Mengapa Peristiwa Ghadir Khum Penting ?
(last modified Wed, 28 Jul 2021 14:05:52 GMT )
Jul 28, 2021 21:05 Asia/Jakarta
  • Peristiwa Ghadir Khum
    Peristiwa Ghadir Khum

"Sesungguhnya aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua pusaka yang jika kalian mengambil (mengikuti) keduanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, (yaitu) Kitab Allah Swt dan Ahlulbaitku dari keturunanku (itrahku), dan sesungguhnya keduanya tidak akan berpisah, sampai keduanya menemuiku di tepi telaga (al-Haudh)."

Hari berganti hari. Sebelumnya adalah hari Arafah, hari dimana pintu mengenal diri terbuka bagi pencari untuk mengetahuinya lalu dengan cepat menjauh dari pandangan. Kemudian datang Idul Adha dan semua yang telah menjadi "Ismail" telah meneguk makrifat Arafah dan kini menuju tempat sembelihan cinta dan pengorbanan, sehingga dapat mengorbankan egonya. Hari ini, mereka yang telah berkorban sedang mengarah pada Ghadir dengan ikhlas. Ghadir merupakan telaga yang memiliki hubungan sangat erat dengan mata air Kautsar.

Suara "Labbaik, Allahumma Labbaik" Ya Allah, aku siap, siap menerima perintah, telah memenuhi seluruh ruang di antara bumi dan langit Mekah. Ribuan orang mengulangi panggilan malakuti Nabi Muhammad Saw. "Ya Allah! Aku menghadap-Mu dan mengikuti ajakan dan panggilan-Mu. Terkabulkan setelah mengabulkan, Engkau tidak memiliki sekutu. Aku menghadap-Mu dan tinggal di tempat penghambaan-Mu. Semua pujianku khusus untuk-Mu. Semua nikmat dan kerajaan alam adalah milik-Mu. Engkau tidak memiliki sekutu dan aku memenuhi panggilan-Mu."

Nabi Muhammad Saw di akhir bulan Zulkaidah bersama para sahabat dan Ahlulbaitnya disertai banyak masyarakat meninggalkan Madinah menuju Mekah untuk menunaikan manasik haji. Perjalanan besar ini menampilkan hasil-hasil besar dan upaya Nabi Saw dalam beberapa tahun, dimana beliau berusaha dengan ikhlas mengorbankan jiwa, harta dan kehidupannya di jalan mewujudkan cita-cita Islam dan perintah ilahi serta menyampaikan pesan-pesan ilahi kepada seluruh umat manusia.

Image Caption

Rasulullah Saw dalam perjalanan ini juga menyinggung dirinya telah mendekati ajalnya. Nabi Muhammad Saw gembira mengetahui dirinya akan segera menemui Zat Yang Dicintainya, tapi pada saat yang sama mengkhawatirkan umatnya. Jangan sampai mereka bernasib sama dengan Bani Israil, ketika dirinya sudah tidak berada bersama mereka, kaumnya kembali mengikuti cara Jahiliah. Karenanya, beliau memanfaatkan segala kesempatan dan menasihati mereka. Sebelum sampai di Arafah, di sebuah daerah bernama Namirah, beliau melaksanakan shalat Zuhur dan Ashr secara berjamaah.

Setelah selesai shalat, beliau memandang para sahabat. Gurun pasir yang dipakai shalat penuh dengan manusia. Nabi Saw kemudian membacakan pujian kepada Allah lalu melanjutkan pidatonya demikian:

"Wahai manusia! Dengarkan ucapanku. Karena aku tidak tahu, mungkin setelah tahun ini, kalian tidak akan melihatku dalam kondisi ini. Wahai manusia! Setelah aku, jangan kalian kembali pada kekafiran sebelumnya, jahiliah yang membuatmu sesat dan menyesatkan. Sesungguhnya aku benar-benar di antara kalian telah meninggal dua pusaka yang berharga sebagai khalifah, dimana selama kalian berpegangan kepada keduanya, kalian tidak akan tersesat; Kitab Allah Swt dan Itrahku, Ahlulbaitku."

Kemudian Rasulullah Saw bertanya kepada mereka, "Apakah saya telah menyampaikan pesanku kepada kalian dan telah mendakwahkan agama Allah?"

Mereka semua menjawab, "Iya."

Rasulullah berkata, "Ya Allah! Engkau menjadi saksi!" Setelah itu beliau berkata, "Sesungguhnya kalian bertanggung jawab. Karenanya wajib bagi kalian yang hadir untuk menyampaikannya kepada yang tidak hadir."

Setelah itu, beliau berjalan menuju Arafah dan berhenti di sana, sehingga matahari terbenam dan mengisi waktunya dengan doa dan zikir.

Nabi Muhammad Saw memanfaatkan Haji Wada' atau haji perpisahan sebagai kesempatan yang tidak terulang dan tidak tergantikan untuk menyampaikan suara kebenaran. Beliau di hari-hari terakhir dari Ayyam al-Tasyriq, 13 Dzulhijjah, mengumpulkan umat di masjid Khaif dan setelah menunaikan shalat, beliau kembali berpidato. Salah satu tema pembicaraan beliau berhubungan dengan kabilah. Warga Arab hidup berdasarkan hubungan kesukuan dan di antara mereka ada aturan yang berlandaskan kefanatikan dan kejahiliahan, sehingga hanya dikarenakan ada seorang terbunuh, selama puluhan tahun dua kabilah berperang dan bermusuhan. Nabi Saw berusaha mencerabut kebiasaan ini dan dalam pidatonya mengatakan, "Ketahuilah bahwa setiap harta, kebanggaan dan darah yang ada di masa Jahiliah telah aku injak di bawah dua kakiku dan membatalkannya."

