Jadi, di Manakah Liberalisme Barat?
(last modified Thu, 02 May 2024 04:49:16 GMT )
May 02, 2024 11:49 Asia/Jakarta
  • Jadi, di Manakah Liberalisme Barat?

Saat ini, dua kebenaran besar terungkap dengan jelas. Pertama, penipuan atau bahkan kemunduran liberalisme Amerika. Kedua, terpenjaranya politik, akal dan manajemen Amerika di tangan Zionis.

Hujatul Islam Sayid Abol Hassan Navvab, Pendiri dan Ketua Dewan Pengawas Universitas Agama dan Mazhab dalam pernyataannya menanggapi aksi represif polisi dan tentara Amerika Serikat terhadap para mahasiswa pro-Palestina yang melakukan protes, dan secara serius mengkritik logika liberalisme Barat. 

Salah satu landasan teori modernitas Barat adalah liberalisme atau libertarianisme. Anehnya, dunia Barat yang baru dan kontemporer bangga dengan warisan Zaman Pencerahan ini. Saat ini, khususnya, masyarakat Amerika menganut paham liberalisme yang setara dengan agama modern, sampai pada titik di mana sekelompok filsuf dan pemikir Amerika yang terkenal pernah mengizinkan segala jenis perlakuan kekerasan terhadap penentang liberalisme Amerika!

Di antaranya, prinsip dan tema liberalisme yang paling sering muncul di dunia barat adalah kebebasan berekspresi dan kebebasan berpikir. Dunia Barat selama beberapa dekade menekan Blok Timur, dan Dunia Ketiga dan berkampanye kapan pun mereka punya kesempatan untuk membenamkan pemikirannya.

Pada suatu waktu, Fukuyama menganggap nasib umat manusia dan versi dunia dan sejarah yang final dan tak terelakkan sebagai wajah politik liberalisme, yaitu demokrasi liberal. Meskipun ia kemudian menyatakan keraguannya mengenai hal ini, tapi orang Amerika masih percaya akan keunggulan mereka di dunia saat ini dengan budaya liberalnya. Mereka percaya dan membanggakan perbedaan dan keunggulan liberalisme versi Amerika. Singkatnya, liberalisme melegitimasi budaya dan sistem politik Amerika, dan memberikan izin bagi Amerika untuk memberangus sistem politik lain di dunia.

Di sini, kita tidak mencari analisis dan kritik terhadap liberalisme atau pandangan patologis atau futuristik terhadap liberalisme. Apa yang membuat terpesona dan menarik perhatian para pengamat dan pemikir di Amerika Serikat dan luar negeri selama beberapa dekade adalah tingkat keseriusan para politisi Barat dalam menganut dan mempromosikan liberalisme.

Saat ini, hampir jelas bagi dunia bahwa kekuatan pendorong utama orang Barat, khususnya Amerika, ketika menghadapi dunia lain, negeri lain, dan sistem politik lain, bukanlah prinsip kebebasan dan nilai-nilai seperti hak asasi manusia dan demokrasi.

Kita tahu demokrasi dan pemilihan umum yang bebas tidak mendapatkan dukungan mereka karena tidak sejalan dengan kepentingan pihak Barat. Tapi ironisnya, mereka kadang-kadang tetap diam terhadap penindasan yang dilakukan pihak lain, bahkan ikut serta dalam penindasan tersebut,  setidaknya terjadi di kawasan kita, Asia Barat.

Kini, hanya sedikit orang yang percaya pada ketulusan pihak Barat dalam mempromosikan dan memperdalam liberalisme di dunia dan urgensi pemikiran ini dalam interaksi mereka dengan negara-negara lain. Tidak bisa dipungkiri, politik dan ekonomi menjadi dua pendorong utama Barat melakukan campur tangan di negara lain, dan slogan-slogan liberal tidak lebih dari kedok duniawi belaka.

Saat ini, tipu muslihat Barat dalam membungkus versi kebebasan bagi orang lain telah terungkap, dan ini bukanlah penemuan baru. Hal yang agak baru adalah terungkapnya penipuan Barat dalam bersikap liberal di Eropa dan Amerika.

Pada suatu waktu, ada anggapan bahwa doktrin dan cita-cita ini, setidaknya di negara-negara barat, adalah garis merah yang tidak boleh dilintasi, dan bahkan tabu, sehingga agama dan keadilan dikorbankannya.

