HAM Islam dan Kehormatan Manusia
5 Agustus ditetapkan sebagai hari Hak Asasi Manusia Islam (HAM) dan Kehormatan Manusia, dan diperingati setiap tahun.
Manusia secara fitrah adalah makhluk terhormat karena satu-satunya keberadaan dianugerahi ruh dan akal oleh Tuhan. Kehormatan ini dimiliki seluruh manusia dan tak ada perbedaan antara ras, keturunan, warna kulit dan lainnya. Kehormatan dan martabat manusiawi ini harus selalu diperhatikan sebagai bagian penting dari hak-hak manusia.
Hak Asasi Manusia Islam (HAM Islam) dan martabat serta kehormatan manusia merupakan salah satu nilai terpenting dalam wacana dunia kontemporer, khususnya antara negara-negara Islam. Tanggal 5 Agustus ditetapkan sebagai hari HAM Islam dan Martabat Manusia.
Pertama, jika kita ingin memiliki gambaran tentang sejarah hak asasi manusia, kita harus menunjuk awal abad ke-20 dan akhir Perang Dunia Pertama, periode sejarah ketika dikatakan bahwa untuk pertama kalinya hak asasi manusia dipertimbangkan dalam Kovenan Bangsa-Bangsa dan negara-negara anggota Liga Bangsa-Bangsa. Saat itu, dalam konvenan bangsa-bangsa, mereka menerima komitmen dan upaya untuk memastikan pelestarian kondisi kerja yang adil dan manusiawi bagi perempuan, laki-laki dan anak-anak serta perlakuan yang adil terhadap penduduk asli di negara koloni.
Sementara itu, terkait dengan sistem perwalian dalam sistem Liga Bangsa-Bangsa, tanggung jawab atas kesejahteraan dan kemajuan bangsa-bangsa di bawah perwalian mereka dipercayakan kepada negara-negara yang mengelolanya. Selain itu, sehubungan dengan beberapa bagian dari perjanjian damai tahun 1919, beberapa pemerintah diminta untuk menerima batasan kedaulatan mereka untuk kepentingan minoritas nasional negara mereka sebelum menjadi anggota Liga Bangsa-Bangsa.
Setelah Perang Dunia Kedua dan kejahatan serta tragedi yang diakibatkannya, yang menyebabkan kematian jutaan orang, sebuah komisi yang disebut "Komisi Hak Asasi Manusia" di Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang menggantikan "Liga Bangsa-Bangsa", diberi mandat menyusun, mengatur dan mengedit hak asasi manusia. Dalam sesi ketiganya, komisi ini menyiapkan "Deklarasi Hak Asasi Manusia". Setelah dirujuk ke Majelis Umum, deklarasi ini akhirnya disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948 dengan 48 suara mendukung, tidak ada suara menolak, dan 8 suara abstain. Dengan demikian, muncul dokumen yang diluarnya mendeklarasikan dan mengakui hak-hak manusia karena mereka adalah manusia, tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, dan bahasa.
Namun, alih-alih didasarkan pada sikap umum negara-negara di dunia terhadap manusia dan hak-haknya, deklarasi hak asasi manusia lebih dipengaruhi oleh sikap dan pandangan dunia orang-orang Barat dan terutama negara-negara pemenang Perang Dunia Kedua. Dengan demikian deklarasi ini memberikan otentisitas kepada manusia dengan pendekatan materialistis dan humanistik.
Pendekatan seperti ini telah dan terus membawa konsekuensi seperti pengabaian asal usul alam semesta, kurangnya idealisme, pengabaian fitrah manusia, dan hedonisme. Selain pendekatan tersebut, apa yang dinyatakan dalam pengantar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai filosofinya tidak cukup untuk memaksa semua negara untuk mematuhi hak-hak yang terkandung dalam deklarasi karena argumen tersebut mengacu pada situasi yang spesifik untuk masyarakat Barat dan bukan hal-hal umum di masyarakat lain.
Kasus-kasus tersebut antara lain menyebabkan negara-negara Islam terkemuka berulang kali mengkritisi deklarasi HAM karena tidak mempertimbangkan konteks budaya dan agama negara-negara non-Barat. Dalam konteks yang sama dan pada tahun 1981, perwakilan Iran di PBB menyatakan sikap negaranya mengenai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai berikut: Deklarasi ini adalah “konsepsi sekuler relativistik dari budaya penguasa Barat yang tidak dapat dilaksanakan oleh umat Islam tanpa melanggar ajaran dan hukum Islam."
Dalam kerangka pertimbangan inilah negara-negara Islam berusaha mempersiapkan dan menyusun deklarasi berdasarkan pandangan dunia Islam tentang hak asasi manusia. Dengan demikian, pada tahun 1369 Hs (1990 M), Deklarasi Hak Asasi Manusia Islam yang terdiri dari 25 pasal telah disetujui oleh negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam yang kemudian menjadi Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan negara-negara anggota OKI, dengan mempertimbangkan keputusan dan keyakinan ilahi agama Islam dan ajaran ilahi, menerima dan menyetujui ketentuan Deklarasi Hak Asasi Manusia Islam.
