Iran, 40 Tahun Pasca Revolusi Islam (28)
(last modified Sun, 18 Nov 2018 10:43:19 GMT )
Nov 18, 2018 17:43 Asia/Jakarta
  • Perayaan ulang tahun kemenangan Revolusi Islam Iran di Menara Azadi Tehran (2017).
    Perayaan ulang tahun kemenangan Revolusi Islam Iran di Menara Azadi Tehran (2017).

Salah satu prestasi besar Revolusi Islam adalah mengakhiri intervensi Amerika Serikat di Iran dan menegakkan kedaulatan nasional negara.

Dengan kekuatan rakyat, Republik Islam telah menegaskan independensi Iran dan bangkit melawan arogansi kekuatan-kekuatan dunia terutama AS. Bangsa Iran telah melewati berbagai konspirasi AS dan musuh selama 40 tahun terakhir.

Sekarang Iran Islami telah menginspirasi bangsa-bangsa lain di dunia dan menjadi sumber perubahan besar dan mendasar dalam perimbangan regional dan internasional.

Crane Brinton di salah satu bagian dari bukunya The Anatomy of Revolution menulis, "Revolusi suatu hari lahir dan suatu hari akan mati." Dia percaya bahwa di empat revolusi Perancis, Inggris, Amerika, dan Rusia ada titik kesamaan tersebut. Menurut pandangan Brinton, di setiap revolusi, setelah kemenangan kubu revolusioner maka dimulai era harapan dan euforia yang berbeda dengan era sebelum revolusi. Dia menyebut era ini sebagai masa bulan madu revolusi.

Ini adalah masa tumbangnya rezim sebelumnya yang digantikan dengan kemunculan pemerintahan baru. Namun, bulan madu ini akan cepat berlalu dan dengan berkuasanya pemerintahan moderat, radikal, konfrontasi, dan kontradiksi di tubuh revolusi, maka peluang kematian revolusi mulai tampak. Dari perspektif ini, revolusi dinilai sekedar "demam hebat masyarakat" yakni sebuah fenomena tidak normal. Untuk itu, ia harus segera dikembalikan ke kondisi normal dan wajar.

Namun, tidak seperti kebanyakan revolusi dunia, Revolusi Islam tidak menyimpang dari nilai-nilai dan cita-citanya, dan melalui sebuah gerakan evolusi, ia telah berubah menjadi simbol gerakan penuntut kebenaran dalam kehidupan politik dan sosial.

Dengan kemenangan Revolusi Islam Iran, monopoli di bidang hubungan internasional juga terpatahkan dan dengan kepasitas yang dimilikinya, revolusi ini mampu memainkan peran konstruktif dalam isu-isu seperti perang melawan terorisme.

Sistem Republik Islam berpijak pada nilai-nilai agama dan penolakan terhadap kebijakan unilateral oleh kekuatan-kekuatan dunia serta penentuan nasib bangsa-bangsa dengan tangan mereka sendiri. Dengan dasar ini, Republik Islam dengan menawarkan strategi inovatif dan konstruktif di ranah politik, sedang bergerak untuk mengubah ancaman menjadi peluang.

Banyak pakar percaya bahwa Revolusi Islam Iran – baik dari segi kemunculan, kelanggengan maupun pengaruhnya – merupakan sebuah revolusi yang unik dan zona pengaruhnya semakin melebar setiap hari.

Peristiwa pendudukan Kedutaan Besar AS (sarang spionase) di Tehran pada 4 November 1979.

Dengan menghadirkan citra efektif dari agama sebagai fenomena spiritual yang dinamis, Revolusi Islam mampu mempromosikan peran doktrin dan kepercayaan religius sebagai sumber epistemologi dan panduan bagi kehidupan individu, sosial dan politik, serta menjadikan kekuatan agama sebagai panji spiritual perjuangan untuk melawan hegemoni asing. Melalui kepercayaan terhadap agama dan nilai-nilainya, Revolusi Islam mengenalkan agama sebagai sebuah fenomena politik dan unsur budaya.

Kemenangan Revolusi Islam Iran telah memaksa kekuatan-kekuatan arogan dunia untuk bekerja keras. Revolusi ini mencatat bahwa sebuah bangsa dengan tangan kosong sekali pun, dapat menjadi sumber perubahan besar bahkan dalam perimbangan kekuatan global, meskipun musuh mencoba menyembunyikan kebenaran di bawah retorika dan tuduhan palsu seperti intervensi Iran di kawasan dan isu ekspor revolusi.