Dukungan Barat terhadap Israel dan Zionisme bukanlah fenomena baru. Pada suatu waktu, ada anggapan bahwa Barat, karena penderitaan yang disebabkan oleh kesalahan dan rasa malu historis mereka terhadap orang-orang Yahudi dan anti-Semitisme, berpikir untuk mendukung negara dan tanah Yahudi.

Mengekspor kejahatan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata ini ke Timur Tengah [Asia Barat] dan membuat negara-negara Muslim membayar kejahatan Jerman dan negara-negara Barat lainnya terhadap orang-orang Yahudi adalah hal yang buruk dan menjijikkan. Namun terlepas dari semua ini, Barat dianggap sebagai pelakunya untuk mencari kompensasi atas kejahatan Holocaust dengan tujuan kemanusiaan. Menariknya, terkadang mereka menyampaikan pesan ini kepada Timur Tengah [Asia Barat] bahwa mendukung Israel, pada kenyataannya, mendukung satu-satunya demokrasi sejati di Timur Tengah dan bertujuan untuk menyebarkan demokrasi liberal di kawasan. 

Seiring berjalannya waktu, menjadi jelas bahwa negara-negara Barat mempunyai tujuan politik lain di kawasan ini selain kebaikan bagi Israel, yaitu untuk mengekang negara-negara dan kekuatan di Timur Tengah dari rezim yang palsu dan dipaksakan ini. Dengan kata lain, mereka memandang Israel sebagai mata, telinga, dan lengan Barat di Timur Tengah.

Mengingat pemerintahan yang sepenuhnya selaras dengan Barat di Timur Tengah dan mempertimbangkan besarnya biaya finansial, politik dan prestise yang telah dan terus dibayar oleh Barat untuk mendukung Israel, timbul pertanyaan mengapa Eropa dan Amerika terus bermurah hati sepanjang waktu terhadap Israel. Mengapa tidak ada keseimbangan dan keseriusan dalam interaksi Barat dengan Israel dan negara-negara Arab?

Kini menjadi jelas bahwa dukungan Barat, khususnya Amerika, terhadap Israel lebih dari sekedar kebajikan terhadap Zionis, bahkan melampaui tujuan politik tertentu di kawasan ini, karena mereka tunduk pada lobi, dana, dan media Zionis yang kuat.

 

Sikap represif pemerintah Amerika terhadap para mahasiswa pro-Palestina diuniversitas-universitas Amerika, yang mempertanyakan ketidakjujuran mereka dalam kesetiaan terhadap liberalisme, jelas menunjukkan bahwa kebijaksanaan dan kemauan keras dari para politisi Amerika berada dalam cengkeraman lobi yang terkuat,, yaitu lobi Zionis.

Di antara tujuh dari sepuluh universitas terbaik di Amerika Serikat, yang dianggap sebagai universitas terbaik di dunia sebagian besar didominasi oleh orang-orang Yahudi yang pro-Israel. Kita masih belum lupa bagaimana pada tahun 2006, rektor Harvard secara resmi menyatakan, "Sangat memalukan jika saya sebagai rektor sebuah universitas menjadi penentang Israel,".

Gerakan mahasiswa yang mendukung Palestina yang tertindas, yang tumbuh subur di universitas-universitas ternama di Amerika, seperti: Harvard, Columbia dan Princeton lahir dari keunggulan kemanusiaan dan moral mereka serta pengabdiannya yang diberikan terhadap perjuangan Palestina. Fenomena ini menghasilkan dua hal besar kebenaran yang jelas dan cerah. Pertama, penipuan atau bahkan kemunduran liberalisme Amerika, kedua terkungkungnya politik, akal budi dan manajemen Amerika di tangan Zionis.

Sambil mendukung gerakan mahasiswa ini, kita mempunyai kewajiban untuk membuat dunia lebih mengetahui fakta-fakta penting ini, yaitu penipuan liberalisme dan terpenjaranya Eropa dan Amerika di tangan Zionis. Gerakan mahasiswa di mana pun di dunia merupakan salah satu fokus transformasi terpenting dalam bidang politik, budaya, dan ekonomi. Menekan gerakan ini di mana pun di dunia adalah tindakan yang dikutuk dan tidak dipertimbangkan dengan baik, serta jauh dari tindakan yang bijaksana. Sambil mendukung perlawanan mahasiswa Amerika terhadap Israel dan melawan dukungan tak terbatas pemerintah Amerika terhadap rezim Zionis, kami mengajak semua orang untuk menghormati mahasiswa, profesor dan universitas serta mendukung tuntutan mereka di jalan perjuangan kemanusiaan.(PH)