Apakah Kampus-Kampus AS sudah Jadi Alat Politik Trump?
(last modified Sat, 10 May 2025 14:11:15 GMT )
May 10, 2025 21:11 Asia/Jakarta
  • Apakah Kampus-Kampus AS sudah Jadi Alat Politik Trump?

Pars Today – Kabar tentang lebih dari 65 mahasiswa Universitas Columbia yang diskors pemerintah karena ikut demonstrasi mendukung Palestina, kembali mempertanyakan kebebasan berpendapat di kampus-kampus Amerika Serikat.

Peristiwa yang terjadi di Universitas Columbia, kembali mengungkap hubungan sensitif antara kebebasan berekspresi, otoritas kampus, dan kebijakan keamanan di universitas-universitas Barat.
 
Universitas Columbia, baru saja menskors lebih dari 65 mahasiswanya yang ikut demonstrasi mendukung Palestina. Sementara 33 orang lain termasuk mereka yang bekerja lembaga-lembaga afiliasi, serta sejumlah alumni, dilarang masuk lingkungan kampus.
 
Selain itu, Universitas Columbia, juga menangkap 80 mahasiswa, dan keputusan-keputusan itu bukan sekadar respons dari sebuah peristiwa tertentu, tapi menggambarkan adanya tekanan politik, dan sosial luas terhadap lingkungan akademik di AS.
 
Skors dan penangkapan mahasiswa tersebut disebebkan karena mereka berdemonstrasi memprotes kejahatan Israel, terhadap warga Palestina di Gaza, di Perpustakaan Butler.
 
Menurut laporan New York Times, para pejabat Universitas Columbia, mengumumkan keputusan ini diambil sebagai tanggapan atas tekanan dari luar untuk mengambil “tindakan tegas” terhadap para demonstran.
 
Tekanan-tekanan dari luar yang dimaksud biasanya berasal dari kelompok-kelompok lobi Israel di AS, instansi-instansi pemerintah, dan sebagian media yang menuduh kampus mendukung para mahasiswa demonstran.
 
Seiring berlanjutnya pembantaian warga Palestina, di Jalur Gaza, oleh Rezim Zionis, dan pelarangan bantuan terhadap penduduk Gaza, mendorong gerakan-gerakan demonstrasi mahasiswa di berbagai kampus AS mengalami peningkatan.
 
Beberapa bulan terakhir, sedikitnya tiga perstiwa serupa terjadi di kampus-kampus besar Amerika Serikat, sehingga menyebabkan kondisi sosial di negara itu memburuk. Pada 26 April 2025, dalam demonstrasi mahasiswa di AS, lebih dari 40 orang ditangkap di Auraria Campus, di Denver, Colorado. 
 
Di UCLA pada 17 April para pejabat tinggi kampus memerintahkan pembongkaran tenda-tenda demonstran pro-Palestina, dan polisi Los Angeles, menangkap lebih dari 50 orang. Dukungan para mahasiswa AS terhadap rakyat Palestina, dan kecaman terhadap kejahatan Rezim Zionis, telah memicu reaksi dari pemerintah AS. 
 
Presiden Donald Trump, beberapa waktu lalu mengancam sejumlah pejabat tinggi kampus AS untuk memutus anggaran, lalu tidak lama setelah itu anggaran tiga kampus penting AS pun diputus.
 
Langkah tersebut menyebabkan sejumlah pemimpin lebih dari 100 universitas, fakultas, dan lembaga pendidikan AS, beberapa waktu lalu merilis pernyataan bersama yang menentang metode yang digunakan pemerintahan Trump terhadap lembaga-lembaga pendidikan tinggi di negara itu.
 
Pernyataan tersebut memprotes keras apa yang mereka sebut sebagai intervensi, dan campur tangan luar biasa pemerintah terhadap lembaga pendidikan tinggi di AS.
 
Atmosfer kampus AS tetap berada dalam pengawasan ketat, dan setiap aksi serta demonstrasi mahasiswa akan ditindak tegas, begitu juga pemberian seluruh fasilitas kepada para mahasiswa yang memprotes kebijakan-kebijakan Israel, berarti bekerja sama dengan gerakan-gerakan anti-Israel.
 
Padahal selama ini kampus-kampus AS termasuk Universitas Columbia, selalu mengaku diri sebagai pionir kebebasan berpendapat, dan terdepan dalam kajian-kajian terkait kebebasan.
 
Slogan-slogan semacam “kebebasan kampus”, “melindungi perbedaan pendapat” selama bertahun-tahun disematkan kepada kampus-kampus tersebut, tapi skors dan pemberhentian mahasiswa pendukung Palestina, menunjukkan bahwa batas-batas kebebasan yang diklaim bertolak belakang dengan kepentingan geopolitik dan tekanan-tekanan politik, sedang berganti posisi secara cepat.
 
Kenyataannya, kondisi ini telah menyebabkan para pemimpin universitas di AS meskipun telah menyampaikan slogan-slogan penentangannya, tetap mematuhi kebijakan Trump, dan bukan hanya membatasi kebebasan para mahasiswa, bahkan sekarang pemberhentian, skors, dan penangkapan di kampus-kampus AS sudah menjadi hal lumrah.
 
Hal ini semakin mengungkap kontradiksi asasi klaim-klaim kebebasan berpendapat di Barat, dan realitas-realitas dalam praktik. Di saat AS selalu memprotes pembatasan-pembatasan berpendapat di negara lain, di dalam negeri diberlakukan sensor ketat sistematik, dan penumpasan aksi unjuk rasa yang menyentuh isu-isu politik sensitif. 
 
Kebijakan-kebijakan semacam ini kemungkinan menjadi awal dimulainya sebuah gelombang kontrol lebih besar terhadap demonstrasi di kampus-kampus AS, jika kondisi ini berlanjut, maka kampus-kampus akan berubah dari tempat bertukar pendapat dan kebebasan berekspresi, menjadi tempat yang terkontrol dengan pengawasan tinggi.
 
Dampak-dampak jangka panjang kondisi ini adalah penurunan kepercayaan mahasiswa terhadap institusi kampus, larinya intelektual AS ke negara-negara yang memiliki atmosfer politik yang lebih terbuka, dan melemahkan posisi kampus-kampus AS pada indikator-indikator kebebasan kampus internasional. (HS)