Iran, 40 Tahun Pasca Revolusi Islam (33)
Revolusi Islam Iran mencapai kemenangan pada 22 Bahman 1357 Hijriah Syamsiah atau 11 Februari 1978. Revolusi ini sebuah peristiwa besar yang mengubah wajah Asia Barat dan memotong tangan Amerika Serikat dari Iran untuk selamanya.
Selama kekuasaan Mohammad Reza Shah Pahlavi, Iran berada di bawah hegemoni AS dan negara adidaya itu leluasa mengeruk sumber daya alam Iran dan memanfaatkan geopolitik Iran untuk kepentingan Barat.
Sumber-sumber minyak Iran dieksploitasi dan dikeruk oleh perusahaan-perusahaan asing. Kedutaan AS di Tehran dipakai sebagai markas untuk kegiatan mata-mata. Seperti yang dikatakan Presiden AS waktu itu Jimmy Carter, Iran adalah "sebuah pulau kecil di laut yang bergejolak."
Fakta ini adalah bagian dari wawancara Phil Wilayto, seorang aktivis anti-perang di Amerika dan editor majalah Virginia Defender tentang Revolusi Islam dan akar permusuhan AS dengan bangsa Iran.
Iran – sebelum dan setelah kemenangan Revolusi Islam – menghadapi berbagai konspirasi dari sisi AS.
AS telah merongrong Iran selama lebih dari setengah abad melalui intervensi dan permusuhan, dan sekarang mencoba melemahkan semangat bangsa Iran lewat instrumen sanksi dan ancaman serta mencegah Republik Islam Iran dari melanjutkan jalan kemajuan dan independensinya.
Sejak hari pertama berdirinya Republik Islam Iran, para pejabat Washington menetapkan penggulingan rezim sebagai sebuah tujuan strategis dalam agendanya.
Pernyataan Barack Obama dalam wawancara dengan surat kabar The New York Times pada 14 Juli 2015 merupakan sebuah pengakuan tentang fakta sejarah ini.
"Jika Anda melihat sejarah Iran, faktanya adalah bahwa kami sedikit banyak terlibat dalam penggulingan pemerintahan yang dipilih secara demokratis di Iran. Kami di masa lalu mendukung Saddam Hussein ketika kami tahu ia menggunakan senjata kimia dalam perang dengan Iran, dan sebagai akibatnya, mereka memiliki masalah keamanan mereka sendiri, narasi mereka sendiri," ujar Obama.

Seorang analis dan ilmuwan Amerika, Noam Chomsky dalam sebuah wawancara dengan media The Nation, menguraikan akar permusuhan AS dengan Iran dan penyebab permusuhan itu. Dia mengatakan, "… Para pemimpin AS dan analis media di negara itu sejak dulu memperkenalkan Iran sebagai negara yang sangat berbahaya, mungkin negara yang paling berbahaya di planet ini, dan ini sebelum Trump."
"Permusuhan AS terhadap Iran memiliki akar yang dalam. Iran tidak bisa dimaafkan karena menggulingkan diktator yang dipasang oleh Washington melalui kudeta militer tahun 1953, kudeta yang menghancurkan sistem parlementer Iran… Dunia lebih kompleks dari fenomena yang bisa dijelaskan dengan mudah, tetapi saya pikir akar masalahnya bersumber dari peristiwa ini," ungkapnya.
Chomsky percaya bahwa salah satu doktrin utama dalam hubungan internasional, yang tidak disebutkan dalam buku-buku teori adalah doktrin mafia. Isu-isu internasional dikelola sangat mirip dengan mafia. The Godfather (AS) tidak akan membiarkan segala bentuk ketidakpatuhan.
Kudeta 28 Mordad merupakan pengalaman pertama AS di bidang kegiatan rahasia di era damai untuk menggulingkan sebuah pemerintahan asing. "Itu adalah kudeta pertama yang sukses oleh CIA terhadap sebuah pemerintahan asing selama bulan-bulan terakhir pemerintahan Truman," kata Kermit Roosevelt.