Beberapa tahun kemudian, yakni pada tahun 2008 , atas prakarsa dan usulan Republik Islam Iran, tanggal 5 Agustus, peringatan adopsi Deklarasi Hak Asasi Manusia Islam dinamai sebagai Hari Hak Asasi Manusia Islam dan Martabat Manusia, dan diputuskan bahwa negara-negara Islam harus merayakan hari ini di tingkat nasional mereka setiap tahun.
Hak asasi manusia sangat penting dan status baik dalam konsep global (Barat) dan Islam, dan saat ini pemerintah mempertimbangkan legitimasi dan penerimaan mereka dalam pembentukan undang-undang dan peraturan hak asasi manusia dan perlindungan dan dukungan hak asasi manusia, tetapi Barat selalu mencoba untuk memaksakan nilai-nilai liberal di dunia dengan kedok hak asasi manusia dengan mengabaikan budaya bangsa lain, termasuk negara-negara Muslim. Oleh karena itu memperhatikan kesamaan dan perbedaan deklarasi global dan Islam, hak asasi manusia adalah masalah penting yang akan kami bahas.
Pendidikan, martabat, kehidupan, kebebasan dan kesetaraan di depan hak dan hukum adalah beberapa hal umum yang ditekankan dalam sistem hukum Islam dan Barat, dan itu ditentukan dalam dua deklarasi hak asasi manusia universal dan Islam, namun cara pandang adalah salah satu poin utama pembeda dan perbedaan mendasar antara masyarakat Islam dan pemikiran Barat masyarakat global saat ini. Ini berarti; Dari sudut pandang Islam, segala sesuatu berpusat pada Tuhan dan pencipta keberadaan, dengan kata lain berpusat pada Tuhan, tetapi dalam pemikiran Barat berpusat pada manusia (humanisme). Oleh karena itu, Deklarasi Hak Asasi Manusia Barat juga telah melihat segala sesuatu di sekitar poros manusia. Sedangkan menurut umat Islam dan pemeluk agama samawi, agama adalah sumber hak asasi manusia, dan hak asasi manusia hanya dapat diakui dan dilaksanakan apabila diilhami oleh sumber ketuhanan.
Sejatinya, dasar hak asasi manusia Barat adalah hak kodrati atau kontraktual dan status. Sedangkan HAM Islam didasarkan pada fikih kemanusiaan dan wahyu ilahi. Hak asasi manusia Barat tidak universal dan sebagian besar didasarkan pada nilai-nilai Barat dan dirancang untuk sistem demokrasi liberal, tetapi hak asasi manusia Islam memiliki perspektif umum dan universal berdasarkan prinsip "martabat" yang melekat pada manusia.
Perbedaan lain antara pemikiran Barat dan Islam tentang hak asasi manusia adalah perhatian terhadap kebebasan. Dalam pemikiran Barat, yang juga tertuang dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia yang disetujui oleh PBB, perhatian terhadap kebebasan dan hak asasi manusia sebanding dengan pelarian dari pemikiran agama dan memandang kebebasan manusia sebagai hal yang mutlak dan bebas. Dalam kasus hukum universal Islam, kebebasan disyaratkan untuk tidak mengganggu pelaksanaan kewajiban individu dan sosial.
Patut diperhatikan bahwa beberapa hak asasi manusia yang berkaitan dengan kehidupan manusia belum diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, tetapi telah dirinci dalam Deklarasi Islam. Menurut deklarasi ini, yang disusun berdasarkan Syariat Islam, hak asasi manusia berasal dari harkat dan martabat manusia yang melekat, dan bangsa Islam memiliki misi global, dan meskipun umat manusia telah mencapai tahap maju dalam ilmu material, ia selalu bergantung pada iman dan spiritualitas untuk melindungi hak-hak dan peradabannya.
Deklarasi Hak Asasi Manusia Islam sebenarnya adalah upaya komunitas Islam untuk mengekspresikan identitas Islamnya di tingkat global dan untuk mengungkapkan pandangan dan pendapat agama Islam tentang hak asasi manusia. Wacana HAM Islam membawa peluang kehidupan yang lebih baik bagi seluruh umat manusia dan berdiri bersama untuk perdamaian dan hidup berdampingan secara damai, serta mempertimbangkan poros persatuan bangsa yang paling kuat dan bahasa bersama semua bangsa dalam perlindungan martabat manusia.
Sangat disayangkan, saat ini deklarasi HAM yang disahkan PBB disalahgunakan oleh negara-negara seperti AS dan sekutunya yang senantiasa mengklaim sebagai pembela hak asasi manusia, untuk meraih kekuasaan dan mengabaikan hak serta harkat serta martabat manusia. Oleh karena itu, 5 Agustus harus dinilai sebagai simbol perlawanan negara-negara Islam menghadapi ketamakan Barat.
Hari ini (5 Agustus) adalah kesempatan besar bagi negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dengan koordinasi dan kerja sama yang diperlukan, untuk mengembangkan alat dan strategi yang tepat untuk penyebaran, pemajuan, dan pelestarian nilai-nilai Islam di bidang hak asasi manusia. Selain itu, tanggal 5 Agustus merupakan kesempatan berharga untuk mempertahankan citra Islam yang sebenarnya dan mendorong dialog dan interaksi antar agama, sehingga umat Islam dapat memperkenalkan hak asasi manusia dari perspektif Islam kepada masyarakat dunia.