Des 11, 2023 19:19 Asia/Jakarta
  • Kondisi Jalur Gaza
    Kondisi Jalur Gaza

Serangan brutal dan menghancurkan rezim Zionis ke Jalur Gaza telah berlangsung lebih dari dua bulan. Serangan brutal ini dilancarkan Tel Aviv setelah mengalami kekalahan militer dan keamanan akibat operasi Badai al-Aqsa kelompok perlawanan.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sang jagal bumi Palestina pendudukan, ingin membalas kekalahan besarnya dengan membantai anak-anak dan perempuan Palestina. Selama waktu tersebut, berbagai negara berusaha memaksa rezim Zionis menghentikan genosida dan serangan brutalnya ke Gaza dengan merilis berbagai resolusi. Tapi Amerika Serikat sebagai pendukung terbesar Israel, senantiasa memveto draf resolusi untuk menerapkan gencatan senjata.

PM Israel Benjamin Netanyahu

Upaya terbaru Sekjen PBB, Antonio Guterres untuk merilis resolusi dan mengumumkan gencatan senjata di Jalur Gaza, mengalami kegagalan setelah diveto Amerika Serikat pada Jumat (8/12/2023). Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa pada pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyusul suratnya mengenai situasi di Jalur Gaza dan permintaan gencatan senjata segera serta resolusi yang diusulkan oleh UEA, sehubungan dengan hal ini mengatakan: Saya menulis surat kepada Dewan Keamanan mengutip Pasal 99 Piagam PBB karena sudah mencapai titik kehancuran.

Guterres menyatakan: “PBB berkomitmen untuk terus membantu warga Jalur Gaza. Saya menulis kepada Dewan Keamanan dengan mengutip Pasal 99 karena kita telah mencapai titik kehancuran. “Saya khawatir dampak yang terjadi di Gaza akan berdampak buruk terhadap keamanan seluruh wilayah.” Pasal 99 Piagam PBB sudah bertahun-tahun tidak digunakan. Pasal ini memberikan wewenang kepada Sekretaris Jenderal PBB untuk menyoroti isu-isu yang menimbulkan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional.

Setelah kegagalan seluruh upaya untuk mengumumkan gencatan senjata di Gaza dengan mengutip Pasal 99, Antonio Guterres menulis dalam suratnya kepada presiden sementara Dewan Keamanan bahwa ia yakin situasi di Israel dan wilayah Palestina pendudukan “dapat meningkatkan ancaman bagi pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional." Sekretaris Jenderal PBB menekankan bahwa kelambanan Dewan Keamanan dan meningkatnya situasi di Gaza memaksanya melakukan hal seperti itu.

Reza Nasri, seorang pakar senior masalah internasional, mengatakan tentang tindakan Antonio Guterres baru-baru ini dan suratnya kepada Dewan Keamanan: Sekretaris Jenderal PBB dalam suratnya dengan jumlah dan angka korban jiwa yang besar di kalangan warga sipil di Gaza, menggambarkan kondisi sangat menyedihkan rumah sakit, kegagalan sistem kesehatan, kesulitan pengiriman bantuan dan kesengsaraan perang lainnya dan menyebut "pengeboman yang tak henti-hentinya" yang dilakukan Israel sebagai penyebab "runtuhnya ketertiban umum" dan memperingatkan konsekuensi kemanusiaan yang "tidak dapat diubah".

Veto terhadap rancangan resolusi yang meminta gencatan senjata di Gaza berdasarkan Pasal 99 PBB merupakan kekalahan besar bagi Amerika dan rezim Zionis di tingkat opini publik dunia. Seiring dengan serangan dahsyat di Gaza, Israel dan pendukungnya, Amerika dan pemerintah Eropa melancarkan perang psikologis melawan Hamas dan rakyat Palestina, di samping serangan menghancurkan ke Gaza. Kali ini, Zionis berusaha untuk membenarkan pembunuhan anak-anak dan perempuan Palestina oleh opini publik di wilayah pendudukan dan Barat dengan menggambarkan Hamas sebagai teroris dan mencitrakan dirinya sebagai pihak yang tertindas.

Namun, kebijakan pendudukan Zionis ini mempunyai akibat yang berlawanan, dan gelombang kebencian dan pertentangan atau kebijakan genosida dari penjagal Palestina Netanyahu dilancarkan di kota-kota Eropa dan Amerika bersamaan dengan negara-negara Islam menentang rezim Israel. Menanggapi gelombang protes terhadap kejahatan yang dilakukan rezim Zionis di Gaza, Amerika dan pemerintah Eropa seperti biasanya gagal menyebut pembelaan terhadap rakyat Palestina sebagai anti-Semitisme dan tidak mampu terus menutupi kejahatan rezim ini dengan kedok membela diri.