AS mengejar misi khusus terkait intervensi langsungnya dalam kudeta 28 Mordad di Iran. Sering dikatakan bahwa motivasi utama kudeta adalah bahwa para pembuat kebijakan di Washington ingin agar perusahaan-perusahaan minyak AS bisa terlibat di sektor produksi minyak Iran.
Tetapi, beberapa pihak mengangkat persaingan dua kekuatan dunia selama Perang Dingin dan berpendapat bahwa alasan utama AS melakukan kudeta adalah untuk mencegah berkuasanya komunis di Iran.
Sejak pecahnya Perang Dingin, AS memandang Iran sebagai sekutu penting bagi Barat, karena posisi strategis antara Uni Soviet dan ladang-ladang minyak di Teluk Persia. Posisi strategis Iran juga sepenuhnya telah terbukti selama Perang Dunia II.
Terkait pengaruh komunis di Asia pada pertengahan Agustus 1953, Presiden Dwight Eisenhower berkata, "Pemerintah AS akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah penyebaran komunisme di Asia, termasuk Iran, dan sekarang keputusan telah dibuat untuk melakukan itu. Cepat atau lambat, pengaruh komunisme harus diblokir di Asia dan kami bertekad untuk melakukan pekerjaan itu."
Pada Juni 1951, Winston Churchill dan Anthony Eden, para pemimpin kubu konservatif, menyarankan kepada Kementerian Luar Negeri Inggris agar London dan Washington bersama-sama meminta Shah Pahlevi untuk mencopot Perdana Menteri Mohammad Mosaddegh. Usulan ini bermakna pelaksanaan sebuah kudeta.

Sejarawan Amerika, David Peter soal dampak intervensi AS di Iran khususnya kudeta 28 Mordad menulis, "Biaya campur tangan di Iran sangat mahal bagi kami. Kebutuhan untuk melibatkan perusahaan minyak AS telah mendorong Washington melakukan kudeta di Iran, dan ini melanggar prinsip-prinsip non-intervensi dalam urusan negara lain."
Petinggi Partai Demokrat, Bernie Sanders dalam debat internal partai dengan Hillary Clinton pada 11 Februari 2016, menyinggung intervensi AS dalam menggulingkan pemerintah di negara lain.
"… intervensi ini kembali ke 50 atau 60 tahun lalu, ketika AS terlibat dalam penggulingan pemerintah. Salah satu dari kasus ini penggulingan pemerintahan Mosaddegh pada 1953. Tidak satu pun dari pejabat AS yang tahu Mosaddegh; dia adalah perdana menteri terpilih bangsa Iran. Ia digulingkan dari kekuasaan untuk kepentingan AS dan Inggris, dan sebagai hasilnya, kediktatoran shah di Iran. Anda kemudian menyaksikan revolusi rakyat Iran, dan akhirnya kita sampai di titik sekarang ini. Hasil yang tidak diinginkan dan tidak terduga...," ujarnya.
Permusuhan AS terhadap Iran terjadi karena negara ini menolak tunduk di hadapan Paman Sam, dan sekarang perang psikologis dan permusuhan ini telah memasuki fase yang kompleks.
Kantor berita Xinhua Cina menulis, "AS dengan menggunakan sanksi dan instrumen ekonomi, sebenarnya ingin menciptakan masalah bagi ekonomi Iran dengan dalih memblokir pengaruh Tehran di Asia Barat."
Bangsa Iran diyakini akan mengatasi kondisi sekarang dan para pakar yang mengakui adanya dampak negatif sanksi terhadap perekonomian Iran, percaya bahwa stabilitas politik Republik Islam akan tetap terjaga meskipun di tengah sanksi dan tekanan.
Trump melalui sanksi ekonomi Iran dan tekanan terhadap masyarakat internasional, ingin mengobarkan perang psikologis dan mengesankan keterkucilan Republik Islam. Tetapi, pengalaman 40 tahun perlawanan bangsa Iran terhadap arogansi menunjukkan bahwa AS tidak akan pernah mencapai tujuannya. (RM)