Mereka tidak mau mengakui kelemahannya, padahal meskipun dengan dendam dan perang, mereka tetap tidak mampu mengurangi apapun dari nilai-nilai revolusi. Indikator ini membuktikan kekuatan lunak Revolusi Islam Iran, yang mampu memperkuat semangat resistensi terhadap sistem hegemoni di tengah bangsa-bangsa tertindas.

Revolusi Islam tidak pernah mengambil jarak dari nilai-nilai dan cita-citanya meski menghadapi tekanan dan konspirasi. Revolusi ini masih berjalan sesuai dengan arahan Imam Khomeini ra. Oleh sebab itu, Revolusi Islam diterima sebagai simbol gerakan menuntut kebenaran di bidang politik dan sosial dunia.

Tidak diragukan bahwa permusuhan kekuatan arogan terhadap diskursus Revolusi Islam tidak akan ada habisnya. Selama empat dekade terakhir, AS mengejar permusuhan dengan Iran melalui berbagai sanksi, konspirasi, dan klaim-klaim palsu. Mereka bahkan membentuk sebuah koalisi anti-Iran untuk mencegah berlanjutnya gerakan revolusi.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei dalam pertemuannya dengan ratusan ribu relawan basiji di Stadion Azadi Tehran pada awal Oktober 2018, mengatakan rezim arogan ingin merongrong unsur-unsur kekuatan Republik Islam Iran.

"Terciptanya stabilitas politik, keamanan publik, persatuan nasional, komitmen terhadap prinsip-prinsip revolusi, gerakan untuk mencapai kemajuan ilmiah, pengembangan dan pendalaman budaya revolusioner dan Islam, kemajuan cepat sains dan teknologi, kemajuan militer, kekuatan rudal, dan kehadiran Iran di kawasan adalah unsur-unsur kekuatan Republik Islam Iran, dan musuh ingin menyerang unsur-unsur kekuatan ini," ungkapnya.

Pawai perayaan ulang tahun kemenangan Revolusi Islam Iran di Tehran (2017).

Profesor John Mearsheimer dari Universitas Chicago, pada sebuah seminar tentang "Masa Depan Tatanan Regional Asia Barat; Perspektif Iran dan Amerika Serikat" di Tehran, menyoroti sebuah tren dalam kebijakan luar negeri AS antara tahun 2002 sampai 2017, dan selama era pasca 11 September. Menurutnya, pergantian rezim telah menjadi salah satu tujuan politik luar negeri AS di Timur Tengah dan upaya untuk mewujudkan itu sudah dilakukan di Afghanistan, Irak, Suriah, Libya dan Mesir.

Terlepas dari semua konspirasi, perkembangan regional saat ini ditentukan oleh perlawanan rakyat dan dampak dari perubahan ini membuat Amerika dan rezim bonekanya menelan kekalahan berturut-turut di Timur Tengah.

Revolusi Islam saat ini memasuki usianya yang ke-40 tahun. Cita-cita luhur bapak pencetus Revolusi Islam Imam Khomeini as, masih tetap hidup dan dinamis.

Tekanan dan tantangan yang dihadapi revolusi dan sistem Republik Islam selama 40 tahun terakhir membuktikan sebuah fakta bahwa bangsa Iran dengan kekuatan dan kebanggaan, terus bergerak maju dan menginspirasi bangsa-bangsa lain yang sedang memperjuangkan independensi di dunia.

Ayatullah Khamenei mengatakan, "Filosofi keberadaan Republik Islam, pemerintahan agama, dan cita-cita luhur sistem pemerintahan Islam termasuk tauhid, keadilan sosial, perang anti-penindasan, dan dukungan kepada kaum tertindas, telah membuat musuh-musuh agama mengobarkan perang."

"Ayat-ayat al-Quran menyebutkan front kebenaran selalu menjadi sasaran serangan kubu kebatilan di sepanjang sejarah. Poin penting dalam konfrontasi abadi antara kebenaran dan kebatilan adalah janji pasti Tuhan tentang kemenangan para pembela kebenaran," tegasnya. (RM)