Dengan cara itu, Nabi Saw ingin mengakhiri kedengkian dan permusuhan yang ada sejak lama. Setelah itu, beliau menyinggung soal upaya menjaga persaudaraan islami dan berkata, "Setiap muslim bersaudara dengan muslim lainnya dan umat Islam bersatu dalam menghadapi pihak lain."

Peristiwa Ghadir bukanlah sebuah peristiwa biasa, Allah Swt memerintahkan Rasulullah untuk mengangkat Imam Ali as sebagai khalifahnya dan jika perintah ini tidak dilaksanakan, maka beliau dianggap belum menyampaikan risalahnya.

Melalui khutbah Ghadir, Rasulullah telah memperjelas kewajiban setiap orang Muslim. Oleh karena itu, peristiwa dan nilai-nilai Ghadir Khum harus ditransfer dari generasi ke generasi sehingga semua mengetahui kebenaran wilayah (kepemimpinan) Imam Ali as.

Peristiwa Ghadir Khum berkaitan dengan masalah sempurnanya agama dan tercukupinya nikmat bagi kaum Muslim. Ghadir adalah sebuah peristiwa besar sejarah dunia dan merupakan sebuah kesempatan untuk mengenali sejarah Islam dan sebuah fase yang membedakan sejarah Islam dari sejarah Jahiliyah. Untuk itu, semua individu Muslim berkewajiban untuk menela'ah peristiwa Ghadir dan memahami pesan-pesan yang dibawanya.

Setelah beberapa bulan dari peristiwa penting ini, Rasulullah Saw meninggal dunia dan menyisakan duka yang mendalam bagi masyarakat Muslim yang baru terbentuk. Orang-orang larut dalam kesedihan dan duka, sementara sebagian pihak ingin memanfaatkan situasi itu untuk keuntungan kelompoknya.

Para cendekiawan Muslim percaya bahwa jika kaum Muslim menjalani wasiat Rasulullah tentang kepemimpinan Ali as dan mendengarkan nasihat Rasulullah dalam kasus-kasus lain, maka Islam akan menjadi agama universal dan keadilan tersebar ke penjuru dunia.

Mungkin inilah sebabnya para pakar sejarah yang mengetahui kebenaran peristiwa Ghadir Khum, menyesali atas penyimpangan yang terjadi setelah wafatnya Nabi Saw. Filsuf terkenal Prancis, Voltaire dengan nada menyesal mengatakan, "Keinginan terakhir Muhammad tidak terkabulkan, dia telah menunjuk Ali sebagai penggantinya."

Peristiwa Ghadir dapat ditela'ah dari beberapa sudut dan salah satunya, kepemimpinan dalam Islam bukan bermakna meraih kekuasaan dan kedudukan, tetapi sebuah posisi pemberian Tuhan dan pemimpin harus terjaga dari setiap dosa dan kesalahan.

Kepemimpinan yang saleh dan khalifah kaum Muslim merupakan sebuah hal yang sangat penting sehingga Allah Swt menyebut kepemimpinan sebagai perkara penting agama yang membuat ia menjadi sempurna. Oleh karena itu, Rasulullah tidak dapat menunjuk siapa pun sebagai khalifah penggantinya jika tanpa perintah Ilahi.

Image Caption

Perintah penunjukan ini sudah disampaikan oleh Rasul kepada umat. Apa yang terjadi di Ghadir Khum adalah peresmian penunjukan pengganti Rasulullah oleh Allah. Namun, perlu dicatat bahwa faktor penunjukan ini karena keutamaan dan nilai-nilai yang tertanam dalam jiwa Imam Ali as.

Semua sifat-sifat baik berkumpul pada diri Ali as, dan kehendak Tuhan menetapkan kepemimpinan umat setelah Rasulullah diberikan kepada Ali berdasarkan pertimbangan nilai-nilai, keutamaan, dan sifat baik tadi. Di sini, Tuhan ingin menekankan bahwa pemerintahan mengikuti nilai-nilai dan orang yang dapat menjadi khalifah kaum Muslim adalah sosok yang memiliki nilai-nilai itu.

Ibnu Abil Hadid berkata, "Pada masa itu, keutamaan-keutamaan Ali bin Abi Thalib begitu jelas bagi masyarakat di mana setelah wafat Rasul, tidak ada satu pun dari kalangan Muhajirin dan juga mayoritas Ansar yang meragukan bahwa posisi khalifah akan diserahkan kepada Ali."

Bertepatan dengan perayaan Idul Ghadir, perhatian orang-orang tertuju pada sebuah perkara penting akidah, sosial, dan vital dalam kehidupan yaitu wilayah dan kepemimpinan kaum Muslim.

Dalam sejarah Islam, ada dua peristiwa penting dan besar yang tidak boleh dilupakan yaitu risalah Rasulullah Saw dan wilayah Imam Ali as. Peristiwa pertama adalah diturunkannya wahyu ke kalbu Rasulullah yang menandai dimulainya misi kenabian, dan peristiwa kedua adalah Ghadir yang menandai kepemimpinan Ali as. Sebenarnya, Ghadir merupakan pelanjut misi risalah dan sama pentingnya dengan Hari Bi'sat.