Sekjen PBB Antonio Guterres

Di tingkat institusi internasional, untuk pertama kalinya dibentuk kampanye untuk menghentikan kejahatan tersebut melawan kejahatan rezim Zionis di Gaza. Lembaga-lembaga internasional seperti biasanya mengambil posisi bias atau diam mengenai kejahatan rezim pendudukan Zionis akibat pengaruh pemerintah Barat pada lembaga-lembaga tersebut. Namun kali ini PBB, beberapa pejabat lembaga internasional seperti Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) berperilaku berbeda, sampai-sampai Antonio Guterres, mengutip Pasal 99 Piagam PBB tentang wewenang khusus Sekretaris Jenderal, menyerukan pertemuan darurat dan menggunakannya untuk meminta perang di Gaza dihentikan. Amerika adalah penentang pertama permintaan Guterres.

Amerika Serikat menganggap keputusan Guterres sangat memalukan dan percaya bahwa penggunaan klausul ini di tingkat internasional (dalam kasus Gaza) ditafsirkan dalam arti bahwa, secara jelas namun tidak langsung, PBB mengakui bahwa “Israel” melakukan kejahatan genosida dan bahwa negara-negara pendukung Israel, khususnya Amerika Serikat, terlibat dalam genosida ini.

Eli Cohen, menteri luar negeri rezim Zionis, dalam reaksi tajam terhadap tindakan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa ini, menulis di jejaring sosial X: "Kepresidenan Guterres adalah bahaya bagi perdamaian dunia ." Amerika dan rezim Zionis, dalam menanggapi tindakan Antonio Guterres, selalu berusaha memutarbalikkan kenyataan dan mengubah posisi para penindas dan tertindas. Dari lima belas anggota Dewan Keamanan, hanya Amerika Serikat yang memberikan suara menentang rancangan resolusi yang meminta gencatan senjata. Bahkan Inggris, bapak baptis rezim Zionis, abstain. Yang memaksa pemerintah Inggris abstain dalam pertemuan Dewan Keamanan pada hari Jumat hanyalah tekanan opini publik di negara tersebut.

Dalam dua bulan terakhir, lebih banyak unjuk rasa anti-Israel dan pembelaan terhadap rakyat Palestina yang tertindas terjadi di Inggris dibandingkan negara Eropa lainnya. Bahkan Prancis, yang awalnya menganggap serangan destruktif Israel di Gaza sebagai hak Israel untuk mempertahankan diri, kini berusaha mempertahankan citra kemanusiaannya, setidaknya di permukaan. Nicolas de Rivière, Duta Besar dan Wakil Tetap Perancis untuk PBB, menyatakan: "Sekali lagi, Dewan Keamanan telah gagal. Prancis sangat prihatin dengan tragedi kemanusiaan yang terjadi di Gaza, dan oleh karena itu, Paris memberi suara mendukung terhadap resolusi ini."

Korban brutalitas Israel di Gaza

Rezim Zionis bahkan tidak mendapat dukungan dari pendukung tradisional dan mitra bisnisnya, seperti Rusia dan Cina, dua negara yang memiliki hak veto di PBB. Dmitry Polyanskiy, wakil pertama perwakilan Rusia untuk PBB, mengkritik tindakan Amerika Serikat yang memveto resolusi Dewan Keamanan untuk segera melakukan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza dan mengatakan bahwa Amerika Serikat sekali lagi menghalangi gencatan senjata di Gaza dan menghalangi gencatan senjata adalah hukuman mati Amerika bagi ribuan dan mungkin puluhan ribu warga Palestina.  

Sementara itu, Zhang Jun, duta besar dan perwakilan Cina di PBB mengatakan, “Kami menyesal Amerika Serikat menggunakan hak vetonya terhadap resolusi yang menyerukan gencatan senjata di Gaza meskipun pembunuhan terus terjadi di sana,”

Laporan PBB menunjukkan terus terjadi pembantaian terhadap warga Gaza, anak-anak, perempuan dan masyarakat umum, terutama orang lanjut usia. Kini Netanyahu dan tentara Israel disebut sebagai penjahat perang oleh opini publik dunia. Pemerintah-pemerintah Eropa yang mengklaim sebagai pembela kemanusiaan tidak dapat menutupi kejahatan-kejahatan ini, dan bertentangan dengan sikap mereka yang mendukung Israel, mereka terpaksa mengubah literatur mereka pada minggu-minggu pertama agresi terhadap Gaza.

Gaza

Terlepas dari upaya Zionis untuk mengubah Jalur Gaza menjadi bumi hangus, perlawanan Palestina terhadap Netanyahu dan tentara Zionis, yang menganggap dirinya sebagai kekuatan militer terbaik di kawasan, terus berlanjut hingga saat ini. Meskipun demikian, menurut komandan tentara Israel, setelah 10.000 pemboman terus menerus di Gaza, Israel masih berupaya menemukan terowongan bawah tanah atau membuat kubu muqawama ini menyerah dan memusnahkan Hamas. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa perlawanan Hamas terhadap tentara Israel terus berlanjut, dan kekuatan tentara Israel hanya simbol bumi hangus dan bencana besar kemanusiaan di jalur Gaza...

 

Tags