, yang kecanduan ekstrem terhadap sanksi dan masih tidak bisa memahami bahwa sanksi adalah solusi yang gagal.
Namun, ada sebuah perbedaan mencolok antara tim Trump dan Biden dalam menggunakan sanksi untuk menekan Iran. Trump memandang sanksi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pemerintah Biden sambil mempertahankan sanksi tetap membuka pintu diplomasi demi mendapatkan konsesi.
Kini, saatnya bagi Biden untuk memilih antara mempertahankan JCPOA sebagai pencapaian pemerintahan Demokrat atau melanjutkan sanksi sebagai tradisi Paman Sam. (RM)