Duka Kesyahidan Komandan yang Merakyat
Kemarin, kita mendengar berita yang tak terduga mengenai kesyahidan Letjen Qasem Solaemani, komandan brigade Quds Korp Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) dalam serangan udara yang dilancarkan AS di bandara Baghdad.
Berita itu melukai hati bangsa-bangsa Muslim, tapi membuat musuh-musuh Islam bergembira. Bagaimanapun kepergian mujahid, seperti Qasem Solaemani menimbulkan kesedihan, tapi tidak akan menyurutkan langkah para pejuang Islam di seluruh penjuru dunia, terutama di Iran. Dalam pandangan teologis Syiah, kesyahidan adalah kedudukan tertinggi, sehingga justru diharapkan kedatangannya, sebagaimana menjemput Syahid Solaemani.
Kesyahidan dalam Islam dianggap sebagai nilai tertinggi dan terkait dengan ajaran seperti jihad. Al-Quran juga menyebut syahid itu hidup di sisi-Nya. Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan bahwa "Kematian termulia adalah syahid di jalan Tuhan". Beliau dalam Nahjul al-Balaghah memuji para Mujahidin yang syahid di jalan Allah swt, dengan mengatakan, "Sesungguhnya kematian yang paling berharga adalah syahid. Demi Tuhan aku bersaksi, lebih mudah bagiku untuk menanggung sabetan seribu pedang daripada mati di tempat tidur dalam kedaan tidak menanti Allah."
Syahid Qasem Solaemani lahir 20 Isfand 1335 Hs di sebuah desa pegunungan di provinsi Kerman. Pada usia 12 tahun, setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya meninggalkan tempat kelahirannya dan mulai bekerja sebagai kuli bangunan di Kerman.
Seiring meletusnya perang yang dipaksakan rezim Saddam Hossein Irak terhadap Iran, Qasem muda bergabung dalam barisan pejuang di garda depan. Tak lama kemudian, ia menjadi seorang komandan divisi Basij yang dikenal dengan divisi Tarallah. Selama perang delapan tahun, ia memimpin pasukannya dalam banyak operasi, seperti: Walfajr 8, Karbala 4, Karbala 5, dan Tak Shalamcheh.
Qasem Solaemani pertama kali terluka pada Azar 1980 dalam sebuah operasi gabungan angkatan bersenjata dan Sepah Pasdaran yang disebut Operasi Al-Quds di wilayah barat Susangard akibat dari ledakan mortir yang menyebabkan luka pada tangan kanan dan perutnya. Tapi hal ini tidak menyurutkan perjuangannya, karena ia sudah berjanji dengan Tuhan untuk berjuang di jalan-Nya.
Seiring berakhirnya perang, divisi 41 Tarallah yang dipimpin Qasem Solaemani ditarik kembali ke Kerman untuk menumpas para perusuh di perbatasan timur negara itu. Ketika menjawab sebagai salah satu komandan Sepah Pasdaran, ia juga memimpin perang melawan sindikat narkoba di dekat perbatasan Iran dan Afghanistan.
Kemudian, dia dipanggil ke Teheran oleh Ayatullah Khamenei pada tahun 1376 Hs, dan diberi tanggung jawab memimpin brigade Quds Sepah Pasdaran. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran memberikan Solaemani pangkat mayor jenderal pada Bahman 1389 Hs, dan beliau juga disebut sebagai "Syahid yang hidup". Solaemani dalam beberapa tahun terakhir disebut sebagai komandan terhebat dalam perang melawan kelompok teroris Daesh.
Haji Qasem Solaemani mendapat lencana Zulfiqar dari Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Khamenei pada Isfand 1397 Hs. Lencana ini diberikan atas penghargaan terhadap keberhasilannya dalam penumpasan kelompok teroris Daesh di Irak dan Suriah.
"Setelah perjuangannya selama bertahun-tahun, keikhlasan dan keberaniannya di medan perang menghadapi para setan dan penjahat dunia, dan kerinduannya sekian lama untuk menjemput kesyahidan di jalan Allah swt, akhirnya Solaemani yang terhormat mencapai kedudukan mulia ini. Darah sucinya tumpah di tangan pihak yang paling dibenci umat manusia di muka bumi," ujar Rahbar dalam pesannya Jumat pagi.
"Kesyahidan sebagai balasan atas perjuangan tanpa kenal lelah Letnan Jenderal Qasem Soleimani selama ini. Tapi dengan kepergiannya, pekerjaan dan jalannya tidak akan berhenti dan akan terus berlanjut," tegas Ayatullah Khamenei.
Kesyahidan dalam Islam adalah hasil dari keberanian dan pilihan sadar dan perlawanan terhadap kezaliman demi kemajuan masyarakat. Sebab berakar dari perjuangan dan pengorbanannya memerangi kezaliman dan kerusakan yang terjadi di tengah masyarakat. Syuhada menjamin kemajuan masyarakat dan memberikan kapasitas spiritual komunitas serta menghilangkan kelemahan dan kemunduran dalam masyarakat. Nabi Muhammad Saw menyampaikan keutamaan syuhada dalam sabdanya, "Dengan setetes darah pertama yang ditumpahkan dari tubuh syahid, semua dosanya diampuni. Kepala syahid berada di samping dua malaikat, dan mereka membersihkan wajahnya dan menyambutnya. Pakaian surga menutupi tubuhnya. Di surga para tuan rumah saling menjamu syahid. Sebelum ruh dipisahkan dari tubuhnya, ia melihat tempatnya di surga. Di surga ia memberi tahu ruhnya bahwa di manapun dan di posisi apapun ingin tinggal, syahid menjadi perhatian Allah, dan matanya berbinar-binar bersukacita mendapatkan berkah ilahi ini,"
Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 23, Allah swt berfiman, "Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya),"
Syahid Solaemani memiliki tempat yang di hati setiap orang yang beriman. Hati anak-anak yang ditinggal syahid orang tuanya yang berjuang melawan kezaliman. Kesederhanaan, kerendahan hati dan ketulusan, serta kehidupannya yang merakyat menunjukkan ketinggian akhlaknya. Kepergiannya meninggalkan luka di hati setiap orang yang mencintai kebenaran dan keadilan.
Tidak diragukan lagi, teror tidak lain dari kelemahan musuh. Pembunuhan Syahid Solaemani karena mereka tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi para mujahidin yang berjuang mengibarkan bendera keadilan. Tetapi musuh harus tahu bahwa kepergian orang-orang besar seperti Syahid Solaemani tidak akan pernah bisa menghentikan jalan perjuangan, karena akan muncul Qasem Solaemani lainnya. (PH)